Mohon tunggu...
andi darpanio
andi darpanio Mohon Tunggu... Foto/Videografer - fotografer

suka moto

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menghargai Hak Beribadah Sebagai Tanggungjawab Kebangsaan

21 Desember 2024   12:03 Diperbarui: 21 Desember 2024   12:03 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Natal kita sering disodorkan  cerita kepahlawanan seorang Riyanto yang merupakan anggota Barisan Anshor Serbaguna (Banser) yang berinduk dari Gerakan Pemuda Anshor dan Nahdatul Ulama. Pada saat malam Natal tahun 2000, sebuah kantong mencurigakan ada di gereja Eben Haezer Mojokerto  Jawa Timur dan dibawa keluar oleh Riyanto.

Saat membawa keluar itulah orang-orang sadar bahwa itu sebuah bom, namun terlambat bagi Riyanto untuk menjauhdari bend aitu. Riyantopun tewas. Gerakan Peduli Pejuang Republik Indonesia (GPPRI) menobatkan Riyanto sebagai pejuang kemanusiaan. Selain memberikan piagam pejuang kemanusiaan, GPPRI juga memberikan santunan kepada keluarga Riyanto.

Tahun 2000-an memang awal dari sejumlah tragedi terorisme yang banyak mempersoalkan agama dan etnis (asing / Non Indonesia) Kita mencatat pada tahun yang sama, ada beberapa daerah di Indoensia juga terjadi bom semisal di Sulawesi Tengah (Poso) , Medan, Jakarta yang menyasar beberapa kantor Asing /kedutaan. Lalu bom bali 1 meledak pada tahun 2002. Saat itu kita tersadar bahwa kita dihadapkan pada gerakan anti etnis dan anti agama yang sangat serius. Setelah itu ada bom di Jakarta, bom di beberapa daerah lainnya, juga Bom Bali 2 yang mencengangkan banyak orang.

Satu dekade setelah Riyanto tewas, peristiwa terorisme masih saja menghantui Indonesia. Ini diperparah dengan provokasi ISIS yang sedang menjaring simpatisan untuk melawan pemerintah Suriah. Pada tahun 2011-2014, banyak orang Indonesia yang terbujuk untuk berangkat ke Suriah dan meninggalkan apa yang mereka punya di Indoensia. Namun pada 2019, akhirnya ISIS harus mundur dan banyak sekali orang Indoensia yang tertinggal di Suriah. Mereka adaalh korban provokasi ISIS.

Selama lima tahun ini radikalisme dan terorime sedang lama surut. Tapi penangkapan terhadap terduga terorisme sangat banyak. Kenyataan ini menunjukkan bahwa intoleransi masih kental di banyak orang dan diikuti oleh radikalisme dan terorisme. Terutama, menjelang Natal, narasi ini bisa digunakan oleh kelompok radikal untuk memprovokasi umat Islam di Indonesia agar melihat perayaan agama lain sebagai ancaman terhadap Islam. InI tantangan kita.

Riyanto mungkin seorang sederhana yang punya nilai-nilai Pancasila yang sangat kuat. Dia tidak hanya menjaga keamanan, tetapi juga melindungi Indonesia dari pengaruh ideologi transnasional yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar bangsa. Semoga itu juga tercermin pada kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun