Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Stoikisme, Solusi untuk Si Overthinker?

12 September 2022   01:18 Diperbarui: 13 September 2022   14:30 2432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih lanjut overthinking dapat mengganggu beberapa fungsi otak dan sistem kognitif. Sistem hormon, seperti kortisol yang mengontrol stress juga sangat berpengaruh pada overthinker dengan cara yang berbeda-beda. 

Si kaum overthinker ini terjebak pada konsekuensi yang mungkin saja terjadi yang sebenarnya tidak akan terjadi dan melumpuhkan otak Anda untuk berbuat sesuatu (Ries, Julia. 2020).

  • Duh, ternyata berbahaya kan! Hidup kita hanya larut dan disetir dalam kecemasan yang tak berarti. Menggerogoti sel-sel kehidupan, mental, dan kesehatan kita. Maka dari itu, saya berusaha keras menghilangkan keanggotaan saya dari si kaum overthinker. Hingga suatu waktu saya membaca istilah yang menggelitik otak saya yaitu stoikisme.

Saya membaca istilah ini pertama kali di sebuah poster media sosial yang berbunyi “Stoikisme paling tepat untuk para overthinker”. Bermula dari itulah, saya mulai tergelitik mencari tahu lebih dalam mengenai stoikisme.

Dari salah satu jurnal yang saya baca, stoikisme atau disebut stoa merupakan salah satu aliran filsafat Yunani yang telah berusia lebih dari 2000 tahun yang dipandang sangat berpengaruh dan mudah untuk diterapkan oleh siapapun dalam hubungannya untuk meraih hidup yang lebih baik. 

Manampiring menyatakan bahwa filsafat stoikisme merupakan filsafat kepemimpinan yang mana maksud dari kepemimpinan disini bukan memimpin suatu tim ataupun organisasi.

Akan tetapi kepemimpinan disini adalah awal mula untuk memimpin diri sendiri serta mengutamakan bagaimana kita mengendalikan diri sendiri sebelum kita mencoba untuk mengendalikan orang lain (Manampiring, 2019).

Tujuan utama dari hadirnya filsafat stoikisme yaitu menekankan pada kemampuan mengendalikan emosi negatif, dan mengasah virtue (kebajikan) untuk meraih hidup yang tenteram, damai, dan tangguh yang hadir sebagai konsekuensi dari hasil pengendalian diri tersebut. 

Selain itu, tujuan lainnya adalah bagaimana kita menjalani sebaik-baiknya hidup selayaknya menjadi manusia (Manampiring, 2019).

Dalam stoikisme, kebahagiaan tidak terletak pada uang, kesehatan, atau jabatan, tetapi pada pola pikir kita; bahwa hidup yang bahagia adalah hidup yang selaras dengan alam dan tidak sebaliknya.

Bila kita memahami, mana saja yang ada dalam kendali kita dan yang tidak ada dalam kendali kita, kita akan terhindar dari overthinking

Hal-hal yang tidak ada dalam kendali kita, seperti kematian, penyakit, wabah, pikiran orang tentang kita, bencana alam, dan musibah sebaiknya tidak dipikirkan karena memang tidak ada dalam kendali kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun