Mohon tunggu...
Andini Parameswari
Andini Parameswari Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa Antropologi Budaya, Universitas Gadjah Mada. Staff Bidang Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca DIY.

Seorang gadis yang gemar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesta Demokrasi dan Politisi Salon

8 September 2023   22:14 Diperbarui: 8 September 2023   22:23 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pemimpin yang hanya menjual "nama" tanpa memiliki kompetensi dan kredibilitas yang memadai dalam memimpin. Melakukan pencitraan demi menggalang suara masyarakatnya. Bahkan, pada taraf yang lebih mendalam terdapat money politics yang sering kali terlihat dalam ajang kontestasi pemilihan pemimpin di Indonesia. Masyarakat yang hidup dalam arus bawah biasanya akan tergiur dengan iming-iming imbalan materi yang diberikan. Suara mereka berikan tanpa memperhitungkan dan mempedulikan masa depan Indonesia jika berada ditangan orang yang demikian.

Himpitan ekonomi dan kurangnya transparansi dalam kontestasi yang dilakukan membuat masyarakat melakukan hal yang demikian. Masyarakat dibodohi oleh citra yang ditampilkan bakal calon. Kepedulian yang ditampilkan bakal calon di awal hanya sebagai kedok untuk mendapat simpati masyarakatnya. Setelah terpilih apa yang mereka lakukan? Berdiam diri serta tidak peduli lagi dengan penderitaan masyarakatnya? Atau justru sebaliknya,  mendedikasikan hidupnya untuk kemaslahatan dan kebaikan masyarakatnya?

Melihat fenomena yang terjadi rasanya fakta lapangan berbicara hal yang pertama. Rasa ketidakpedulian lebih mendominasi dan mengakar dalam diri para pemimpin Indonesia saat ini. Membuat rasa putus asa dan kekecewaan yang mendalam dalam diri masyarakatnya. "Jabatan demi jabatan" rasanya pantas tersemat untuk politikus salon. Seseorang yang gencar memperoleh jabatan dalam dunia politik  hanya untuk mendapatkan kekuasaan bukan tumbuh dari rasa kepedulian membangun masyarakatnya. Bukan untuk "jabatan demi kemaslahatan masyarakatnya".

Begitulah fenomena yang disuguhkan dalam dunia perpolitikan Indonesia sekarang ini. Penantian panjang dengan penuh perjuangan untuk membangun Indonesia rasanya seakan baru pada taraf permukaan saja. Kepemimpinan yang ada hanya sebatas formalitas demi terisinya kursi-kursi jabatan pemerintahan. Menggeneralisasikan ketimpangan yang demikian dalam diri masyarakatnya sehingga masyarakat sekarang hanya asal pilih tanpa mempertimbangkan kecakapan yang ada dalam diri bakal calonnya.

Masyarakat seakan apatis serta menutup mata terhadap fenomena kemimpinan yang ada. Bukan tidak mungkin pemimpin Indonesia di masa depan diisi dengan para politikus salon yang hanya bisa menjual citra tanpa mempedulikan kualitas pembangunan sumber daya masyarakatnya. Jika terjadi hal yang demikian, kemungkinan akan memperbesar jurang kepimpinan sehingga terjadinya krisis kepemimpinan Indonesia di masa yang akan datang.

Untuk itu diperlukan kebijaksanaan stakeholder untuk meningkatkan kesadaran bersama demi terciptanya iklim politik yang sehat. Membangun Indonesia sesuai dengan dasar negara yang ada. Mengembalikan kepercayaan serta meningkatkan kepedulian masyarakat untuk ikut andil dalam sistem pemerintahan yang ada dengan memilih pemimpin yang mampu mengemban hati nurani masyarakatnya. Pemimpin yang bukan hanya memperhitungkan "jabatan demi jabatan". 

Oleh sebab itu masyarakat diharapkan selektif dengan melihat, menimbang, dan memperhitungkan dalam menetapkan pilihan. Bukan hanya sekedar ikut-ikutan apalagi termakan bujuk rayuan. Suara kita menentukan masa depan masyarakat Indonesia dalam kurun waktu jauh ke depan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun