China juga mengembangkan  skema bisnis dengan siklus terintegrasi. Bisnis model China siklus close loop secara ekonomi. Artinya sudah menghasilkan PV, kemudian PV menghasilkan listrik dibawah 3 sen. Harga tersebut sudah feasible di pasaran. Jika Indonesia ingin masuk ke industri material PV, perlu investasi yang besar. Saat ini kondisinya masih belum feasible.Â
Tantangan terbesar solar PV yakni investasi  yang besar. Kebutuhan investasi solar PV dipengaruhi teknologi, lokasi, dan potensi surya. Berdasarkan Badan Kebijakan Fiskal APBN, cost breakdown structure (CBS) solar PV menunjukkan biaya investasi terbesar pada komponen EPC, mencapai 71,2% dari CAPEX, pre-investment 15,5%, pekerja jasa 13,3%. Komponen modul solar menyumbang proporsi terbesar yakni 33,9% (GIZ, 2018).Â
Itulah yang menyebabkan biaya solar PV mahal. Â Bagaimana tidak, pemasangannya berkisar 12-25 juta. Dikalangan masyarakat harga tersebut sangat mahal. Sehingga sebagian besar masyarakat masih berlangganan dengan PLN.Â
Namun, tidak perlu khawatir. Untuk mendorong perkembangan solar PV, terdapat pilihan skema bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan dukungan kerangka regulasi yang tepat, harga PLTS dapat turun dari 6-10 ct/kWh menjadi 3.5-8 ct/kWh. Biaya ini sangat kompetitif dengan biaya pembangkitan listrik oleh PLTU (IESR 2019).Â
Terdapat 2 skema bisnis yang dapat diterapkan yakni CAPEX dan OPEX. Skema bisnis ini sebenarnya telah diterapkan oleh ESDM. Solar PV sangat terbuka dan flexible dalam pemasangannya. Tujuan yaitu memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang menggunakan panel surya. Tentunya, dapat disesuaikan dengan budget yang dimiliki. Adanya skema ini, membuat masyarakat tidak khawatir terhadap harga yang sebelumnya dinyatakan mahal.Â
Dalam pemilihan skema, disesuaikan dengan kemampuan masyarakat. Ketika akan menggunakan skema CAPEX artinya semua biaya oleh perusahaan. Biaya pemasangan, perawatan diakukan oleh perusahaan. Umur pakai 25 tahun.Â
Sedangkan, OPEX yaitu skema yang tidak perlu investasi. Cukup administrasi dan melakukan pembayaran perbulan. Penghematan dari PLTS nantinya akan digunakan untuk biaya perbulan. Untuk biaya awalnya hanya sekitar 150 ribu.Â
Adanya pilihan model bisnis yang terintegrasi diharapkan dapat mendorong pengembangan Soalr PV di Indonesia. Dengan demikian, target bauran energi pemerintah yakni 23% di tahun 2025 dapat tercapai. Harga yang semula menjadi masalah kini telah ditemukan solusinya dengan skema CAPEX dan OPEX.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H