Siang itu, 8 Juni 2023, saya dan keempat rekan kantor memutuskan untuk makan siang bersama di salah satu warung makan bakso dan mie ayam kesukaan kami. Warung makan itu terletak kurang lebih 1.5 km dari kantor. Menikmati makan siang di luar sambil bersenda gurau adalah hal yang jarang kami lakukan, karena jam kantor baru diakhiri pukul tiga sore.
Kebetulan hari itu ada acara kelulusan murid kami kelas 6, sehingga kami diperbolehkan pulang awal. Oh ya, saya dan keempat rekan lain merupakan pengajar dan staff di salah satu SD swasta di Kota Salatiga, Jawa Tengah.
Selesai makan siang, salah satu teman kami menuju kasir untuk membayar. Saat ia sedang membayar, kami melihat dia memegangi salah seorang pengunjung yang sempoyongan hampir jatuh. Pengunjung yang sempoyongan itu kemudian didudukkan oleh teman saya di bangku, dan ditanyai bagaimana kondisinya.
Pengunjung itu adalah seorang gadis muda berumur awal 20-an dan saat itu ia juga dalam antrean membayar ke kasir setelah makan siang.
Saat kami hendak pulang, kami melihat gadis itu hampir pingsan. Kami segera pegangi badannya dengan sigap. Dalam kondisi setengah sadar, gadis itu minta dibawa ke rumah sakit DKT Dr. Asmir, Kota Salatiga. Kami sempat menanyai dimana dia tinggal, dan keluarga yang bisa dihubungi lewat telepon. Gadis itu berkata bahwa dia kost di Salatiga.
Saat kami membuka telepon genggamnya, ternyata terkunci password. Gadis itu sudah berusaha menyebutkan angka-angka, namun akhirnya lalu lunglai sepenuhnya pingsan. Sebelum sepenuhnya pingsan, salah seorang pengunjung lain yang kebetulan perawat muda memeriksa denyut nadinya dan memberinya air hangat. Perawat muda itu menyarankan agar gadis itu segera dibawa ke rumah sakit.
Saat gadis itu pingsan, kami sempat kebingungan. Akhirnya dengan sigap, bapak-bapak tukang parkir membantu membopong untuk masuk ke dalam mobil. Saya memangku kepala dan tubuh gadis itu, sementara teman perempuan lain, Bu Anik, menahan kakinya.
Teman yang lain, Bu Yohana, duduk di depan untuk memeriksa identitas si gadis. Satu lagi, Pak Sulis, memegang kemudi. Kemudian salah seorang rekan laki-laki, Pak Kris, mengendarai sepeda motor si gadis sekaligus membuka jalan bagi kami bila nanti terjadi kemacetan.
Puji Tuhan, lalu lintas yang biasanya sangat ramai di lampu merah, hari itu tampak lengang. Kemacetan sedikit terjadi di jalan arah rumah sakit. Pak Kris pun membuka jalan dengan menjelaskan kepada pengendara lain, bahwa mobil kami dalam kondisi emergency. Kami sempat panik, karena tubuh gadis itu sangat dingin. Kami berusaha menepuk pipi dan memanggil-manggil namanya, sesuai yang tertera di KTP. Â Namun nihil, gadis itu bergeming. Pak Sulis, segera memacu mobil lebih kencang.
Tak berapa lama, kami sampai di pintu masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD) RST Dr. Asmir, Salatiga. Pak Kris segera memberitahu petugas. Kemudian kami bahu membahu memindahkan gadis itu ke kasur dorong dan segera para petugas memberikan pertolongan.
Selanjutnya, rekan saya, Bu Yohana menjelaskan kepada petugas detail kejadian. Bu Yohana memberikan tas kecil milik gadis itu, yang terselip juga kartu pasien rumah sakit yang sama.
Bu Yohana menuliskan nomor telepon genggamnya di kertas, dan  agar si gadis menghubunginya bila ia sudah sadar. Kertas itu kemudian diselipkan di tas dan diserahkan ke petugas rumah sakit.
Kami menunggu dulu selama beberapa saat, berharap gadis itu sudah siuman saat kami meninggalkannya.
Selang beberapa saat, saya dan Bu Anik masuk ke ruang IGD untuk melihat kondisi terakhir gadis itu. Gadis itu tampak berusaha membuka kelopak matanya namun tidak bisa. Setidaknya kami lega karena melihat ia sudah mulai sadar.
Pelan-pelan kami pun berbicara dengannya. Kami meminta maaf kalau tidak bisa menungguinya lama. Kami berpesan bahwa tas dan sepeda motornya semuanya aman di tangan petugas. Tak lupa kami juga berpesan untuk segera menghubungi nomor di tasnya, bila dia sudah merasa lebih baik. Kelegaan kami semakin membucah mendengar dia merespon dengan berkata "Iya" dan "terima kasih". Sambil sedikit merapikan baju, membetulkan posisi dia tidur agar nyaman, dan memegangi tangannya. Saya dan Bu Anik berpamitan kepada gadis itu.
Sebelum meninggalkan ruang IGD, kami meninggalkan nomor kami untuk dihubungi petugas bila sewaktu-waktu diperlukan.
Di dalam mobil, kami semua terkesan dengan apa yang terjadi.
Perasaan campur aduk antara panik, bingung, dan takut. Begitulah kira-kira yang dirasakan keluarga pasien dan sopir ambulans di jalan, timpal saya.
Malamnya, Bu Yohana meneruskan pesan dari gadis yang kami tolong. Puji syukur, gadis itu sudah merasa lebih baik dan mengucapkan terima kasih telah ditolong oleh kami.
berkat dari Tuhan. Reset atau atur ulang. Kita mengosongkan diri untuk kembali melakukan perbuatan yang berguna bagi sesama.
Lega sekali kami.  Pak Kris menambahkan melalui pesan singkat bahwa apa yang kami lakukan merupakan pengejawantahan aksi nyata dari tema graduation sekolah kami tahun ini : Blessed to Bless dan Reset. Diberkati untuk memberkati orang lain, sekalipun kita tidak mengenal. Sebagai wujud terima kasih dan perpanjanganBeberapa waktu lalu saya pernah menuliskan artikel dengan tema "Pay It Forward". Konsep kebaikan yang bermultiplikasi, agar dunia menjadi heaven on earth yang sesungguhnya karena dipenuhi hal baik untuk semua manusia tanpa kecuali.
Berkorelasi dengan filsafat gubernur Sulawesi pertama, Sam Ratulangi, yang saya ingat kembali :Â "Si tou timou tumou tou."Â yang artinya, "Manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah dapat memanusiakan manusia".
Tulisan ini bukan untuk pamer tindakan kepahlawanan kami, bukan. Namun lebih ke pengingat untuk kami, sekaligus hal yang ingin kami bagi. Bahwa manusia tidak dapat dapat hidup sendiri. Sudah seharusnya tiap dari kita menjadi perpanjangan kasih Tuhan yang nyata dan seapaadanya.
Salam hangat dan semangat untuk selalu menebar kebaikan, ya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H