Menpora 1927 membekukan PSSI dengan alasan membangkang terhadap pemerintah, dan ‘katanya” setiap organisasi di Indonesia harus menuruti kemauan pemerintah. Disini saya akan membahas kata “MENURUTI”. Kata menuruti memiliki arti melaksanakan suatu perintah atau aturan dengan harapan tercapainya sebuah tujuan. Oke, kita sepakat kalau setiap warga negara harus patuh pada negara tanpa kecuali. Ini sebagai bentuk nasionalisme kita dalam bernegara. Tetapi, ada sisi lain yang tidak bisa kita abaikan, yakni norma-norma yang berlaku. Sekalipun perintah negara kita harus melakukan ini itu, tetapi isi perintah itu adalah bertentangan dengan norma, apakah wajib kita ikuti???
Terkait masalah polemik PSSI yang sengaja diobok-obok oleh Menpora1927. ada sesuatu yang aneh, pembekuan PSSI oleh pemerintah jelas-jelas telah bertentangan dengan UU yang berlaku. Perlu kita ketahui bahwa olahraga profesional dikelola oleh sebuah institusi yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Kemenpora. Sejatinya, dalam kasus PSSI, PSSI berada di bawah KONI, jadi KONI lah yang punya “sedikit” wewenang untuk melakukan “pembinaan” terhadap organisasi “sayapnya”. Bahkan jika diperas lagi, KONI yang merupakan organisasi induk PSSI tidak memiliki kewenangan yang “tidak terbatas” di PSSI. Pasal 29 ayat 2 UU SKN dengan gamblang menjelaskan “Pembinaan dan pengembangan olahraga profesional dilakukan oleh induk organisasi cabang olahraga dan/ atau organisasi olahraga profesional”. Nah.... induk cabang olahraga adalah KONI, sedangkan induk organisasi olahraga profesional itu tidak lain adalah PSSI, bukan Imam Nachrowi, sang thagut terkutuk itu.
Menpora 1927, mungkin lupa tugasnya sebagai Menteri. Menpora sudah terlanjur disusupi oleh virus-virus Liga Prima Indonesia Sportindo sehingga dia kalap dan kerasukan melabrak aturan sana sini demi syahwat orang-orang penyembah Jin Jenggolo. Rupanya Barisan Sakit Hati ingin menancapkan kuku-kukunya di sepakbola Indonesia dengan memanfaatkan kebodohan dan kedunguan Menpora, Imam Nachrowi. Celakanya lagi, kebodohan Menpora didukung pula oleh suporter yang bodoh. Suporter yang telah “diperlosa” oleh politisi PDIP, Saleh Ismail Mukadal. Saat ini, posisi Menpora kuat. Karena didukung oleh INDON-INDON yang aktif di dunia maya, sehingga terkesan Menpora berada di pihak yang benar. Sungguh pencitraan yang hebat, mirip pencitraan Jokowi di pilpres, namun sekarang kita malah tertipu.
UU SKN telah menjelaskan wewenang pemerintah, dalam hal ini adalah Menteri pemuda dan olahraga. Inti dari UU SKN menyebutkan wewenang Menpora (pemerintah) hanyalah sebagai pembina dan pengembang olahraga itu sendiri. Penyediaan sarana dan prasarana, serta melakukan pengembangan atlet di tingkat amatir sebelum menuju ke jenjang profesional. Tidak ada satu katapun dalam UU SKN yang menyebutkan kalau peran pemerintah (Menpora, red) sebagai eksekutor pembuat kebijakan di dalam olahraga profesional. Kecuali pada level kejuaraan nasional seperti PON. Saya yakin benar perilaku Menpora yang keblinger ini tidak memiliki dasar yang kuat. Hal yang sama juga dilontarkan oleh seorang praktisi komunikasi politik, Ghazali Efendi yang menyatakan bahwa tidak ada landasan yang kuat bagi Menpora melakukan “embargo” terhadap PSSI. Jika ternyata dikemudian hari, Menpora terbukti secara menyakinkan telah melanggar UU serta melampaui kewenangannya, maka ini adalah pelaajran buruk bagi bangsa dan negara kedepannya. Karena dengan kekuasaan yang dimilikinya, dia dengan seenaknya saja mempermainkan UU dan menggunakan “abuse of power” demi menyelamatkan kepentingan sang big bos.
Dampak kebodohan Menpora membekukan PSSI mulai terasa, satu persatu klub mulai menyuarakan perlawanannya. Persipura berniat untuk lepas dari NKRI. Aceh berniat bermain di Malaysia atau Singapura. Riau bukan tidak mungkin akan membentuk liga bersama Singapura. Dan kemungkinan Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera barat, Sumatera Utara, dan Lampung juga bergabung. Jika Menpora tetap berkepala batu, maka saya sangat berharap klub-klub Sumatera pindah ke liga Malaysia, karena disana fasilitas, kenyamanan, serta iklim kompetisi lebih baik ketimbang tunduk pada Menpora terkutuk yang bodoh tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H