Mohon tunggu...
Andini Okka W.
Andini Okka W. Mohon Tunggu... Guru - -Work for a cause not for an applause-

- a teacher, a humanist, and a lifetime learner -

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Janganlah Menjadi Seorang "Job Hopper"

23 Juni 2020   19:54 Diperbarui: 26 Juni 2020   13:24 2615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ingin pindah tempat kerja. (sumber: thinkstockphotos via kompas.com)

Masih banyak lagi pengalaman-pengalaman pribadi serupa dari teman-teman saya sendiri. Berdasarkan itulah, saya akhirnya berefleksi untuk diri sendiri yang akhirnya saya bagikan lewat tulisan ini.

Tahukah Anda, dengan kata grasshopper? Grasshopper kalau secara harafiah diartikan sebagai rumput (grass) dan pelompat (hopper). Jadi grasshopper adalah pelompat di rumput. 

Kalau Anda bisa menebak, yang dimaksud adalah belalang, binatang yang senang  melompat di rumput. Nah, kebetulan saya pernah membaca artikel yang memasukkan istilah job hopper. Kurang lebih sama artinya dengan si belalang. 

Job hopper adalah sebutan untuk orang yang suka berpindah-pindah pekerjaan. Menurut Susan Hay, career coach dari Launchingu.com, dan perekrut posisi eksekutif dari Haywood Search. 

Sebelum kita berpindah ke pekerjaan lain, idealnya kita harus tinggal di perusahaan lama selama 1.5 - 2 tahun masa bekerja. 

Masa itu ideal untuk kita, agar betul-betul mengenal dan mengerti suatu perusahaan.  Lebih lanjut, future employer tentu juga akan melihat dengan seksama track record bekerja kita di CV.  

Semakin sering kita berpindah tempat kerja, apalagi dalam waktu yang singkat. Saya yakin, itu bukan nilai plus. Itu akan memberikan kesan kita pegawai yang rapuh. Mudah menyerah sebelum berperang. 

Future employer bahkan tak akan segan untuk bertanya pada pimpinan kita sebelumnya bagaimana kinerja dan penyebab utama kita resign.

Sering kali saya mendengar salah satu penyebab pegawai resign adalah sistem manajemen, visi, misi perusahaan yang tidak sesuai dengan hati nurani mereka. Atau, kadang mereka membandingkan kelebihan sistem dari perusahaan lama untuk dibandingkan dengan perusahaan sekarang. 

Lalu bila tidak selaras lagi, akan ada alasan kembali untuk resign. Begitu seterusnya. Itu yang membuat saya heran. 

Bukankah sudah hal yang umum apabila satu perusahaan dengan perusahaan lain sudah jelas punya SOP (Standard Operation System), rules, visi, misi, dan tujuan yang berbeda?  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun