“Nasionalisme sempit itu bahaya. ‘Biar jelek, biar maling yang penting sesuku, satu ras dan seagama dengan saya’ itu yang buat negara ini terpuruk” -BTP-
Setuju atau tidak. Sebagai warga Jakarta keberadaannya adalah representasi kesuksesan pembangunan Jakarta saat ini. Jakarta di bawah kendalinya mengalami tranformasi masif di segala lini. Hampir tak terbendung. Meski berpredikat sebagai pengganti Jokowi yang naik menjadi presiden, gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tetap bertaji sekaligus bernyali.
Sejumlah kebijakan dilahirkan untuk membenahi karut marutnya Jakarta. Dan menimbulkan decak kagum sekaligus iri. Terobosan-terobosan revolusioner nan fundamental untuk pembenahan Jakarta bikin geleng-geleng kepala. Mari berhitung.
Setidaknya sentuhan ‘tangan ajaibnya’ mampu mengubah wajah Jakarta menjadi benar-benar unyu dan semakin memesona. Seperti sistem parkir meter yang menggunakan Terminal Parkir Elektronik (TPE) yang dimulai pada akhir 2014. Di awal penggunaannya, banyak warga DKI masih bingung. Seiring berjalan waktu, warga mulai terbiasa. Bahkan kebijakan ini mampu mengatasi parkir liar di jalan.
Bukan hanya itu, parkir meter kini menjadi salah satu program unggulan yang dikembangkan pemprov DKI Jakarta. Jika dikelola secara apik, menurut Ahok pendapatan dari parkir bisa mencapai Rp 100 juta per hari.
Geramnya Ahok akan tindak tanduk PKL di Taman Monumen Nasional atau Monas yang kumuh akan sampah dan semrawut, pihaknya melakukan steriliisasi. Kebijakan itu tak mulus diterima pedagang. Mereka menentang dan melawan atas keputusan itu. Namun begitu, Ahok jalan terus. Dia tak gentar menerima perlawanan dari PKL. Hasilnya, kini mereka yang berdagang di Monas telah dibina Ahok melalui lenggang Jakarta. Monas pun tampil cantik dan ramah pengunjung karena bersih.
Banyak pihak tak menduga akan keberanian Ahok untuk memindahkan warga Kampung Pulo di bantaran sungai Ciliwung. Bahkan aksi relokasi itu, sempat diwarnai bentrokan antara warga dengan aparat. Tak ketinggalan relokasi Kalijodo yang diwarnai perlawanan dari semua kalangan. Bertahun-tahun menjadi sarang kemaksiatan diubah menjadi taman dan ruang terbuka hijau. Relokasi Kalijido akan terekam dalam sejarah pembangunan Jakarta dengan heroik karena semua tokoh dan aktivis yang terlibat pro kontra.
Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) dibangun Ahok di kecamatan Tambora, Jakarta Barat, pada Oktober 2015. Menurut mantan bupati Belitung Timur ini, tujuan utama pembangunan ruang publik merupakan langkah Jakarta untuk mewujudkan provinsi yang ramah anak. Dan sekarang benar-benar bisa dinikmati. Dan terus dibangun di seantero Jakarta. Tahun ini kalau tidak salah sudah ada 188 RPTRA dan terus berlanjut.
Dengan dua aplikasi inti yaitu Qlue dan CROP membuat Jakarta terintergrasi dalam digital. Qlue adalah aplikasi yang diperuntukkan bagi warga, sedangkan CROP merupakan aplikasi yang diperuntukkan aparat pemerintahannya. Sebuah terobosan modern.