Mohon tunggu...
Andika Hilman P. S.
Andika Hilman P. S. Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Estetika

Berminat dengan kesehatan mental, sastra, film, pendidikan, seni, moralitas, pendidikan dan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prediksi Kekalahan dan Perpindahan Suara

6 November 2023   10:33 Diperbarui: 6 November 2023   10:38 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun memang elektabilitas mereka sedang turun ketika mereka mengambil Gibran sebagai cawapres. Namun hal ini masih bisa dimainkan selama masa kampanye nanti.

Namun walaupun kalah, kubu Prabowo akan sulit menginjakkan kaki ke mana-mana. 

Di satu sisi, Partai Demokrat dan Partai PDIP punya hubungan yang buruk. Posisi Gibran pun merupakan faktor yang membuat PDIP tidak ingin mengadopsi kubu Prabowo ke pihak mereka. Kecuali, lagi-lagi, kedua kubu memilih untuk pragmatis.

Di sisi lain, ada sentimen bahwa Anies adalah pengkhianat Prabowo pada masanya menjabat di Jakarta. Partai Demokrat pun kemarin sudah lari dari Anies dan Nasdem. Kubu Prabowo harus menurunkan egonya juga jika ingin mendukung kubu Anies.

Pilihan ketiga adalah menjadi pihak netral dan beroposisi dari awal. Jika Prabowo kalah di sini, saya tidak yakin dia akan bertanding lagi 10 tahun kemudian (berasumsi bahwa sang pemenang akan menjabat dua periode). 

Namun pihak oposisi menjadi tidak terlalu "cantik" bagi Dinasti Jokowi karena itu artinya mereka tidak lagi berada di pemerintahan. Kecuali sentimen oposisi itu mau dibangun selama 5 atau 10 tahun ke depan, untuk kemudian memenangkan Kaesang maupun Gibran di pertarungan pilpres berikutnya. Apalagi jika ditambahkan sentimen asumsi bahwa pihak yang menang akan mengacau selama menjalani masa kepresidenannya.

Kesimpulan

Ketiga kubu ini sama saja. Kita sudah pernah melihat yang kalah bergabung dengan yang memang. Para politisme ini hanya memikirkan matematika dan keuntungan partai. Pada akhirnya, mereka semua akan pragmatis. Hal ini berlaku terutama partai-partai pengusung di balik pasangan capres-cawapres yang ada.

Apapun bisa terjadi dan siapapun tidak perlu khawatir untuk kalah. Bagi mereka, politik adalah permainan perebutan kursi di kekuasaan di pemerintahan, bukanlah murni untuk rakyat dan kemajuan Indonesia.

Semoga dengan adanya perspektif dari saya ini, Anda bisa menentukan apa yang mau dilakukan saat tiba waktunya untuk mencoblos sang sosok idaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun