Pada 24 Februari, Rusia meluncurkan invasi skala penuh ke Ukraina, menandai dimulainya perang terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua. Organisasi berita besar di seluruh dunia telah menempatkan jurnalis di Ukraina untuk meliput pemboman dan kekerasan di kota-kota yang terkena dampak parah di seluruh media penyiaran, digital, dan cetak.Â
Wartawan, warga sipil, dan politisi – terutama Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky – juga telah menggunakan jejaring sosial seperti TikTok, Telegram, dan Twitter untuk mendokumentasikan kengerian perang untuk audiens global secara real time. Krisis kemanusiaan yang terjadi di Ukraina, bersama dengan skala tanggapan Barat terhadap invasi Rusia, memiliki dampak politik dan ekonomi yang luas (Kompas.com, 2022).
Setelah ribuan kematian dan pemindahan lebih dari enam juta pengungsi Ukraina – dan dengan Rusia sekarang dituduh oleh komunitas internasional atas pelanggaran hak asasi manusia yang meluas – perang di Ukraina terus menarik perhatian global.Â
Seperti yang telah kita lihat dengan peristiwa-peristiwa besar dunia lainnya, banyak orang beralih ke berita televisi untuk informasi terbaru tentang konflik – yang menggambarkan resonansi media penyiaran yang berkelanjutan pada saat krisis. Ini mungkin tidak mengejutkan, terutama mengingat kekhawatiran tentang informasi palsu atau menyesatkan yang beredar di platform media sosial. Namun di beberapa negara, seperti AS dan Polandia, perhatian terhadap berita dari sumber online (termasuk situs berita mainstream dan alternatif serta media sosial) juga tinggi (BBC News, 2022).
Peran Indonesia dalam Mengakhiri Perang
Berdasarkan rivalitas Tiongkok dan AS atau dalam masalah Perang Ukraina, Indnesia sendiri tidak bisa mengambil cara keberpihakan.Â
Indonesia harus menjadi penengah bagi negara-negara yang berkonflik. Pertama, dengan urgensi Perang Ukraina, Jokowi di G20 sudah tepat menyatakan untuk menghentikan perang. Dalam suatu wawancara dengan seorang wartawan asing, Jokowi selalu menggunakan kata diskusi tanpa membuat ucaman yang menyalahkan salah satu pihak. Â Pernyataan yang Jokowi lontarkan ini jelas tidak mengandung keberpihakan baik ke Ukraina atau Rusia.Â
Indonesia menunjukkan pendirian dan independesinya untuk menyatakan apa yang menurutnya benar atau salah. Tentunya acuan ini berasal dari pembukaan UUD 1945 bahwa Indonesia harus menghapuskan penjajahan di atas dunia. Maka dari itu, Indonesia mengambil tindakan yang tegas untuk menghentikan perang. Kemudian, mengenai rivalitas Tiongkok dan AS, Indonesia tetap melandaskan cara berpolitiknya dengan politik bebas aktif dari Hatta. Politik bebas aktif ini sebenarnya terlihat dari keenganan Indonesia untuk ikut campur dalam rivalitas itu namun mengambil sisi kebermanfaatannya.
 Selama ini, meskipun kedua negara saling bertentangan, Indonesia justru mengambil kesempatan untuk bekerja sama yang dilakukan dari aspek-aspek yang sama maupun berbeda. Sebagai contoh, Indonesia sering melakukan kerjasama melalui pelatihan militer dengan Amerika Serikat serta melakukan kerja sama dengan China di bidang infrastruktur transportasi seperti kereta cepat Jakarta-Bandung.
Secara geopolitik, Indonesia pernah menghadapi ancaman pengambilan alih atau klaim Tiongkok atas Pulau Natuna. Ini sebenarnya adalah suatu ancaman yang bisa menimbulkan konflik antara Indonesia dan Tionkok. Akan tetapi, hal ini tidak menghambat Indonesia untuk terus bekerja sama dengan Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memandang rivalitas itu sebagai batasan bagi Indonesia untuk bekerja sama dengan banyak negara.Â
Meskipun di tengah pertempuran yang berlangsung antara Ukraina dan Rusia, Indonesia bahkan tetap melanjutkan hubungan militernya dengan Rusia melalui pengembangan teknik dan keamanan. Indonesia dalam berpolitik sebenarnya bisa dikatakan sedang membangun keamanan negaranya melalui kerjasama yang dilakukan sehingga negara yang lebih kuat akan ragu atau berpikir dua kali untuk mengganggu Indonesia berdasarkan pada kepentingan dan kerjasama yang dilakukan. Jalinan kerjasama yang era tantara Indonesia dan Rusia juga dilatarbelakangi dengan dukungan Rusia dari segi pertahanan dan militer. Ini berkaitan dengan sejarah yang mana Uni Soviet pernah membantu alutsista Indonesia terutama pesawat tempur. Ini semakin memperkuat alasan Indonesia untuk tidak menyinggung Rusia ketika perang dengan Ukraina terjadi.
Indonesia sebenarnya juga melakukan sejumlah strategi yang bisa meratakan kekuatan dan pengaruh di wilayah atau Kawasan Asia Tenggara dan Pasifik. Sebagai contoh, Indonesia di forum-forum ASEAN sering kali menyinggung mengenai kerjasama dengan negara-negara di Asia Pasifik terutama dalam segi ekonomi. Ini dilakukan Indonesia agar setiap negara yang terhimpun boleh bertanggung jawab satu sama lain dan tidak melakukan penyerangan. Di dalam negeri pun, Indonesia sudah mulai menunjukkan dominasi dan pendiriannya.Â
Ini terlihat dari bagaimana saham Indonesia di Freeport sudah lebih mendominasi dibandingkan dengan Amerika Serikat. Usaha ini membuktikan bahwa Indonesia tidak hanya berbicara kosong, namun sudah mulai menunjukkan pembuktian yang berasal dari Freeport. Indonesia sebisa mungkin menjauhi kerjasama yang sifatnya mengikat Indonesia sehingga Indonesia harus terpaksa melakukan keberpihakan. Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa Indonesia dalam geopolitiknya masih relevan dengan sistem politik bebas aktif karena negara ini selalu menggunakan netralitas.
Referensi:Â
BBC News. (2022). How many Ukrainian refugees are there and where have they gone? BBC News. https://www.bbc.com/news/world-60555472Â
Kompas.com. (2022). Serangan Rusia ke Ukraina Terbesar di Eropa sejak Perang Dunia II. Kompas.Com. https://www.kompas.com/global/read/2022/02/24/201500270/serangan-rusia-ke-ukraina-terbesar-di-eropa-sejak-perang-dunia-ii?page=allÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H