Dalam era yang semakin menuntut kesadaran akan pentingnya keberlanjutan lingkungan, Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah strategis untuk mempromosikan energi baru terbarukan (EBT) sebagai solusi untuk tantangan transisi energi di masa depan. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana dalam kuliah umum pada acara Onboarding Nasional Program Magang Studi Independen Bersertifikat (MSIB) GERILYA ACADEMY Batch 6.
Dadan Kusdiana menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara kepulauan, rentan terhadap dampak perubahan iklim yang memengaruhi aspek ekonomi dan sosial. Untuk itu, diperlukan kebijakan dan program dekarbonisasi, salah satunya melalui transisi energi. Potensi energi baru terbarukan di Indonesia cukup besar, mencapai 3.689 GW, yang terdiri dari potensi surya, hidro, bioenergi, angin/bayu, panas bumi, dan laut. Pemerintah dihadapkan dengan komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), dengan target penurunan pada tahun 2030 sebesar 31,89% (dengan kemampuan sendiri) dan 43,20% (dengan dukungan internasional), serta mencapai Net Zero Emission pada 2060
Dalam menghadapi tantangan infrastruktur, terutama dalam memberikan akses energi di seluruh Indonesia, pemerintah telah mengambil berbagai langkah. Ini termasuk memberikan akses listrik sebelum masuknya listrik PLN ke wilayah-wilayah yang sulit dijangkau jaringan PLN, serta persiapan supergrid sebagai interkoneksi listrik antarpulau besar di Indonesia. Harmonisasi antar dimensi dalam trilema energi, yakni keberlanjutan, kesetaraan energi, dan ketahanan energi, menjadi kunci dalam mencapai sistem energi berkelanjutan.
Pemerintah Indonesia telah mengambil komitmen yang signifikan untuk menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK), termasuk melalui Enhanced NDC, dengan target penurunan emisi GRK di sektor energi pada tahun 2030. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat lagi, dengan dukungan internasional melalui Just Energy Transition-Partnership (JET-P) dan Asia Zero Emissions Community (AZEC).
Trilema energi menunjukkan bahwa ketiga dimensi ini saling terkait dan harus dipertimbangkan secara bersamaan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan energi. Tidak hanya memperhatikan aspek teknis dan lingkungan, tetapi juga aspek sosial dan ekonomi dari sistem energi suatu negara. Dengan memastikan keseimbangan antara keberlanjutan, kesetaraan, dan ketahanan energi, suatu negara dapat mengembangkan sistem energi yang berkelanjutan, inklusif, dan tangguh untuk masa depan.
Dengan memperhatikan trilema energi ini secara holistik, suatu negara dapat membangun sistem energi yang berkelanjutan yang menggabungkan aspek keberlanjutan, kesetaraan, dan ketahanan energi. Dengan demikian, negara tersebut dapat mencapai tujuan pembangunan energi yang lebih baik yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan melindungi lingkungan.
Program GERILYA ACADEMY menjadi salah satu langkah inisiatif Kementerian ESDM dalam melibatkan mahasiswa dalam pengembangan EBTKE di Indonesia. Batch 6 GERILYA ACADEMY, dengan 89 mahasiswa dari 45 perguruan tinggi di seluruh Indonesia, menunjukkan inklusivitas program ini dalam mempersiapkan pemimpin masa depan yang komprehensif dalam mendorong transisi energi. Mahasiswa telah menjalani orientasi dan pembekalan dasar tentang EBTKE sejak awal Februari 2024, sebelum dilanjutkan dengan berbagai kegiatan di Jakarta dan peluncuran resmi GERILYA ACADEMY yang dijadwalkan pada 29 Februari 2024 oleh Menteri ESDM.