Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Suka Singkong Kau Suka Keju, Bagaimana Kita Bersatu?

20 Agustus 2023   01:27 Diperbarui: 20 Agustus 2023   01:35 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/5255003/3-resep-singkong-keju-yang-cocok-untuk-buka-puasa 

Semua kembali ke preferensi atau pilihan masing-masing. Belum menikah karena memang prioritas hidupnya untuk karir, prestasi, pengembangan diri, dan lain-lain misalnya. Belum menikah juga bukan hal yang merugikan orang lain hingga patut untuk diungkit dan disindir sedemikian rupa.

Seperti halnya dengan preferensi suka belajar saya. Saya memiliki tujuan hidup, passion, dan values yang ingin saya kembangkan melalui saya belajar. Saya ingin menjadi berdampak bagi banyak orang dengan hasil saya belajar. Bukan berarti saya menutup diri untuk tidak belajar kewirausahaan. Tentu saja hasrat untuk berwirausaha itu ada. Saya pun menghormati dan kagum kepada semua orang yang punya preferensi atau hasrat tinggi untuk berwirausaha.

Preferensi satu orang dengan yang lain tentu berbeda. Tujuan hidup, talenta, passion, values yang mau dikembangkan berbeda. Apa yang kita percaya, sukai, dan menjadi acuan bukan yang paling benar dan tepat. Apalagi kalau sampai kita meremehkan atau memaksakan preferensi kita ke orang lain.

Seperti sebuah peribahasa dalam dunia pendidikan, "One size does not fit all". Patokan penilaian misalnya untuk satu anak dan anak lain bisa berbeda karena minat, potensi, talenta, gaya belajar yang berbeda. Apalagi kita yang hidup di masyarakat heterogen dengan cakupan yang lebih luas. Kita beda dengan yang lain tentu wajar dan tidak apa-apa, bukan?

Lidah tidak bertulang merupakan peribahasa yang sudah dipahami banyak orang. Lidah yang diumpamakan dengan pedang yang bisa melukai dan menyakiti orang lain. Termasuk saat kita menilai orang lain yang tidak fit sesuai kriteria ideal kita. Seperti contohnya seorang bapak yang menjustifikasi anak rekan saya anak yang berat badannya kurang. Harus diberi a,b, dan c agar tampilannya bisa lucu dan menggemaskan seperti putranya.

Bapak tersebut tidak tahu, usaha apa saja yang telah dilakukan oleh rekan saya agar anaknya mau makan lahap. Berbagai cara telah dilakukan, dan berkonsultasi pada dokter. Selama tumbuh kembangnya sesuai milestone, dan BB (Berat Badan) tidak di bawah batas normal sesuai patokan usia maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Melalui anak dalam masa GTM (Gerakan Tutup Mulut) bukanlah hal yang mudah. Saya percaya semua ibu pasti sudah berusaha melakukan hal terbaik-terbaik yang bisa dilakukan agar anaknya mau makan lahap. Kita sebagai orang di sekitar sepatutnya berempati dan memberikan support. Tidak menjustifikasi atau malah membandingkan tumbuh kembang anak satu dengan yang lain.

Serangkaian peristiwa yang saya alami ini mengingatkan saya di masa tahun 2000-an. Saat saya masih SMP, saya menemani ayah dan ibu saya menonton acara bertajuk Gardu di Indosiar. Acara Gardu merupakan sebuah acara talkshow yang dipandu oleh budayawan Emha Ainun Nadjib atau yang biasa dipanggil Cak Nun tiap hari Kamis, jam 9 malam.

https://id.wikipedia.org/wiki/Emha_Ainun_Nadjib
https://id.wikipedia.org/wiki/Emha_Ainun_Nadjib

Masih terekam jelas di memori saya, Cak Nun yang seorang Islam nasionalis itu merupakan pribadi dengan toleransi tinggi. Saya pernah mendengarkan beliau bernyanyi lagu Malam Kudus dengan lirik lagu Sholawat. Beliau adalah seseorang yang ramah dan hangat ke setiap bintang tamu yang hadir dengan berbagai latar belakang ras, agama, suku, dan pekerjaan.

Di satu edisi, seorang penonton bertanya bagaimana sebaiknya kita menyikapi perbedaan menurut seorang Cak Nun. Yang saya ingat, waktu itu konflik Poso baru saja terjadi. Sehingga isu perbedaan merupakan hal yang sensitif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun