Mohon tunggu...
Andi Liza Patminasari
Andi Liza Patminasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Independent blog writer

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kuliner Segar Khas Scheveningen, Belanda

24 Oktober 2012   09:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:27 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

My first trip to Holland was supposed to be an another well-plan trip. Namun liburan yang direncanakan bisa jadi tidak sesuai rencana, dan sebaliknya liburan yang tidak direncanakan bisa jadi sangat menyenangkan. Liburan di awal musim panas di tahun 2011 ke negara kincir angin ini memang tidak mungkin dapat dilupakan. Saya sengaja membeli tiket jauh-jauh hari dari Aix-en-Provence, Perancis, ke Belanda hanya dengan 60€ saja, termasuk murah mengingat jarak yang begitu jauh. Well, bagi kamu yang tidak begitu mengenal kota Aix-en-Provence, saya akan memperlihatkannya melalui gambar peta di bawah ini. So now, can you imagine how far is it! Saya harus transit di Marseille, untuk menaiki kereta langsung ke Paris, yakni di Paris Gare de Lyon, lalu menaiki metro untuk pindah stasiun di Gare du Nord, baru kemudian menaiki kereta talys jurusan The Hague, Belanda. Perjalanan baru yang penuh tantangan, terutama ketika saya hanya punya 2 detik untuk loncat ke kereta yang akan mengantarkan saya ke Belanda. Saya pun sampai Belanda dan dijemput oleh teman-teman PPI Den Haag di stasiun Hollands Spoor,   saat itu saya merasa bahwa saya berada di tahun 90an, tram di kota ini sepertinya memang dijaga kekunoannya,sangat berbeda dengan bentuktram yang ada di Perancis yang sudah berbentuk kontemporer. Bentuk rumahnya pun berbeda, tembok-tembok rumah dibangun dengan menggunakan batu bata dan kemudian di poles dengan berbagai macam warna. Tentu saja berbeda dengan hampir sebagian besar bentuk rumah di Perancis yang satu sama lainnya memiliki banyak kesamaan, dari mulai bentuk, model bahkan cat tembok. Di Den Haag, kamu dapat dengan mudah menemukan rumah yang dimaksud hanya dengan melihat warna rumahnya. Jika diperhatikan lebih detil lagi, rumah-rumah di Belanda terkesan lebih terbuka, bagaimana tidak setiap rumah biasanya memiliki jendela kaca yang besar, dann mereka membiarkannya terbuka tanpa tirai yang tertutup, dengan begitu kita pejalan kaki bisa dengan mudahnya melihat isi rumah sang empunya. Selintas saya bertanya-tanya, apakah mereka tidak takut akan ada pencuri masuk di siang hari? Sungguh aneh. Selain dibiarkan terbuka, biasanya dari luar jendela, mereka memajang berbagai pernak-pernik rumah, pajangan, atau bunga di pinggiran dalam jendela, seperti layaknya etalase di toko-toko. Sungguh menarik bukan? Bagi kamu pecinta jendela, kota Den Haag bisa menjadi salah satu kota yang wajib dikunjungi untuk wisata "jendela". Seperti yang sudah direncanakan, keesokkan harinya saya pun berangkat menuju halte bis yang akan mengantar saya dan teman saya ke Landgraaf. Kami berencana menonton Pink Pop Festival di mana Coldplay menjadi salah satu pengisi acaranya. Sebuah konser yang sudah kami tunggu-tunggu bagi kami para penggemar Coldplay. Namun, ketidak beruntungan dimulai disini, para pengunjung yang cukup banyak membuat kami tidak kebagian tempat di depan panggung utama, ditambah lagi tipikal ukuran tubuh orang Indonesia yang sangat kecil dibandingkan orang Belanda, membuat kami sangat tidak beruntung. Jangankan untuk melihat konser, untuk bernapas pun cukup sulit. Apalagi dengan dilegalkannya marihuana di tanah Belanda, hampir semua orang disekitar kami merokok dengan marihuana, dan alhasil kami pun terpaksa menghisap asapnya. Sangat menyiksa bagi kamu yang tidak biasa merokok atau alergi dengan asap rokok seperti saya. Well, walaupun sedikit tidak beruntung namun kebaikan tetap datang kepada kami, seorang pria Belanda yang tinggi besar sepertinya prihatin melihat kami yang begitu kecil dan terjepit, dia pun menawarkan kami untuk menikmati konser dengan naik ke atas pundak mereka. Akhirnya perjalanan kami ke Landgraafpun terbayar. Namun, ketidak-beruntungan itu ternyata masih belum mau pergi menghantui saya dan teman-teman saya, walaupun hampir sebagian besar orang Belanda bisa berbahasa inggris, kali ini kami kurang beruntung, supir bis festival kami ternyata tidak bisa berbahasa inggris, sehingga menyulitkan kami untuk berkomunikasi dengannya untuk menemukan bis yang akan mengantarkan kami kembali ke Den Haag. Awalnya kami memutuskan untuk bermalam di hostel, namun kota Landgraaf yang begitu kecil membuat kami kesulitan menemukan hostel malam itu, ditambah lagi dengan adanya festival, hampir semua hotel dan hostel terisi penuh. Kami pun memutuskan untuk bermalam di stasiun. Tidak seperti yang kami bayangkan, stasiun di kota ini sangatlah kecil, mereka hanya memiliki tempat pembelian karcis seperti loket dan pintu masuk yang sangat kecil. Sangatlah tidak memungkinkan untuk bermalam disana. Taxi adalah jalan terakhir, setelah melakukan negosiasi akhirnya seorang supir taxi bersedia mengantar kami hingga Den Haag tanpa argo, kami hanya dikenakan harga 100€ per orang untuk dapat sampai ke Den Haag. Sesampainya ke Den Haag setelah lumayan lama tertidur pulas di dalam taxi, saya sempat melihat router argo yang berjalan, dan ternyata supir taxi kami benar-benar baik hati, seandainya dia tidak menawarkan untuk tidak memakai argo jumlah yang harus kami bayarkan bertiga adalah sebesar 500€. Sungguh pengalaman yang tidak menyenangkan.

wisata kuliner "harring" Saya yang sudah berencana untuk berkunjung ke Amsterdam, harus membatalkan kunjungan tersebut karena sudah kehabisan kocek untuk liburan. Saya pun memutuskan untuk tinggal di kediaman kerabat orang tua angkat saya di Perancis untuk bersilaturahmi. Namun, alangkah baiknya keluarga itu, mereka pun mengajak saya berjalan-jalan ke Scheveningen, sebuah subdistrict di kota Den Haag. Menikmati indahnya pantai di Scheveningen, pelabuhan, mercu suar dan yang paling tidak terlupakan adalah menyantap kudapan tradisional khas Scheveningen, ikan harring segar yang dimakan mentah-mentah bersama irisan tipis bawang bombay. Ikan ini adalah ikan yang berasal dari perairan Samudra Atlantik. Bagi kamu pecinta ikan segara, menurut saya pribadi,  ikan ini lebih nikmat dibandingkan irisan salmon segar. Tidak hanya itu saja, saya pun diajak menikmati kudapan khas pantai lainnya, seperti berbagai macam fried seafood, dengan cita rasa yang cocok dengan lidah Indonesia. So, untuk kamu para penggemar kuliner ikan, jangan lupa mampir ke kota Scheveningen. Kota pelabuhan yang ramah, indah dan hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun