Chellaney mengungkapkan, baik angkatan laut dan angkatan udara China secara rutin berpatroli di zona ekonomi eksklusif (ZEE) tetangganya dan penjaga pantainya -- yang terbesar dan paling termiliterisasi di dunia -- telah melakukan "patroli yang mengganggu" di ladang minyak dan gas lepas pantai negara lain. Tentunya, apa yang dilakukan China adalah membayangi, memburu, dan mengganggu kapal-kapal milik AS, serta negara-negara tetangga yang lebih kecil, seperti Filipina dan Vietnam, yang memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut.
Dari analis Chellaney menunjukkan kemungkinan perang yang bisa terjadi adalah perang laut. Hal tersebut sangat masuk akal karena wilayah yang diperebutkan sebagian besar adalah laut. Titik konfliknya adalah laut, meskipun banyak terumbu karang dan pulau buatan yang sudah dibangun.
Dengan begitu, siapa yang memiliki armada Angkatan Laut yang kuat, maka mereka yang siap dalam menghadapi pertempuran di Laut China Selatan. Kekuatan militer Indonesia dalam pemeringkatan versi Global Fire Global berada pada posisi ke-15. Indonesia memiliki total aset 332, dengan 205 kapal patroli, 25 kapal corvettes, 4 kapal selam dan 8 frigates. Untuk armada udara, Indonesia memiliki 14 pesawat jenis fightrer dan 37 kapal jenis penyerang, dengan dukungan 210 helkopter dan 15 helikopter perang. Dengan jumlah tentara aktif mencapai 400.000, Indonesia menjadi negara yang patut disegani di kawasan Laut China Selatan.
Namun demikian, pengalaman suatu negara dalam perang laut juga menjadi suatu hal pengalaman berharga. Sejarah mencatat bahwa Indonesia pernah mengalami perang laut yakni perang Laut Aru yang terjadi di Laut Arafura di Maluku pada 15 Januari 1962. Itu merupakan perang antara Indonesia dan Belanda.
Dalam perspektif pertahanan rakyat semesta yang dianut Indonesia menunjukkan perang laut menjadi suatu hal yang tidak bisa diabaikan. Sistem tersebut sebenarnya menjadi andalan Indonesia dalam persiapan menghadapi konflik di Laut China Selatan.
Apalagi, tak banyak negara menerapkan sistem tersebut di mana perang tidak hanya mengandalkan di mana pertahanan negara selain didukung militer, tetapi juga sipil yakni warga negara diikuterstakan dalam mempertahankan kedaulautan negara dan keutuhan wilayah Indonesia. Selain itu, unsur lain seperti wilayah dan sumber daya nasional juga dipadukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara.
Perang Nuklir: Indonesia Mendorong ASEAN sebagai Zona Bebas Nuklir
Perang nuklir yang sangat mengerikan bisa saja terjadi di Laut China Selatan. Kenapa? China sebagai pihak yang ikut dalam ketegangan di Laut China Selatan merupakan negara yang memiliki senjata nuklir.
Berdasarkan data Arms Control Association, per Oktober 2023, China memiliki 500 senjata nuklir dan diprediksi memiliki 1.000 hulu ledak nuklir pada 2030. Seperti dikemukakan Amrita Jash, pakar geopolitik dari India, menyebutkan bahwa China memiliki senjata nuklir dengan tujuan kontestasi dengan Amerika Serikat dan India, serta meningkatkan pengaruh globalnya, termasuk di Laut China Selatan.
Sedangkan Amerika Serikat (AS) yang ikut dalam ketegangan di Laut China Selatan juga merupakan negara dengan kekuatan nuklir dengan memiliki 5.244 senjata nuklir. Dengan dalih kebebasan navigasi, AS unjuk diri dengan menyatakan bahwa Laut China Selatan merupakan perairan internasional di mana banyak negara memiliki kepentingan. Selain itu, AS merupakan sekutu Filipina yang ikut terlibat berbagai provokasi dengan China di Laut China Selatan.