Mohon tunggu...
Andiko Nanda Fadilah
Andiko Nanda Fadilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosioogi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pedagogi Alternatif dalam Menghadapi Learning Loss di Indonesia

1 November 2022   19:03 Diperbarui: 1 November 2022   19:06 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PEDAGOGI ALTERNATIF DALAM MENGHADAPI LEARNING LOSS DI INDONESIA

ANDIKO NANDA FADILAH

Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta

andikonf189@gmail.com

PENDAHULUAN

Pembelajaran tatap muka dialihkan menjadi daring demi keselamatan semua pihak. Langkah ini bukan suatu kesengajaan, tidak ada yang menginginkannya pula karena tidak ada satupun jaminan bahwa substansi materi pembelajaran dan esensi mendidik peserta didik dapat terpenuhi.

Sebagai negara yang masih berkembang, Indonesia masih sarat akan disparitas teknologi, seperti yang diberitakan CNN (2022) bahwa Menkominfo menjelaskan saat ini wilayah blankspot masih menyelimuti 12.548 desa.

Hal tersebut terbilang menyedihkan karena desa tersebut bukan hanya desa di daerah 3T, melainkan juga termasuk di desa dengan pembangunan ekonominya sudah baik. Pandemi dan disparitas teknologi menjadi perpaduan yang sempurna dalam terjadinya learning loss serta bahaya tidak terlihat yang tidak pula disadari. 

Haryati (2022) menyatakan bahwa learning loss merupakan kondisi sebagian kecil atau sebagian besar capaian hasil belajar peserta didik hilang akibat terhentinya atau terganggunya proses pembelajaran di sistem pendidikan.

Melalui tulisan ini, penulis akan berdiri pada sisi kesatuan sosial di masyarakat yang saat pandemi mengalami patologi atau sedang "sakit", dengan menggunakan konsep sosialisasi sebagai salah satu konsep dasar-dasar ilmu sosial. 

Penulis juga akan menggunakan buah pikiran dari Hidayat (2014) tentang definisi pendidikan yang dikemukakan dalam konsep sosiologi, yakni: 1. Pendidikan untuk mendapatkan peran sosial; 2. Pendidikan sebagai sebuah metode sosialisasi orang dewasa kepada generasi muda; 3. Pendidikan sebagai metafora hipnosis.

BAGIAN TEMUAN DAN ANALISIS

Saat ini, tidak ada yang lebih berbahagia menyambut pembelajaran tatap muka selain stakeholder pendidikan yang sudah menanti sejak lama.

Siapa yang menyangka kalau kemunculan Covid-19 di Wuhan, Tiongkok yang semula dikira penyakit flu biasa karena kultur kuliner menjadi pandemi yang dampaknya sangat merepotkan hingga seluruh dunia?  Pandemi yang menjatuhkan banyak korban jiwa tersebut telah berhasil menjadi patologi sosial dan memaksa masyarakat menciptakan normal baru dalam berinteraksi.

Interaksi tidak menjadi nyata dan berpindah ke medium maya--sebuah medium yang diawal kemunculannya selalu diragukan dengan narasi "menjauhkan yang dekat". Sendi-sendi kehidupan konvensional dipaksa beradaptasi dengan cepat untuk segera beralih ke medium maya, beberapa bertahan dan sebagian banyak yang kandas. 

Ketakutan terus bersuara dan disuarakan, begitupun dengan ketidakpedulian yang semakin menunjukkan dirinya secara harfiah.

Hingga tulisan ini ditulis, pembelajaran sudah 100% tatap muka ditambah dengan aktivasi kembali kegiatan ekstrakurikuler dan pendidikan informal. Seharusnya, jika dibandingkan dengan semua akivitas yang kembali normal, sektor pendidikan-lah yang harus mendapatkan perayaan paling megah, mengingat perjuangan untuk terus-menerus memerpanjang napas pendidikan tidak pernah mengenal kata mudah, sekalipun berada dalam keadaan yang ideal.

Terhitung sudah 2 tahun pandemi berjalan, selama itu pula huru-hara dalam pendidikan yang dilaksanakan daring tidak kalah riuhnya. Perjalanan panjang para guru, tenaga pendidik sukarelawan, dan stake holders yang bekerja keras untuk tidak memutus rantai pendidikan kepada peserta didik saat masa-masa tersulit demi meminimalisir kasus aktif sangat menjadi tindakan heroik. 

Pasalnya, kegiatan mendidik tidak seharusnya hanya menyampaikan materi, melainkan juga mendidik perilaku, dan bayangkan saja tetap harus melakukan tugas tersebut yang dihadapkan dengan hidup dan mati.

Banyak berita yang menyoroti tentang disparitas teknologi, yang selanjutnya menjadi rintangan guru dalam menyelenggarakan pembelajaran asinkronus atau PJJ.

Kasih (2020) memberitakan bahwa tidak semua murid memilki gawai untuk mengikuti PJJ, dan jika ada, disparitas teknologi menjadi penghalang berikutnya, yakni tidak adanya sinyal di wilayah Indonesia selain kota-kota besar, sehinga bantuan kuota yang diberikan Kemendikbud menjadi tidak efektif.

Masalah menjadi lebih pelik di wilayah Indonesia timur yakni Papua. CNN Indonesia (2020) memberitakan keadaan di sana yang sangat terbatas medianya (listrik, internet, dan gawai), birokrasi (tidak adanya pemfokusan ulang dana pendidikan), tenaga pendidik (18 ribu guru untuk 600 ribu murid dan hanya dapat menyelenggarakan pelatihan sebanyak 500-800 guru), alih teknologi (pengoperasian gawai pada murid dan guru, serta 31,46% wilayah belum terfasilitasi internet), dan penyediaan solusi yang tidak mumpuni (pemetaan survei kesulitan fasilitas).

Pembelajaran dan pendidikan yang ideal seperti terpukul lalu regress ke belakang. Hidayat (2014: 90) menyatakan bahwa definisi pendidikan adalah: 1. Pendidikan untuk mendapatkan peran sosial; 2. Pendidikan sebagai sebuah metode sosialisasi orang dewasa kepada generasi muda; dan 3.

Pendidikan sebagai metafora hipnosis. Linton (dalam Sunarto, 2005: 52) menjelaskan bahwa peran sosial adalah invididu ketika menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya.

Maka dari kedua definisi di atas, pendidikan merupakan cara untuk membentuk individu menjadi seseorang yang memiliki status di masyarakat yang dengannya, masyarakat dapat bergerak menuju keharmonisan sosial. Lalu pendidikan sebagai metode sosialisasi adalah medium untuk melestarikan nilai dan norma yang ada di masyarakat dalam upaya untuk menjaga eksistensi masyarakat tersebut. Pendidikan merupakan satu dari empat agen sosialisasi bersama keluarga, teman sebaya, dan media massa.

Metafora merupakan kata kiasan dan hipnosis merupakan keadaan yang tidak sadar atau terhipnotis dan tidak berada dalam dunia asli. Dalam poin definisi ini, Hidayat mengutarakan kritiknya yang berdasar pada sudut pandang sosiologis, bahwa sekolah telah berjalan jauh dari cita-cita esensialnya, yakni untuk membebaskan manusia dari masalah yang ia hadapi (kebodohan, kemiskinan, dan lain-lain) dan untuk memanusiakan manusia. Secara sosiologis, pendidikan di lapangan hanya berupa transfer materi tanpa benar-benar mengindahkan esensinya.

Definisi kritis tersebut nampaknya diambil dari pengamatan secara sosiologis di lapangan yang mana sekolah-sekolah banyak yang merefleksikan hal tersebut. Lantas ketika dihadapkan dengan permasalahan teknis karena pandemi, learning loss akan bertambah parah. 

Haryati (2022) menyatakan bahwa learning loss merupakan kondisi sebagian kecil atau sebagian besar capaian hasil belajar peserta didik hilang akibat terhentinya atau terganggunya proses pembelajaran di sistem pendidikan.

