Mohon tunggu...
Andik Prastya
Andik Prastya Mohon Tunggu... Guru - Guru, CGP

Pelajar dan Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bersama Membangun Budaya Positif di Sekolah

23 Desember 2022   07:00 Diperbarui: 23 Desember 2022   07:05 2318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada posisi manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid. Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua.  Murid sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan bimbingan guru.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi teman atau pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi atau berkolaborasi, namun perlu disadari tujuan akhir seorang guru adalah pencapaian posisi manajer, di mana di posisi inilah murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman, dan aman.

Restitusi

Seluruh tindakan manusia memiliki tujuan tertentu. Ketika seorang murid melakukan suatu perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kebajikan, atau melanggar peraturan, hal itu sebenarnya dikarenakan mereka gagal memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar manusia, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Langkah awal adalah identifikasi kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi, kemudian melakukan langkah-langkah restitusi.

Sudah saatnya kita perlu meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya berbentuk hukuman atau konsekuensi. Imbas dari Tindakan ini adalah memunculkan motivasi ekstrinsik murid, untuk menghindari ketidaknyamanan atau mendapatkan imbalan yang hanya mampu berefek jangka pendek dan menghasilkan ekses negatif dalam jangka panjang.

Alternatif tindakan positif seharusnya mendasarkan tindakan murid pada motivasi intrinsik, menghargai diri sendiri dan menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai. Alternatif pendekatan disiplin positif inilah yang dinamakan Restitusi.

Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen;1996).

Pendekatan Restitusi fokus untuk mengembangkan motivasi intrinsik pada murid daripada motivasi ekstrinsik, untuk belajar dari kesalahan, membimbing murid melakukan refleksi diri, mengutamakan solusi bukan kesalahan, mengembalikan identitas murid gagal menjadi berhasil, dan restitusi adalah tawaran bukan paksaan. Penekanannya bukan pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.

Gambar. Alur Segitiga Restitusi (Dokpri) 
Gambar. Alur Segitiga Restitusi (Dokpri) 

Bersama Berubah

Seorang guru yang meyakinkan dirinya untuk mengambil peran sebagai pemimpin pembelajaran dapat secara nyata menggerakkan komunitas praktisi, menjadi coach bagi guru dan mendorong kolaborasi antar guru untuk bersama-sama mewujudkan budaya positif. Peran ini dapat diwujudkan apabila guru tersebut memiliki nilai-nilai mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun