Proses tumbuh kembang anak tentunya tidaklah sama. Setiap hal yang dialami oleh seorang anak sedari kecil akan membentuk karakter dan kepribadiannya ketika ia dewasa. Beberapa anak terlihat ceria ketika berbaur dengan teman-temannya, akan tetapi tidak ada yang mengetahui isi hati anak tersebut. Ia yang terlihat ceria justru menyimpan banyak luka yang tak pernah bisa ia ungkapkan.
Seorang anak tidak bisa memilih untuk dilahirkan dari keluarga yang seperti apa, termasuk ketika ia ditakdirkan untuk berada dalam keluarga yang broken home. Lantas bagaimanakah kepribadian seorang anak yang broken home? Broken home tidak selalu disebabkan oleh perceraian. Banyak juga keluarga yang utuh, akan tetapi rasa cinta dan juga perhatian di dalamnya tidak utuh. Banyak keluarga yang ikatan pernikahannya tetap ada, akan tetapi mereka seperti orang yang asing.
Di sisi lain adanya kekerasan, sikap acuh tak acuh, adanya konflik yang tak kunjung reda, adanya perdebatan dan lain sebagainya yang disaksikan dan dirasakan oleh anak tentunya memberikan dampak bagi anak tersebut. Tak jarang pula anak menjadi sasaran untuk melampiaskan amarah orang tuanya yang mengalami konflik. Hal tersebut tentu berdampak bagi kepribadian anak. Anak yang sering mendapatkan kekerasan dalam bentuk bentakan, pukulan, ancaman ataupun bentuk kekerasan yang lainnya cenderung dapat memiliki kepribadian yang temperamental, nakal, pendiam, mudah takut, sulit untuk percaya kepada orang lain, dan tentunya juga dapat menyebabkan kondisi psikisnya terganggu. Gangguan psikis yang mungkin terjadi antara lain, gangguan kecemasan, gangguan emosional, depresi dan gangguan perkembangan perilaku, dan juga perilaku berbahaya yang berisiko tinggi.
Di manakah tempat pulang dari anak yang demikian?
Anak broken home tidak punya tempat pulang karena rumahnya bukanlah rumah yang sesungguhnya. Baginya rumah bukanlah tempat pulang untuk mendapatkan kasih sayang. Rumah adalah pencipta luka dan tempat yang menghadirkan tangisnya. Rumah adalah alasan dari runtuhnya semangat yang ia bangun. Ia lelah dengan rumah yang menyakitinya. Mungkin di sisi lain, cacian, makian, pukulan, bahkan tamparan, seperti hal biasa yang menemani hari-harinya.
Begitu pula dengan anak yang harus melihat perceraian orang tuanya. Sepi, sendiri, kehilangan arah, kehilangan tempat pulang, tentunya mungkin sekali dirasakan oleh anak yang broken home. Tak jarang seorang anak melampiaskan apa yang dia rasa dengan hal-hal negatif, seperti menyakiti diri sendiri ataupun menyakiti orang lain. Ketika ia dihantam oleh keadaan yang tak pernah ia harapkan, ketika ia harus menjadi dewasa dan mandiri di saat ia belum siap, di saat ia harus hidup tanpa kedua sayap yang lengkap. Anak yang sebenarnya hebat dan kuat, akan tetapi tak seberuntung anak-anak lain dengan keluarga yang harmonis.
Kendati demikian, dalam hati kecilnya anak broken home selalu ingin memperbaiki keadaannya, ia selalu ingin kehidupannya nanti jauh lebih baik dari apa yang ia alami. Anak broken home selalu mencoba berdiri kembali di saat ia benar-benar terpuruk sekalipun. Ia selalu berusaha untuk berdiri di atas kakinya sendiri. Karena anak broken home menyadari bahwa ia tak dapat mengharapkan orang lain untuk menjadi penyemangat ataupun sandaran baginya. Mungkin ia lelah, terpukul, dan hancur, tapi anak broken home selalu yakin bahwa akan selalu ada harapan. Akan ada kebahagiaan setelah kesedihan, dan pasti akan ada masa di mana badai akan hilang dan berlalu.
Namun, apakah broken home selalu memberikan dampak negatif?
Pada umumnya, anak broken home menghadapi tantangan yang tidak biasa. Anak broken home cenderung terlihat kuat di hadapan orang lain. Selain itu anak broken home juga memiliki empati yang tinggi. Ia adalah seseorang yang perasa dan peka terhadap orang lain. Karena hal itu, ia juga lebih mudah untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Karena kepekaannya pula, tak jarang anak broken home menjadi pendengar yang baik bagi teman-temannya yang bercerita.
Ketika seseorang tumbuh dalam keluarga yang tidak harmonis, cenderung akan timbul rasa ingin dicintai, disayangi, dan juga dimiliki. Bahkan keinginan akan hal tersebut dapat terbawa dan tumbuh hingga anak broken home dewasa. Tidak heran apabila anak broken home memiliki hati yang besar untuk orang lain. Selain itu, anak broken home juga lebih simpel dalam mencintai.
Anak broken home biasanya juga memiliki sifat ambisius. Sifat yang demikian timbul karena anak broken home ingin membuktikan pada semua orang bahwa walaupun mereka tumbuh di keluarga yang tidak utuh, ia tetap bisa sukses seperti orang lain bahkan melebihi apa yang mampu dicapai dan diwujudkan oleh orang lain.