Apakah Anda pernah mendengar istilah Nyadran atau Sadranan?
Untuk yang tinggal di daerah Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur istilah ini tentu sudah akrab di telinga.
Nyadran berasal dari bahasa Sanskerta "Sraddha" yang artinya keyakinan.
Dalam istilah Islam Jawa kejawen, nyadran dapat diartikan sebagai kegiatan ziarah kubur atau pergi mengunjungi makam leluhur untuk berdoa sambil membawa kemenyan, bunga, dan air.
Apabila menilik sejarahnya, nyadran merupakan hasil dari perpaduan antara beberapa kepercayaan yang menghasilkan kepercayaan baru antara Hindu, Islam, dan Jawa.
Nyadran atau Sadranan adalah tradisi yang dilakukan oleh orang jawa yang dilakukan di bulan Sya'ban (Kalender Hijriyah) atau Ruwah (Kalender Jawa) untuk mengucapkan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.Â
Nyadran dimaksudkan sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia, mengingatkan diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian, juga dijadikan sebagai sarana guna melestrikan budaya gotong royong dalam masyarakat sekaligus upaya untuk dapat menjaga keharmonisan bertetangga melalui kegiatan kembul bujono (makan bersama).
(Sumber : https://kebudayaan.jogjakota.go.id/page/index/tradisi-nyadran )
Beruntung pada hari Minggu, 3 Maret 2024 yang lalu saya berkesempatan ikut tradisi ini untuk yang pertama kalinya.
Sejak pagi, keluarga saya telah menyiapkan berbagai penganan kecil untuk dibawa saat Nyadran.
Kami akan mengikuti Nyadran di Makam Pasar Sapi, Salatiga.