Mohon tunggu...
Andiko Nanda Fadilah
Andiko Nanda Fadilah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S1 Pendidikan Sosiologi FIS UNJ

Mahasiswa S1 Pendidikan Sosioogi FIS UNJ

Selanjutnya

Tutup

Money

Saat Ini Kurir Dieksploitasi dan Itu Tidak Mengapa

2 Juli 2021   04:43 Diperbarui: 2 Juli 2021   04:46 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di fase ini pula masyarakat mulai menyadari aktivitas-aktivitas apa saja yang dapat berguna bagi diirnya sendiri, seperti fokus kembali melakukan hobi dan mengasah kembali bakat serta potensi yang dimiliki. Informasi yang kelebihan muatan pun sudah mulai terkendali yang membuat masyarakat mengurangi sifat antipatinya.

Selanjutnya memasuki growth phase (fase pertumbuhan), yakni masyarakat atau tiap-tiap individu mulai menyadari dan peduli terhadap orang lain di sekelilingnya yang juga mengalami dampak sosial yang sama. Di tengah pandemi ini, individu mulai bergerak untuk memberikan bantuan di setiap institusi kepada masyarakat lainnya yang membutuhkan pertolongan, serta mulai memberanikan diri bergabung dengan relawan dan aktif di komunitas-komunitas di lingkungan sekitarnya. Pada fase ini, terlihat kemajuan yang sedikit signifikan menuju fase pencerahan. Masyarakat sangat belajar dari pengalaman pahit pada fase-fase sebelumnya.

Lalu memasuki enlightment phase (fase pencerahan) yang mana pada fase ini masyarakat harus membangun kembali humanity values (nilai-nilai kemanusiaan) yang disokong oleh solidaritas lingkungan masing-masing individu. Tatanan normal baru sudah dapat diterapkan jika masyarakat sudah memasuki tahap ini, mereka tercerdaskan dan mengurangi tindakan individualistisnya, menyadari bahwa pandemi menghantam semua struktur di masyarakat dan mereka terdorong untuk melakukan perannya kembali dengan tetap tidak mengabaikan protokol kesehatan. Fase pencerahan ini adalah sebaik-baiknya fase yang harus dicapai masyarakat sebelum vaksinasi masal dilakukan oleh pemerintah.

Namun, apakah secara umum masyarakat sudah tercerdaskan dan sudah masuk ke fase pencerahan? Menurut hemat penulis, belum semuanya. Posisi kunci dari fase ini adalah langgenggnya kembali nilai-nilai kemanusiaan, memberi kepedulian yang setara pada setiap kelas masyarakat. Akan tetapi, tidak semua lapisan masyarakat menerima perlakuan yang manusiawi saat pandemi tengah berlangsung, dan mereka yang paling rentan bahkan tidak memiliki suara adalah para kurir, baik itu driver ojek online maupun kurir e-commerce.

Profesi kurir yang marak juga merupakan imbas dari ekonomi gig yang sedang tren di Indonesia, terlebih saat pandemi. Dalam artian bebas, ekonomi gig ialah kondisi pasar tenaga kerja yang banyak diisi oleh pekerja lepas atau pekerja kontrak independen. Cakupan pekerja ekonomi gig relatif luas karena mencakup profesi seperti penulis, fotografer, desainer lepas, dan lain sebagai macamnya.

Kurir bekerja sebagai perantara yang diinginkan konsumen ke tujuan mereka. Jika kurir bekerja sebagai mitra di aplikasi ojek online, maka statusnya adalah sebagai driver. Jika bermitra dengan aplikasi e-commerce, maka job desc mereka adalah sebagai pengantar barang yang dipesan oleh konsumen. 

Profesi menjadi kurir sangat diminati saat ini berkat terjadinya pandemi tidak menyurutkan konsumen untuk berperilaku konsumtif, persyaratan yang relatif mudah, mendapat janji diupah dengan layak, dan yang paling penting adalah melepas status pengangguran dikala pandemi yang notabenenya banyak pekerja yang kehilangan pekerjaannya.

Maka menjadi wajar jika banyak warga usia produktif  "melarikan" diri menjadi kurir. Industri e-commerce memiliki peran penting dalam proses pemulihan ekonomi Indonesia yang babak belur karena pandemi karena warga dipenetrasi untuk banyak berdiam diri di rumah, lalu secara psikologis mereka akan mencari sesuatu guna mengusir rasa bosan. Berbekal daya konsumsi yang tinggi dan peluang menggenggam gawai lebih sering, maka aplikasi e-commerce kebanjiran pesanan selama masa pandemi ini.

Namun menurut Singgih (2021) ekonomi digital Indonesia mekar di tengah setumpuk masalah substansial, termasuk ongkos logistik yang mahal, pembangunan infrastruktur yang tak merata, data alamat rumah yang tak bisa diandalkan, tingkat inklusi keuangan yang rendah, serta penetrasi cepat internet dan ponsel cerdas tanpa literasi publik yang memadai. Hal tersebut menjadikan kurir pada status quo sekarang terhimpit tekanan eksploitasi. Mengapa?

Ternyata dalam status pekerja bagi kurir, mereka tidak diangkat sebagai pegawai tetap, melainkan pihak perusahaan berlindung dibalik sistem "mitra" yang menjadikan kurir tidak mendapatkan hak yang layak. Seperti tutur seorang kurir bernama Anzhar dalam Singgih (2021) bahwa pendapatannya selama empat pekan bekerja mengantar barang berbasis jarak antaran adalah Rp. 793.000. 

Meskipun ada bonus untuk pengiriman paket di atas jumlah tertentu dalam sehari, Anzhar tidak mendapatkan tunjangan, jaminan sosial atau asuransi, serta risiko kesehatan, kecelakaan, dan kerusakan sepeda motor berada dalam tanggungannya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun