Pada praktik tindakan rasional komunikatif, Habermas sebenarnya tidak sepenuhnya menentang rasionalisasi instrumental (purposive rational action) dalam masyarakat. Justru ia berharap masyarakat tetap berkarya dengan cara mempertahankan ketegangan dialektis antara purposive rational action dengan communicative rational action. Hal itu juga untuk menjaga agar tidak ada salah satunya yang dominan.
Menurut Jurgen Habermas, ruang publik adalah ruang yang bebas dari penindasan, di mana setiap orang di dalamnya ditempatkan secara egaliter, dan bebas melangsungkan beragam tema diskusi, bahkan tema subversif sekalipun. Ruang publik yang ditemukannya terbagi dua, yakni ruang publik politik, dan ruang publik sastra.
Ruang publik politik bukan hanya menunjukkan keterbukaan ruang yang dapat diperoleh, tapi juga memperlihatkan bagaimana struktur sosial feodal semakin tidak dapat dipertahankan lagi. Sementara ruang publik sastra menunjukkan adanya kesadaran literasi masyarakat yang semakin meningkat seiring dengan kemunculan penerbitan-penerbitan, diskusi masyarakat tentang seni, estetika, serta sastra tersebar di seluruh Eropa.
Pemikiran Habermas tentang ruang publik dapat dipilah menjadi dua versi yakni ruang publik dalam buku The Structural Transformation of Public Sphere dan ruang publik dari buku Between Facts and Norms. Untuk buku pertama, ia menelaah ruang publik pertama kali di masa pencerahan Eropa yang dipraktekkan oleh bangsa borjuis.
Buku The Structural Transformation of Public Sphere menjelaskan ruang publik menempati posisi yang eksklusif, hanya ditujukan untuk mengeksplorasi pandangan tentang historisitas ruang publik. Sedangkan pada buku Between Facts and Norms, ruang publik diposisikan sebagai pondasi teori komprehensif tentang demokrasi deliberatif.Â
Demokrasi deliberatif adalah varian demokrasi yang fokus pada isu legitimasi politik. Model ini merupakan arus balik dari demokrasi klasik ortodoksÂ
yang cenderung memahami ideal demokrasi dalam kerangka agregasi preferensi dan kepentingan warga negara melalui sarana konvensional, seperti voting dan lembaga perwakilan.
Inti dari demokrasi deliberatif bahwa suatu keputusan bersifat legitim apabila memperoleh persetujuan rasional melalui pertisipasi di dalam pertimbangan mendalam (deliberation) yang otentik oleh semua pihak yang punya kepentingan terhadap keputusan tersebut.
Tesis akhir terkait ruang publik memastikan masing-masing kelompok dan elemen masyarakat bisa membentuk ruang publiknya masing-masing dengan ciri khas dan usungan keprihatinan tertentu.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H