Tak lama mereka duduk diatas rumah pohon Doni melihat sesuatu yang indah dan memberi tahu Pak Toni , Ia menunjuk-nunjuk pelangi dengan wajah yang ceria.”Kau tahu itu apa?Itu pelangi Doni”Ujar Pak Toni dengan raut wajah yang senang , “pelangi”Doni mengatakan itu dan membuat Pak Toni terkejut.”Betul Doni itu pelangi , pelangi itu indah , sama seperti namamu” Ujar Pak Toni dengan wajah yang yang terkejut dan terharu melihat Doni berbicara, Doni hanya menganggukan kepala dengan penuh senyum di wajahnya.Meskipun tak banyak berkata kata Pak Toni tahu bahwa Doni merasa senang dan merasa sangat dihargai.
Dirumah Bu Ani mulai merasa adanya perubahan pada Doni. Bu Ani mulai berfikir, apakah yang membuat Doni seperti ini? Ataukah ia sudah sembuh?. Dibalik pertanyaan yang ada di kepala Bu Ani, sebenarnya ia tidak terlalu peduli, sehingga Bu Ani tidak ingin memperpanjang pikirannya akan Doni. Disisi lain, Doni juga merasa ada perubahan pada dirinya, dari yang awalanya dia pendiam, penuh rasa takut, cemas menjadi Doni yang memiliki senyuman indah, lebih ceria, dan tidak takut untuk mengutarakan pendapatnya. Akan tetapi malam ini bukanlah malam yang indah bagi Doni, Malam ini ia anggap sebagai malam tersial yang pernah ia rasakan. Bagaimana tidak, Orang tuanya bertengkar hebat hingga mereka berdua harus menghadap ke pengadilan dan menggugat perceraian. Hal itu membuat Doni sangat terpukul, ia duduk di kursi kamarnya sambil merenung dan mencoba menghapus air matanya. Malam itu ia mulai bertanya pada dirinya sendiri. Setelah ini aku bagaimana? Mana mungkin mereka mau membawaku?.
Dibalik kegelisahan yang Doni rasakan, ada kakek yang setiap saat berada di sisi Doni dan bersedia membantu Doni. Hal itu menjadi bahagia tersendiri bagi Doni, karena kakek adalah orang yang paling berpengaruh dalam perkembangan Doni saat ini dan turut terlibat dalam perubahan Doni dalam prosesnya belajar.
Tahun demi tahun Doni lewati bersama kakek, kini ini usianya menginjak 19 tahun. Hari ini merupakan hari kelulusan Doni. Dengan kegigihan dan rasa pantang menyerahnya ia menjadi lulusan terbaik di sekolahnya. Hal itu membuat beberapa universitas meliriknya dan saling berebut memberikan undangan. Doni ditawarkan untuk masuk universitas yang selama ini ia inginkan, akan tetapi jika melihat biayanya, sepertinya kakek tidak akan sanggup untuk membiayainya. Hal itu membuat Doni harus berfikir berkali-kali untuk menerima tawaran tersebut.
Setelah acaranya selesai, Doni pulang dengan wajah kebingungan. Kakek yang sedang menyeruput secangkir kopi menanyakan apa yang terjadi pada Doni. Doni tidak menjawab apapun hingga membuat kakek risau. “Jujur saja pada kakek, apa yang membuatmu cemas nak?” tanya kakek. Akhirnya Doni mau menjawab “tadi aku ditawari untuk masuk universitas impian ku kek, tetapi untuk biayanya mungkin cukup mahal”. Kakek pun berusaha meyakinkannya doni, untuk menerima tawaran kampusnya, “tidak apa-apa, terima saja... mungkin itu jalan terbaik buat kamu, untuk biaya tidak usah dipikirkan, nanti kakek Carikan”. Doni tidak menjawab apapun sambil memutar otak, bagaimana ia bisa membantu kakek untuk mendapatkan uang.
Pagi ini ia jogging mengelilingi kampungnya, tidak sengaja ia bertemu dengan pak Toni selaku gurunya dulu. Pak Toni cukup pangling dengan keadaan Doni saat ini yang berubah drastis. Sudah cukup lama ia saling berbincang akhirnya Doni memberanikan diri untuk bertanya pada pak Toni, “begini pak, saya ada tawaran untuk masuk kampus favorit saya, tetapi saya bingung dengan biayanya hingga membuat saya harus mencari pekerjaan, sedangkan mencari pekerjaan sekarang cukup sulit pak, barangkali bapak memiliki kenalan yang membutuhkan tenaga kerja pak?”. Pak Toni mencoba menghubungi teman-temannya. Tidak membutuhkan waktu lama akhirnya Doni mendapatkan tawaran pekerjaan dari teman pak Toni yaitu menjadi guru TK. Doni pun menerima tawaran pekerjaan itu, dan mulai menjalani pekerjaan barunya itu dengan senang hati,. Uang yang dimiliki Doni kini pun cukup untuk membayar kuliahnya. Akan tetapi tidak semudah yang ia pikirkan. Selama ia kuliah, cukup banyak masalah yang ia hadapi. Seperti ia harus mengulang tes beberapa kali, sulit mengatur waktunya, jarang istirahat membuatnya sering sakit. Kakek yang selalu menghawatirkan Doni pun turut merawat Doni dengan sepenuh hati. Namun, dari semua masalah yang ada, satu persatu dapat ia selesaikan. Kini ia sudah terbiasa dan bisa menjalani kegiatannya sehari-hari tanpa merasa adanya beban di pundaknya.
Karena adanya ketekunan yang Doni miliki, membuat ia lulus dalam waktu yang cukup singkat dan bisa mendahului teman-temannya di kampusnya, kini ia memiliki gelar S,Pd. Akan tetapi ia bukan tipe orang yang mudah puas. Ia melanjutkan pendidikannya hingga kini ia memiliki kelar Lektor. Hingga akhirnya ia mampu mengangkat derajat kakeknya. Dari yang dulunya merupakan anak berkebutuhan khusus dan berada di keluarga kurang mampu, kini ia menjadi dosen dan mampu membiayai hidup kakeknya. Ia juga sering membantu menginspirasi orang-orang diluar sana. Dan akhir cerita ini dapat mengundang beberapa pembaca untuk turut berbahagia atas keberhasilan Doni, dan merasa puas akan kejayaannya. Hal ini membuat Doni semakin semangat untuk menginspirasi orang-orang agar lebih semangat menjalani hidupnya, menginspirasi orang-orang yang hampir menyerah terhadap hidupnya.
Dalam cerita ini bukan hanya kakek yang bangga terhadap Doni, tetapi sebagai penulis saya juga merasa bangga akan keberhasilannya. Saya turut senang dan mengucapkan selamat pada mas Doni yang kini menggenggam gelar Lektor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H