Saat gadis-gadis itu mematang, menua dan berkeluarga, dan arisan Dharma Wanita – eh! anak-anak laki-laki itu (sudah umur 40-an dan 50-an) masih main bola, jadi bonek, mancing ikan seharian – yang akhirnya beli di supermarket, naik motor berkeliling Jawa, camping sambil bawa TV, dan berteriak-teriak mendukung calon Presiden yang kalau sudah terpilih – lupa.
Laki-laki itu tidak pernah dewasa. Buktinya, dibutuhkan ‘hanya’ wanita yang 12 tahun lebih muda untuk menjagai saya yang 58 tahun – agar saya tidak berlaku tidak dewasa, sampai hari ini.
Nah, pacaran dengan wanita yang seumur itu tidak mudah.
Wanita lebih cepat matang, sehingga sang laki-laki muda lebih banyak dan sering diatur, dikritisi, dan diomeli agar menjadi sesuai dengan standar sang wanita.
Laki-laki pada usia muda semangat hidupnya tinggi, ingin berpetualang, ingin mencoba yang aneh-aneh, baru tahu sedikit tapi sangat percaya diri, belum berpengalaman tapi suka merendahkan pengalaman dari yang tua-tua dan terbukti sukses.
Itu sebabnya, laki-laki muda merasa stress kalau diatur, dan bisa lama-lama melihat wanita sebagai makhluk penyiksa yang anti kehidupan yang dinamis dan penuh kemungkinan. (Sebagian laki-laki masih terus merasakan penyiksaan itu sampai mendekati masa dipanggil Tuhan).
Wanita muda memang dididik oleh ibunya, untuk mementingkan kemapanan daripada eksperimen yang belum pasti hasilnya di masa depan.
Wanita ingin kemapanan, laki-laki suka bereksperimen.
Itu sebabnya, laki-laki yang lebih matang – yang berarti lebih tua dan dewasa, lebih mudah menyesuaikan diri dengan wanita. Saya katakan lebih mudah. Itu sama sekali tidak berarti mudah. Karena kalau mudah, itu pasti bukan wanita.
Sahabat saya yang baik hatinya,
Itu dulu yang bisa saya sampaikan sekarang. Kita lanjutkan nanti dalam bahasan tentang PERTENGKARAN PADA PASANGAN MUDA.