Mohon tunggu...
Andini Nur Alfiyanti
Andini Nur Alfiyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya sangat suka dengan dunia broadcasting

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Humor atau Hinaan? Isu Gus Miftah dan Penjual Es Teh dalam Dunia Digital

12 Desember 2024   04:56 Diperbarui: 12 Desember 2024   01:21 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kini tengah ramai menjadi perbincangan di media sosial perihal isu Gus Miftah yang mengolok-olok penjual es teh ketika sedang mengisi pengajian. Dengan video yang viral tersebut, banyak reaksi publik yang tidak suka dan mengatakan bahwa tindakan Gus Miftah dapat membawa dampak yang buruk, tetutama pada era digital seperti saat ini. Seiring berkembangnya teknologi, penyebaran informasi memang bisa sangat cepat melalui media sosial. Dengan banyaknya reaksi publik pada isu ini menunjukkan bahwa pengaruh digital pada masa kini menjadi sangat kuat, hingga dapat membentuk opini-opini publik. Polarisasi opini seperti di media sosial ini juga menunjukkan bahwa humor yang dianggap biasa bagi sebagian orang, bisa jadi sangat bermasalah bagi sebagian lainnya. Maka, bagaimana digital skills, digital ehics, dan digital culture memandang isu ini?

Digital skills yang berarti keterampilan digital merujuk pada kemampuan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi digital secara efektif. Mengapa digital skills ini penting? Dengan memiliki hal seperti ini dapat membantu kemandirian seseorang dalam mencari informasi, dapat meningkatkan peluang kerja, dapat berinteraksi atau terhubung dengan orang lain lewat daring, dan dapat membantu mengadaptasi diri dari perubahan teknologi pada masa kini.

Aspek digital skills sangat penting dalam isu Gus Miftah yang memiliki beragam reaksi publik ini, karena keterampilan digital yang baik sangat penting bagi tokoh publik seperti dirinya. Seorang penceramah yang memiliki banyak pengikut seperti Gus Miftah ini seharusnya lebih berhati-hati dalam setiap perkataan dan mengerti bahwa terdapat dampak dari setiap perkataannya itu untuk orang lain. Gus Miftah sebagai tokoh publik seharusnya juga menyadari bahwa pada saat ini banyak orang yang lebih vokal ketika menyuarakan pendapat mereka, baik positif maupun negatif. Jadi, jika dia memahami keterampilan digital seperti ini, dirinya bisa lebih berhati-hati agar tidak menggiring opini publik yang akan merugikan dirinya sendiri.

Selain itu, digital skills ini berhubungan dengan digital ethics, maka dari itu tidak hanya memahami tentang kemampuan secara teknisnya, tetapi juga pemahaman mengenai sosial dan etika. Apa itu digital ethics? Menurut Kumparan.com yang mengutip dari Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi, karya Maniah, dkk, bahwa digital ethics atau etika digital ini adalah sejumlah aturan dan prosedur yang dibuat untuk mengurangi kerugian akibat penggunaan teknologi digital. Tidak hanya ketika berkomunikasi secara langsung, etika juga dibutuhkan dalam komunikasi digital.

Melihat pada isu Gus Miftah dengan penjual es teh ini menunjukkan bahwa etika digital sangat perlu diperhatikan. Ucapan yang dilontarkan oleh Gus Miftah terhadap penjual es teh yang terdapat pada video viral tersebut seperti tidak menghormati profesi dan identitas sang penjual es teh. Transparasi dan kejujuran juga penting, jika memang maksud Gus Miftah hanya ingin membuat lelucon atau memberi pesan, harusnya disampaikan dengan cara yang tidak menyakiti perasaan orang lain. Walaupu penjual es teh tersebut hanya diam ketika diolok-olok oleh Gus Miftah, pasti ada perasaan seperti merasa tidak dihargai dalam hatinya. Maka, dengan etika digital ini kita harus lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di dunia maya, dan menjaga etika dalam setiap interaksi kita.

Pembahasan selanjutnya adalah jika isu Gus Miftah ini dilihat dari aspek digital culture. Menurut cakrawala.co digital culture adalah sebuah konsep yang menggambarkan gagasan bahwa teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi, beperilaku, berpikir dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat. Pentingnya digital culture atau budaya digital ini adalah membantu orang terhubung dengan orang lain yang memiliki latar belakang berbeda, memperluas wawasan dan juga pemahaman.

Isu Gus Miftah ini relevan untuk dibahas pada aspek digital culture. Saya tekankan lagi bahwa penyebaran informasi melalui media sosial memang sangat cepat, maka media sosial bisa menjadi sebuah tempat di mana pendapat dan reaksi publik dapat muncul secara instan. Norma dan nilai sering berbeda dari interaksi di dunia nuata dan di dunia maya, melalui video viral tersebut, humor yang dianggap lucu di panggung secara langsung, bisa menjadi hal yang memicu opini negatif dari publik secara online. Dalam hal ini menunjukkan bahwa dalam budaya digital, kita harus mengerti bahwa setiap kata yang kita ucapkan dapat memiliki dampak yang luas.

Secara keseluruhan, isu ini menjadi pengingat bagi kita semua, khususnya publik figur, untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi di dunia digital. Interaksi kita harus mencakup keterampilan digital, etika yang baik, dan pemahaman budaya. Dengan cara ini, Anda dapat menciptakan ruang digital yang lebih positif dan inklusif di mana setiap orang merasa dihargai dan dihormati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun