Permasalahan dalam pendidikan inilah yang seperti inilah yang menjadi dasar argumen Bourdieu bahwa pendidikan adalah sarana mereproduksi kesenjangan sosial.Â
Kesenjangan sosial yang berstandar pada perekonomian, tidak serta merta dapat teratasi dengan pendidikan yang mumpuni ketika individu yang terlahir dari keluarga miskin memiliki etos belajar yang bagus, pandai, dan sungguh-sungguh untuk mengubah status sosial keluarganya.
Bourdieu (Allolayuk, 2021) menjelaskan bahwa dalam ranah pendidikan, setiap individu harus memiliki kapital sebelum terjun ke dalam arena. Kapital dalam hal ini diartikan sebagai modal yang terklasifikasikan diantaranya kapital ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.
Arena yang dimaksudkan Bourdieu dikontekskan dengan arena pendidikan yaitu sekolah. Maka sebelum individu dimasukkan dalam sekolah, setidaknya individu tidak sama sekali tidak mengenal arena yang akan dihadapinya. Namun nahas, demikianlah yang terjadi di lapangan.
Menyoal kapital budaya, yakni diartikan sebagai modal kebiasaan-kebiasaan yang diberikan oleh keluarga kepada siswa (Allolayuk, 2021).Â
Hal ini bisa dicontohkan seperti keterampilan berkomunikasi yang siswa pelajari dari keluarga, kemampuan berbahasa inggris, ketekunan, kedisiplinan, kemampuan ekstrakurikuler, dan beragam kemampuan dasar lainnya.Â
Siswa yang berasal dari keluarga kaya secara umum telah memiliki hal tersebut karena memang memungkinkan keluarga mereka mengajari hal tersebut.Â
Berbeda dengan siswa yang berasal dari keluarga miskin yang orangtuanya tidak kapabel untuk berlaku demikian, mereka cenderung menyerahkan sepenuhnya pemenuhan kapital budaya kepada sekolah.
Hal inilah yang menjadi salah satu akar kesenjangan sosial yang terus-menerus direproduksi: ketidakadilan starting point siswa secara struktural.Â
Siswa dari keluarga kaya telah memiliki semua hal di atas terlebih dahulu berkat keluarga mereka yang sudah mapan, sementara siswa dari keluarga miskin sulit mendapatkan akses dan cenderung pasrah menyerahkan kepada sekolah. Sehingga ketika kedua siswa dari latar belakang keluarga yang berbeda ini dipertemukan dalam arena yang sama, siswa kaya akan lebih mudah menguasai arena sementara siswa miskin bersusah payah menyesuaikan diri terlebih dahulu lalu bersaing untuk mengejar ketertinggalan.
Kenyataan ini sangatlah mapan di masyarakat, dan output fenomena ini adalah kemiskinan yang terus menerus direproduksi. Mengapa keluarga miskin terasa sulit untuk memberikan kapital budaya selayaknya keluarga kaya? Jawabnya adalah karena mereka tidak memiliki modal untuk pengetahuan mereka dan selanjutnya menciptakan budaya untuk disosialisasikan kepada anak mereka, tidak seperti keluarga kaya.Â