Jenjang SMA (sekolah menengah atas) pada tahun 2022 menjadi salah satu yang cukup tinggi angka putus sekolahnya yaitu 1,38%. Di sisi lain pada jenjang sekolah menengah pertama, 1,06% anak tidak bisa melanjutkan sekolah. Jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada solusi yang bisa diberikan. Dampak terburuknya akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat seperti kemiskinan, kenakalan remaja, serta peningkatan kriminalitas karena tingginya tingkat pengangguran akibat kurangnya pendidikan yang didapat.
Salah satu contoh kasus anak putus sekolah yang terjadi di Indonesi adalah yang ada di pesisir selatan Sumatera Barat. Dimana ribuan anak keluarga miskin disana mengalami putus sekolah. Data menunjukkan jumlahnya mencapai sekitar 5.988 orang. Yudi Yos Elvin selaku Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) mengatakan bahwa pendidikan adalah sektor yang sangat penting dalam peningkatan kesejahteraan dan pertumbuhan dalam ekonomi masyarakat yang bisa dilakukan melalui kemajuan produktivitas kerja serta sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
Dikonfirmasi oleh Data TNP2K juga bahwa terdapat 40.517 orang anak keluarga miskin yang berusia cukup untuk menempuh pendidikan sekolah, namun 5.988 diantaranya tidak mampu menempuh pendidikan dengan sebagian besar di antaranya merupakan anak berusia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Pada jenjang sekolah dasar pun sekitar 99,96 persen dan turun pada jenjang SMP turun menjadi 96,75 persen dan SMA hanya 82,17 persen. Fenomena tersebut bisa dikatakan merupakan akibat dari masih gagalnya pelaksanaan program wajib belajar di daerah tersebut.
Padahal, jenjang pendidikan dasar adalah masa dominan bagi seorang anak karena di masa itulah mereka mendapatkan pendidikan-pendidikan yang dibutuhkan dalam jangka panjang seperti berhitung, membaca, menulis, serta kemampuan untuk berinteraksi. Bermacam kemampuan inilah yang nantinya menjadi bekal untuk bisa hidup bermasyarakat. Dengan mendapat pendidikan dasar pula seorang anak bisa memiliki dasar kecerdasaran dan ilmu untuk pendidikan di jenjang selanjutnya.
Turunnya jumlah anak yang bisa menempuh pendidikan sebenarnya disebabkan oleh banyak hal. Yang pertama adalah faktor pemahaman orangtua mengenai pendidikan. Sebagian besar anak tentunya masih awam mengenai pendidikan serta belum bisa mengambil keputusan sendiri. Inilah yang menyebabkan hampir semua perjalanan hidup seorang anak tergantung terhadap pemikiran orangtuanya terhadap sesuatu. Orangtua yang memiliki kualitas pendidikan mumpuni tentunya ingin anaknya juga bisa menempuh pendidikan  serius. Sebaliknya, orangtua yang tidak memiliki riwayat pendidikan tinggi cenderung menganggap bahwa pendidikan bukanlah suatu hal yang cukup penting. Inilah mengapa keadaan orangtua memengaruhi kondisi anak dalam berbagai aspek, salah satunya adalah pendidikan.
Selain itu, faktor kedua yang tidak kalah penting adalah ekonomi keluarga. Meskipun saat ini sudah banyak program pemerintah yang bertujuan untuk membiayai para anak yang tidak mampu untuk bisa menempuh pendidikan, program ini belum terlalu merata sehingga masih banya masyarakat yang tidak terjangkau. Mayoritas pekerjaan masyarakat pesisir yang hanya sebagai nelayan tentu memberikan harapan kecil untuk bisa membuat anak-anak mereka menempuh pendidikan tinggi.
Beberapa ahli mengutarakan pendapat bahwa sebenarnya cara paling efektif dalam menciptakan suatu minat terhadap subjek baru adalah memakai minat-minat yang telah ada. Ini juga merupakan salah satu faktor mengapa banyak anak yang mengalami putus sekolah. Sebagian anak merasa kurang berminat untuk sekolah karena kurangnya informasi mengenai pendidikan yang mereka dapatkan baik dari orangtua maupun sumber lainnya. Akibatnya, mereka melihat pendidikan sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting. Oleh karena itu, dukungan dari orangtua serta banyak sumber diperlukan dalam pemberian semangat kepada seorang anak mengenai pentingnya pendidikan.
Yang terakhir dan juga memberikan pengaruh cukup besar adalah pandangan masyarakatnya sendiri terhadap pendidikan. Pendidikan adalah salah satu jalan sebuah proses kehidupan bisa dilewati lebih mudah. Hal ini disebabkan banyak kesempatan untuk bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak serta mendapat tempat lebih tinggi jika kita memiliki riwayat pendidikan yang mumpuni.
Lingkungan masyarakat adalah rumah bagi berbagai orang yang berbeda agama, budaya, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Kondisi lingkungan sangat memengaruhi semangat anak untuk melanjutkan sekolah. Besarnya pengaruh anak yang tidak bersekolah juga mempengaruhi anak yang datang ke sekolah menjadi putus sekolah. Efek putus sekolah biasanya karena cara bermain anak yang berbeda. Banyaknya permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak yang tidak bersekolah juga mendorong anak-anak lain untuk bermain dan lupa belajar di sekolah. Pengaruh anak yang tidak sekolah membuat anak yang bersekolah terus melakukan hal yang membuat anak malas sekolah. Saat orang tua berusaha melindungi anak-anak mereka dengan menyuruh mereka menjauh dari teman-teman tertentu, mereka harus menyadari bahwa kadang-kadang hal ini hanya mendorong anak-anak mereka untuk mencari panutan yang negatif. Orang tua hendaknya mendukung anaknya dan memimpin kegiatan dan kegiatan yang positif agar anak dapat berpikir ke arah yang positif dan tidak mengikuti keburukan teman-temannya di luar sekolah.
Beberapa faktor di atas adalah penyebab jumlah anak yang mengalami putus sekolah semakin meningkat setiap tahunnya. Ini merupakan permasalahan serius yang harus segera diatasi karena berperan besar terhadap kondisi negara dan masyarakat di masa depan. Dengan kurangnya pendidikan yang tidak didapat, bukan hanya kemampuan akademik setiap inidividu yang berkurang, tetapi aspek psikologis seseorang dalam bisa berinteraksi dan menghadapi masalah dalam hidup juga akan berpengaruh besar sehingga bisa menyebabkan kekacauan di masa depan.
Kasus di atas memberikan bukti bahwa permasalahan putus sekolah bisa berdampak besar terhadap kehidupan masyarakat. Dengan banyaknya orang yang tidak memiliki pendidkan mumpuni akan membuat jumlah pengangguran meningkat serta menimbulkan masalah seperti kenakalan remaja, kriminalitas, dan kemiskinan. Kasus tersebut sudah banyak terjadi juga termasuk pada daerah pesisir selatan Sumatera Barat. Begitu banyak anak yang putus sekolah karena kekurangan biaya serta kurangnya kesadaran masyarakat disana akan pentingnya pendidikan.