Dari Tanjung Luar Lombok Timur, perjalanan bemula. Kala itu, kawasan langit di ufuk Timur tampak memerah jingga. Saya dan lima orang teman bergegas naik ke atas perahu. Perahu bermesin yang sudah setengah jam menunggu kami untuk menjelajahi laut bagian barat Tanjung Luar, hingga menembus ke sebuah gili, yaitu Gili Sunut.
Sekitar setengah jam merapatkan diri di atas perahu. Tak dirasa, perahu kami mendekati gugusan gili-gili. Dari kejauhan, deretan gili itu tanpak seperti barisan pebukitan hijau yang saling bergandengan. Bentangan pasir putih layaknya tepung terigu menjadi tepian dari gili itu.
Tak lama kemudian, perahu kami bergeser ke arah kanan, mengikuti gugusan gili yang elok. Kesempatan ini kami manfaatkan untuk menyaksikan tepian pasir putih yang luar biasa eloknya.Â
Tiba di bentangan pasir putih, kami menyusuri tepian gili itu sembari mencari jalan pintas menuju ke atas, yaitu di bekas perkampungan nelayan, daratan Gili Sunut. Kami pun melintas di tengah padang ilalang yang tinggi, adalah savanna yang begitu elok.Â
Kami mengabadikan pesona savana itu dengan menggunakan camera. Tak lama kemudian, kami pun tiba di ujung Gili Sunut, tepatnya di pinggir tebing paling atas.
Di atas pinggir tebing Gili Sunut, Â sensasi gili-gili di tengah laut tampak mempesona. Julangan tebing di setiap gili tampak tinggi alami. Air laut yang begitu biru tampak tenang, hanya bilangan perahu kecil yang bergerak di atasnya sehingga terbentuk goresan putih di permukaan laut. Pada bagian selatan, saya leluasa melihat beranda depan Pantai Pink yang mengikuti garis pantai.
Dari kejauhan, para pengunjung Pantai Pink tampak sibuk bercenkerama dengan air pantai yang terkenal dengan warna pinknya. Tak jauh dari tempat saya bertengger, bentangan pasir putih yang panjang layaknya kapas putih berserak tampak jelas di tepian Gili Petelu.
Tak lama di pinggir tebing itu, seorang teman mengajak untuk menapaki jalan menyerupai lorong di tengah padang ilalang menuju ke arah bibir pantai. Lorong itu ternyata menuntun kami mencapai sebuah pohon besar yang cukup dipakai untuk berteduh di bawahnya. Kami pun istirahat sejenak sembari melepas dahaga.
Satu jam istirahat di bawah pohon, kami pun bergerak perlahan melintas di tengah padang ilalang menuju bibir pantai. Sejurus kemudian, saya bersama teman-teman turun di tepi pantai.Â
Belahan pantai di bagian timur Gili Sunut menyimpan keelokan nyata. Air laut jernih, bawah laut yang subur serta fasadnya yang berlanskap ganda: pantai berpasir putih dan tebaran batu aneka rupa.
Banyak hal yang bisa dilakukan di Gili Sunut, selain bermalas-malasan di tepi pantainya, kita pun bisa bersnorkeling, diving, memancing hingga berjalan kaki melintasi padang ilalang yang cukup luas di dataran gili ini. Tapi satu yang paling ditunggu-tunggu orang ketika berada di gili ini adalah ketika air laut lagi turun, sebab kita dapat melihat bentangan pasir yang timbul dari tepi gili ini hingga ke perkampungan baru yang ada di seberang laut. Berarti pula kita dapat berjalan kaki di sepanjang bentangan pasir itu sembari memungut aneka rupa kerang-kerangan buat oleh-oleh.
Untuk bisa melihat timbulnya bentangan pasir yang panjang di Gili Sunut adalah biasanya pada waktu pagi hingga siang. Pada waktu sore hingga petang, debet air laut di sekitar gili ini akan kembali bertambah atau naik.
Keindahan bawah laut di tepi pantai Gili Sunut sungguh luar biasa eloknya. Warna-warni biota laut tampak jelas dari kaca mata "sonorkeling". Saya tak bisa menghitung jumlah spesies ikan yang berada di sekitar saya. Jelasnya, ikan-ikan itu beragam bentuk dan penuh warna-warni.Â
Saya pun terkadang menyentuh terumbukarang yang ada di sekitar saya, namun saya menghidar dan kembali mengamati ragam bentuknya serta warna-warninya yang begitu mempesona. Tapi suatu yang lebih menabjukkan saya di kawasan pantai ini adalah ketika menemukan bintang laut berwarna biru yang luar biasa eloknya. Sebab di kawasan pantai lain, saya hanya selalu bertemu dengan bintang laut berwarna jingga.
Waktu tak begitu dirasa. Kami pun puas bermain dengan snorkeling. Matahari mulai condong ke barat, dan kami pun segera beranjak ke atas untuk menyalin pakain.
Kembali melintas di tengah padang ilalang, kami pun akhirnya menuruni sebuah tebing yang cukup terjal hingga berhasil tiba di belahan pantai bagian selatan. Sejurus kemudian, satu persatu kami bergerak memasuki ruang perahu yang berjam-jam lamanya menunggu kedatangan kami.
Tak lama kemudian, perahu kami berada di depan Pulau Maringkik. Tapi perahu kami tidak mengarah ke Pulau Maringkik, yaitu salah satu pulau kecil  di Lombok Timur yang cukup terkenal sebagai pulau terpencil yang unik. Perahu kami langsung menuju ke dermaga Tanjung Luar yang terletak di Kecamatan Kruak, Kabupaten Lombok Timur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H