McEachin dan Attebary (dalam Haryati, 2022) menjabarkan penelitian bahwa akibat learning loss, 25-30% capaian hasil belajar peserta didik hilang karena penutupan sekolah membuat motivasi dan minat belajar peserta didik menjadi rendah. Sebenarnya learning loss sangat bisa dimitigasi jika pemerintah menggunakan analisis sosiologis dalam mencari penyebabnya dan sekaligus untuk menemukan solusinya.

Konsep yang penulis gunakan dalam menganalisis kasus ini adalah konsep sosialisasi. Sunarto (2005: 21) mengandaikan bahwa manusia tidak seperti makhluk lain yang memiliki naluri alamiah yang diperoleh sejak awal hidupnya, manusia tidak berdaya saat lahir, oleh karena itu manusia mengembangkan kebudayaan untuk mengisi kekosongan yang tidak diisi oleh naluri. 

Lebih lanjut Berger (1978, dalam Sunarto, 2005: 21) menjabarkan bahwa sosialisasi adalah proses yang mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.

Dalam prosesnya, terdapat empat agen sosialisasi, yaitu: keluarga, teman sebaya, sekolah, dan media massa. 

Keluarga merupakan agen sosialisasi pada tahap awal yang mana individu masih sangat tergantung pada orangtua karena masih belum mengetahui apa yang terjadi di dunia luar. Teman sebaya merupakan agen yang memberi pelajaran kepada individu untuk berinteraksi dengan orang yang sederajat karena sebaya,  dan dalam kelompok teman sebaya inilah individu mulai belajar nilai-nilai keadilan.

Sekolah merupakan agen yang melakukan sosialisasi hal-hal baru yang belum dipelajari individu dalam keluarga ataupun kelompok bermain yang akan menyiapkan perannya di masyarakat di kemudian hari. Media massa merupakan agen sosialisasi yang menjadi wadah komunikasi yang masif dalam menjangkau banyak orang. Media massa identik dengan agen sosialisasi yang berpengaruh terhadap perilaku khalayaknya sehingga akan memengaruhi kepribadian.

Agen-agen sosialisasi tersebut sangat lekat dengan kehidupan setiap individu, tidak terkecuali peserta didik. Maka agen sosialisasi seharusnya dapat dimanfaatkan untuk program yang saling terhubung dan terkolaborasi melalui etnopedagogi. 

Rahmawati et al (2020) menerangkan bahwa etnopedagogi meneliti pengetahuan tentang pengalaman hidup orang-orang, standar etika, dan lingkungan serta aturan perilaku generasi muda di lingkungan alam dan sosial. Persepsi tentang pedagogi adalah seni mengajar, maka etnopedagogi adalah kombinasi seni mengajar dengan mengaitkan dengan kearifan lokal masing-masing daerah sekolah.

Burger (1971, dalam Rahmawati et al, 2020) menyatakan bahwa tujuan etnopedagogi adalah pencapaian sinkretisme atau rekonsiliasi dua atau lebih elemen budaya atau sistem dengan modifikasi keduanya. Etnopedagogi juga berprinsip pada landasan filosofis humanisme. Holt (dalam Knight, 2007: 160) menjabarkan bahwa prinsip humanisme adalah anak-anak pada dasarnya pintar, energik, ingin tahu, besar kemauan untuk belajar, dan baik dalam belajar; mereka tidak perlu disuap dan digertak untuk belajar; dan mereka belajar dengan baik ketika mereka senang, aktif, terlibat, dan tertarik pada apa yang sedang mereka lakukan.

Maka dengan demikian, permasalahan yang menghalangi pelaksanaan PJJ, yaitu tidak ada alih teknologi, tidak ada listrik, tidak ada sinyal, dan akses guru datang ke rumah tidak memungkinkan dapat terpecahkan dengan menjalankan etnopedagogi dengan berkolaborasi antar agen sosialisasi melalui pelaksanaan project based learning. 

