Mohon tunggu...
Andini Febriyanti
Andini Febriyanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ini artikel pertama saya

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Keluhan Kesehatan Pada Petani Bawang Merah di Desa Sukasari Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka

13 Juni 2024   13:49 Diperbarui: 13 Juni 2024   14:09 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halo Lokal. Sumber ilustrasi: PEXELS/Ahmad Syahrir

   Sektor pertanian merupakan penggerak pembangunan (engine of grow) baik dari segi penyedia bahan baku, kesempatan kerja, bahan pangan serta sebagai daya beli bagi produk yang dihasilkan oleh sektor lain. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani. 

Hal ini dapat dilihat dari penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian masih cukup besar, yaitu sekitar 46%. Meski terdapat kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian masih berjumlah sekitar 31,86% dari seluruh angkatan kerja (Badan Pusat Statistik, 2017). 

Besarnya tuntutan untuk mendapatkan hasil pertanian dalam jumlah banyak dan berkualitas, menyebabkan banyak petani menggunakan pestisida untuk mencegah tanaman terserang hama (Suparti, 2016). Berdasarkan data kementerian pertanian, di Indonesia pestisida yang terdaftar mengalami peningkatan dari 3.005 pada tahun 2014 menjadi 3.207 pada tahun 2016. 

Peningkatan tersebut sesuai dengan meningkatnya penggunaan pestisida di kalangan petani. Dari segi merek dagang ada sekitar 26 merek golongan piretroid yang dominan dipilih oleh petani, diikuti golongan organofosfat 10 merek dagang, golongan karbamat 6 merek dagang, golongan neristoksin 2 merek dagang, sedangkan golongan pirol dan avemektin masing-masing 1 merek dagang. 

Para petani cenderung menggunakan pestisida bukan atas dasar indikasi untuk mengendalikan hama namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada atau tidak adanya hama, tanamantetap disemprot dengan pestisida (Flisia, 2013). Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan berakibat pada kesehatan petani itu sendiri dan lingkungan pada umumnya, organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan setiap tahun terjadi 1-5 juta kasus keracunan pestisida pada pekerja pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa. 

Sekitar 80% keracunan dilaporkan terjadi di negara-negara berkembang (Suparti, 2016). Pestisida merupakan zat yang bersifat toksik, berbahaya, iritan dan korosif sehingga penggunaan pestisida harus dilakukan secara tepat. Penelitian-penelitian tentang pengaruh paparan pestisida tehadap kesehatan telah banyak dilakukan. 

Hasil penelitian Budiawan (2013) diketahui bahwa setelah melakukan penyemprotan petani sering mengeluh mual karena paparan pestisida akibat tidak memakai masker pada saat menyemprot. Selain itu, hasil penelitian tentang keluhan kesehatan pada petani penyemprot pestisida menunjukkan bahwa sebanyak 60,9% petani memiliki keluhan kesehatan spesifik. 

Pestisida sering digunakan sebagai pilihan utama memberantas hama karena daya bunuhnya tinggi, penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat untuk diketahui. Penggunaan pestisida secara tidak tepat guna dapat menimbulkan berbagai dampak negative bagi manusia maupun lingkungan. 

Sikap petani terhadap penggunaan pestisida, baik sebelum melakukan penyemprotan, ketika melakukan penyemprotan maupun setelah penyemprotan juga dapat berpengaruh dengan kejadian keluhan kesehatan subjektif pada petani itu sendiri. Keluhan kesehatan dijumpai berhubungan dengan penggunaan pestisida golongan organophosfat, lama hari pemakaian baju kerja sebelum dicuci, tidak menggunakan baju panjang pada saat pencampuran dan tidak memakai masker pada saat penyemprotan (Minaka, 2018). 

Keluhan tersebut diantaranya adalah mudah lelah, mudah gelisah, merasa mual dan muntah, keringat berlebih, pusing, sakit kepala, diare, detak jantung menjadi cepat, dan kulit memerah. Sedangkan keluhan yang lebih spesifik yaitu penglihatan kabur, produksi ludah meningkat, keluar air mata secara berlebihan, keluar air dari hidung secara berlebihan dan tremor (Zubaedah, 2019).

Pada tahun 2016 sebanyak 80.000 ton/bulan dan jumlah produksi 1.446.860 ton dengan luas panen 149.635 ha (Suhono 2016). Produksi bawang merah di Indonesia berasal dari NTB, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat dengan "Jawa Barat memberikan kontribusi 10,57 persen produksi nasional," kata Kepala Bidang Statistis Produksi BPS Jawa Barat Ruslan di Bandung, Senin, 3 Juli 2015. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun