Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Shibuya Meltdown, Sebuah Refleksi di Hari Buruh

1 Mei 2023   16:06 Diperbarui: 1 Mei 2023   16:08 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tiga hari lalu viral sebuah video di Tiktok dari akun @darksidejapan yang memperlihatkan seorang wanita pekerja Jepang berteriak-teriak dan memukulkan tasnya ke tiang listrik di daerah Shibuya. Dari keterangan yang saya baca, wanita tersebut mengalami stress dan kelelahan kerja. Akibatnya, dia menumpahkan kemarahan dan kekesalannya dengan berteriak-teriak di jalanan. Peristiwa semacam ini ternyata sering terjadi di Jepang dan dikenal dengan istilah Shibuya Meltdown.

Shibuya meltdown sebutan bagi potret warga Jepang tepatnya di daerah Shibuya yang tertidur atau melakukan tindakan aneh di depan umum. Bahkan hingga kini kebiasaan tersebut masih terus dilakukan 

Lalu kenapa harus Kota Shibuya ? Pada awalnya kota Shibuya merupakan sebuah daerah distrik khusus kota Tokyo, dimana dikenal karena banyak toko-tokonya yang trendi. Kota Shibuya juga merupakan rumah bagi berbagai bar dan klub malam. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa warga Jepang memiliki etos kerja yang tinggi. Jadi, tidak heran banyak orang yang kelelahan dan akhirnya tidur di jalan umum.

Akibat tekanan etos kerja serta budaya mabuk para penduduk kota Shibuya, banyak orang-orang yang pingsan di depan umum disana karena mabuk atau kelelahan bekerja. Tak hanya di jalan, mereka pun sering tertidur di kereta. Kejadian-kejadian tersebut diabadikan pula ke dalam sebuah akun sosial media Twitter dan Instagram bernama @shibuyameltdown.

Dari foto-foto di akun tersebut, tampak para aparat dan polisi setempat juga dibuat kewalahan oleh perilaku warga Shibuya itu sendiri. dari yang mabuk hingga tertidur di tempat yang berbahaya atau menganggu aktivitas warga lain.

Fenomena Shibuya Meltdown memberikan pesan mendalam kepada saya secara personal bertepatan dengan peringatan Hari Buruh. Sebagai seorang pekerja, saya bisa mengerti kelelahan atau stress yang dirasakan si wanita yang berteriak di jalanan. Pun juga para pekerja lain yang saking lelahnya sampai tidak sadar bisa tertidur di kereta atau di tempat umum.

Peristiwa ini dibahas pula di akun Twitter yang membahas kehidupan sehari-hari dan pekerjaan yaitu @tanyakanrl yang saya ikuti, beberapa hari yang lalu. Di kolom komentar banyak teman-teman yang memberikan opininya terkait dengan kehidupan kami sebagai pekerja di Indonesia sendiri.

Salah satu komentar yang menarik bagi saya dibagikan oleh @hap2_91829, "Di Ringroad Utara Jogja juga kadang-kadang ada yang nangis karena putus, stress sekolah, stress pekerjaan, sedih macem-macem. Bedanya naik motor, muka ketutupan helm, mulut ketutupan masker."

Selain komentar di atas, banyak pula komentar lain yang menceritakan bagaimana sesama teman pekerja menangis mengatasi stress di kamar mandi kantor, menangis di jalan, bernyanyi keras-keras sepanjang perjalanan, dll.

Dari banyak komentar yang telah saya baca, saya bisa menggambarkan bahwa tidak hanya di Jepang. Para pekerja Indonesia pun banyak yang mengalami fatigue atau burnout. Hanya cara yang dipakai untuk melampiaskan tidak seperti apa yang terjadi di Shibuya.