Haryati (2022) menjelaskan bahwa project based learning merupakan kegiatan multidisipliner dan mengedepankan kerja sama dan hasil akhir dari project based learning adalah presentasi peserta didik tentang pelaksanaan proyek yang ditugaskan.

Penulis mengambil contoh praktikal. Murid kelas 5 SD Tidore dalam pelajaran IPA menyiapkan pertunjukan drama Dolo-Dolo, yakni tentang orang-orang Tidore yang percaya bahwa pada saat gerhana ada makhluk raksasa bernama Suanggi yang menelan matahari atau bulan. 

Akibatnya, orang-orang di sana selalu membunyikan alat musik mereka (tifa) untuk membuat makhluk itu pergi. Drama ini dapat dipentaskan ketika PJJ sudah berakhir dan peserta didik akan mendapatkan keterampilan menyusun skenario drama dan pengetahuan kebudayaan lokal dengan metode belajar kelompok untuk menyelesaikan proyek.

Pada pertemuan tatap muka yang sudah berjalan saat ini, project based learning telah diimplementasikan dalam kurikulum merdeka. Jika etnopedagogi dengan metode project based learning dilaksanakan, tidak lupa berkolaborasi dengan agen sosialisasi agar budaya masyarakat tetap terpelihara, dan konsep belajar tidak lagi terpaku pada pembelajaran materi di buku melainkan bebas bertumbuh dengan lingkungan peserta didik, maka dapat diprediksi learning loss tidak akan signifikan dampaknya di Indonesia.

SIMPULAN

Penulis mengemukakan fenomena learning loss di Indonesia akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan temuan, pembelajaran yang tetap harus diselenggarakan walaupun dalam keadaan darurat menyisakan tantangan yang sangat kompleks, mulai dari insfrastruktur sampai kemampuan ekonomi keluarga peserta didik. 

Maka dengan demikian, selain menjabarkan masalah, penulis juga menawarkan solusi yaitu mengimplementasikan etnopedagogi. Walaupun saat ini pembelajaran tatap muka sudah berjalan 100% bukan tidak mungkin peristiwa serupa Covid-19 akan terjadi lagi, sehingga penulis harap tulisan ini dapat menjadi rujukan dalam pembuatan kebijakan pendidikan dalam situasi darurat.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Haryati, A. Sri. 2022. "Mitigasi Learning Loss Sebagai Dampak Pandemi Covid-19." Magelang: Pustaka Rumah C1nta

Hidayat, Rakhmat. 2014. "Sosiologi Pendidikan Emile Durkheim." Jakarta: Rajawali Press

Knight, George R. 2017. Terj. Arif, Mahmud. "Filsafat Pendidikan." Yogyakarta: Gama Media

Sunarto, Kamanto. 2005. "Pengantar Sosiologi." Jakarta: FE UI

Berita

CNN Indonesia. 2022. "12.548 Desa Tak Tersentuh Internet, Apa Usaha Kominfo?" Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20221028151207-192-866640/12548-desa-tak-tersentuh-internet-apa-usaha-kominfo pada (01/11/2022)

Wijaya, Lani Diana. 2020. "Dampak Negatif dan Positif Pembelajaran Jarak Jauh Selama Pandemi Covid-19." Diakses melalui https://metro.tempo.co/read/1391861/dampak-negatif-dan-positif-pembelajaran-jarak-jauh-selama-pandemi-covid-19 pada (01/11/2022)

CNN Indonesia. 2020. "Nadiem Diminta Lihat Papua, Belajar Jarak Jauh Sarat Kendala." Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200721034546-20-526916/nadiem-diminta-lihat-papua-belajar-jarak-jauh-sarat-kendala pada (01/11/2022)

Kasih, Ayunda Pininta. 2020. "Tak Semua Siswa Punya Gawai Untuk Belajar, FSGI Dorong Pemda Beri Solusi. Kompas. Diakses melalui https://www.kompas.com/edu/read/2020/07/27/125422671/tak-semua-siswa-punya-gawai-untuk-belajar-fsgi-dorong-pemda-beri-solusi?page=all pada (01/11/2022)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun