“Aku ada karena aku berpikir”, demikian kata pematung terkenal Auguste Rodin berabad-abad silam yang kemudian dimanifestasikan dalam karya nyatanya berupa patung berjuluk “the thinker”. Awalnya saya berpikir bahwa berpikir dan berindak adalah dua hal yang berbeda, maksud saya, saat anda tengah berpikir, maka anda tidak melakukan aktivitas apa-apa selain berpikir. Tesis ini mengamini ungkapan yang sering kita dengar, yaitu berpikirlah sebelum bertindak agar apa yang kita lakukan dapat memperoleh hasil maksimal. Belakangan—dalam perspektif yang berbeda—terkadang tindakan-tindakan kita tidak perlu dipikirkan sebelumnya sebab semuanya bekerja secara otomatis. Bahkan seseorang dapat saja bertindak dulu lalu berpikir. Sebagai contoh anda tidak perlu berpikir setiap kali bangun tidur hanya untuk menentukan apakah harus sikat gigi atau tidak. Semuanya telah digerakkan oleh pikiran otomatis kita yang bekerja karena rutinitas. Artinya, bisa saja tindakan-tindakan kita dilaksanakan karena dorongan naluri dan kebiasaan (habit) tanpa harus berpikir serius sebelumnya. Ya, pikiran kita memang problem solver, tidak salah jika sering kita dengarkan bahwa pikiran manusia ibarat parasut ia akan terus berkembang saat digunakan. Artinya, sering-seringlah digunakan agar Anda bisa menghasilkan pikiran-pikiran besar. Fakta ini juga didukung oleh temuan ilmuman bahwa mereka yang aktif berpikir akan terhindar dari kepikunan dini.
Namun, berpikir terencana atau sistematis seperti dalam metode ilmiah jelas berbeda dengan berpikir spontan yang mengandalkan naluri dan rutinitas, tapi yang pasti otak kita tidak akan pernah berhenti berpikir, walau sejenak. Beberapa pakar menegaskan bahwa meskipun manusia tertidur, aktivitas otak mereka tetap berjalan, dan salah satu penjelasannya adalah melalui mimpi dialami oleh hampir seluruh umat manusia. Singkatnya, memang benar kata Rodin di atas bahwa manusia dan berpikir adalah dua sisi tak terpisahkan. Memisahkan manusia dari aktivitas berpikir sama halnya memisahkan raga manusia dari jiwanya.
Meskipun aktivitas berpikir manusia selalu menyisakan celah untuk diperdebatkan seiring kemajuan ilmu filsafat dan kedokteran, namun bagi orang awam berpikir bukan saja karena mereka ingin berpikir tentang sesuatu atau berpikir untuk memecahkan masalah tertentu, melainkan kadang-kadang pikiran tertentu lahir melalui proses “tak diundang”, alias hadir dengan sendirinya. Sebagai contoh beberapa hari yang lalu, saya menemui orang tua saya yang kelihatannya tengah berpikir keras. Saya pun menyapanya sambil berkata “apa yang sedang bapak pikirkan?” Sang bapak lalu berkata, “saya sedang memikirkan anak-anak saya”. Mendengar jawaban tersebut saya pun spontan berkata, “dipikirkan apalagi pak, mereka semua sudah berkeluarga dan bekerja dengan pendapatan yang layak, mereka semua sudah berhasil, berkat kerja keras bapak selama ini, saatnya bapak memikirkan diri sendiri dan tidak perlu lagi mengkhawatirkan kehidupan mereka”. Mendengar jawaban tersebut bapak saya lalu berkata “iya ya, benar juga buat apa saya memikirkan kalian lagi, tapi saya tidak tahu juga mengapa saya suka memikirkan kalian, ini pikiran tak diundang”, jawabnya sambil tersenyum.
Pikiran tak diundang? Saya belum tahu, apakah ini sejenis lamunan atau bukan, namun saya yakin semua pernah mengalaminya. Apalagi bagi orang tua yang memiliki banyak anak dan mereka hidup terpisah diperantauan seperti orang tua saya. Banyak pikiran-pikiran sering menggelanyut berisi rasa kekhwatir jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan pada anak-anaknya. Padahal hampir 90% kekhawatiran kita dalam hidup ini tidak pernah benar-benar terjadi. Berpikir apa pun itu, positif atau negatif tetapkah aktivitas berpikir, keduanya muncul bersamaan, dan hanya kekuatan dan perspektif manusianyalah yang akan menentukan sebuah pikiran akan condong kesalahsatunya. Dan, semua tergantung pada kualitas individunya, apakah mereka akan dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif atau sebaliknya. Pikiran tak diundang bisa saja berupa dugaan dan prasangka atau bisa pula motovasi dan keberanian. Sebagai pemilik kemampuan berpikir, sudah sewajarnya manusia memiliki kontrol atas keduanya meskipun hal tersebut tidak mudah.
Pikiran otomatis, lamunan, pikiran tak diundang atau apaun namanya seharusnya bisa menjadi ilham untuk melalui hari-hari secara positif, memberi energi dan mengispirasi untuk kebaikan. Tidak salah jika kita kerap mendengar petuah berbunyi berpikir sederhana dan bertindaklah. Yang berarti bahwa keduanya bisa sinergis dan menghasilkan asalkan dilakukan secara efektif. Pikiran-pikiran besar tanpa tindakan nyata hanya akan jadi mimpi, sebaliknya pikiran sederhana disertai tindakan nyata (yang positif tentunya) akan memberi efek positif bagi kehidupan ini.
Selamat berpikir!
Bone, Des 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H