Secara pribadi, tidak memungkiri saya juga sering mengalami burnout. Secara berkala, tiap pekerja pasti mengalami masa dimana load pekerjaan sangat banyak dan serta merta pula tenggat waktunya. Di titik itu, saya yakin teman-teman pasti pernah merasa ingin betul-betul melambaikan bendera putih. Saat saya ingin menyerah itulah, saya menerapkan beberapa cara yang ingin saya bagikan :

1. Menanamkan mindset bahwa sibuk karena melakukan pekerjaan lebih bermanfaat daripada sibuk mencari pekerjaan.

2. Melakukan sesuatu yang disukai selama beberapa saat untuk meredakan pikiran yang terasa penuh. 

Karena saya suka musik, saya selalu mendengarkan musik saat bekerja dan bernyanyi di saat luang. Pun demikian dengan teman-teman yang memiliki kesukaan berbeda, menonton film atau memasak misalnya. Melakukan kegemaran walaupun hanya sebentar, bisa meningkatkan hormon serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang berperan dalam suasana hati atau mood. Serotonin juga berperan penting dalam menurunkan depresi dan mengatur kecemasan. Mood yang bahagia tentu meningkatkan kinerja.

3. Berkomunikasi dengan rekan sejawat. 

Mulai dari berdiskusi masalah pekerjaan, berita yang sedang happening, hingga becanda recehan sering saya lakukan dengan rekan-rekan sekantor. Alhasil, hormon endorfin saya bisa meningkat karena sering tertawa secara alami. Endorfin kerap diebut sebagai "penawar nyeri alami" yang dapat membantu meredakan nyeri dan memaksimalkan perasaan gembira. Hati yang gembira adalah obat. Sehingga semangat kerja meningkat.

4. Melakukan kebaikan kecil untuk orang sekitar.

Beberapa waktu yang lalu saya pernah menulis artikel mengenai pay it forward. Konsep dimana kita meneruskan berkat dari Tuhan ke orang sekitar. Berkat tidak melulu berupa materi. Menyapa dan bersenda-gurau dengan bapak satpam dan para OB misalnya. Berbagi makanan kepada rekan sejawat. Menggantikan membantu teman yang berhalangan dengan tulus. Melakukan semua kebaikan yang dilakukan dengan tulus tanpa modus kepada semua orang. Kita gembira melihat mereka bahagia. Itu semua meningkatkan hormon oksitosin. Oksitosin juga disebut sebagai hormon cinta. Hormon ini berkaitan dengan bagaimana seseorang menjalin ikatan dan mempercayai orang lain. Oksitosin juga berperan dalam manajemen kemarahan. Bisa dibayangkan, saat banyak tekanan kita jadi bisa meredam emosi.

5. Melakukan olahraga ringan

Berolahraga merupakan salah satu cara ampuh untuk meningkatkan hormon endorfin, dengan berbagai fungsi di poin nomor tiga. Olahraga bisa meredakan saraf-saraf yang tegang dan meningkatkan daya tahan tubuh. Saya pribadi masih berjuang untuk konsisten berolahraga. Hal yang tiap hari saya lakukan adalah naik turun tangga kantor, sementara saya juga mencari alternatif olahraga lain yang dapat saya lakukan di sela-sela kepadatan waktu bekerja.

Saya harap teman-teman yang membaca ini sudah melakukan olahraga lebih dari yang usahakan lakukan hehehe.

Menjaga kesehatan mental tidak dipungkiri bukan hal yang mudah. Kondisi psikologis yang berbeda, tekanan pekerjaan, beban, lingkungan rekan sejawat semua berpengaruh pada kestabilan emosi dan kesehatan mental.

Walaupun hanya lewat artikel, saya berharap apa yang saya bagikan bisa memberikan setitik cara memompa semangat baru. Sehingga jangan sampai terjadi Shibuya Meltdown versi Indonesia.

Akhir kata, selamat Hari Buruh untuk seluruh rekan pekerja penggerak roda ekonomi keluarga dan bangsa. Tetap sehat, tetap semangat, kita semua jaya, jaya, jaya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun