Mohon tunggu...
Andika Pangeling
Andika Pangeling Mohon Tunggu... -

young, corious, and critical thinker (perhaps)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Go Moving Forward, Mentawai

16 Desember 2015   14:48 Diperbarui: 16 Desember 2015   15:37 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal tahun 2015 saya mendapat kesempatan untuk mengnjungi seorang teman di Tua Pejat, Pulau Sipora, Kabupaten Kepulauan Mentawai. Suatu kesempatan emas bagi saya, karena mendengar dari kanan kiri bahwa Kepulauan Mentawai merupakan favorit pada surfer dunia mencari ombak. Dan otomastis alamnya, terutama pantainya pasti mantap !

Saat itu saya telah berada di Padang, selama beberapa hari untuk suatu kerjaan. Berangkatlah saya ke Kepulauan Mentawai dari Padang menggunakan kapal cepat, Mentawai Fast, saya ingat betul saat itu hari Rabu, karena kapal cepat dari padang ke Tua Pejat hanya tersedia pada hari Senin, Rabu, dan Jumat. Perjalanan ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam dari dermaga di dekat Jembatan Siti Nurbaya ke Pelabuhan Tua Pejat. Singkat cerita, tibalah saya di Pelabuhan Tua Pejat, Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Mentawai, pusat pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Kesan pertama saya tiba di Tua Pejat, yaaaa sama dengan wisata pulau lain, panas. Berikutnya, kesan yang saya tangkap adalah plural, betapa tidak penduduk di Pulau Sipora ini sangat beragam, mulai dai Suku Jawa, Batak, Nias, Minang, dan penduduk asli menatawai pastinya. Penduduk asli Mentawai sepenglihatan saya tampak agak kuning kulitnya dan sipit matanya, kurang lebih seperti orang Nias. Jangan dikira bahasa Mentawai sama dengan bahasa Minang pada umumnya, beda. Mentawai juga memilik etnis dengan kepercayaan asli, yaitu kepercayaan Sabulungan.

Setelah saya puas di Tua Pejat, berlabuhlah saya di Pulau Siberut, disini lebih ademm... Karena landscape pulaunya yang lebih berbukit, disekitar Pulau Siberut ini terdapat beberapa resort skala internasional (wow) yang tamunya bule semua, dan pemilik nya pun orang asing, how come?

Oke, cerita tentang bagaimana keadaan Kepulauan Mentawai bisa rekan sekalian temukan dengan surfing di internet. Agar tidak terlalu melebar dan sesuai judul, ada dua poin yang mengganjal di pikiran saya tentang Mentawai yang mungkin perlu kita bahas bersama, saya akan share per point agar lebih mudah dalam dibaca, lets go :

  1. Transportasi dan Infrastruktur, menjadi hal ihwal (di Indonesia), daerah yang berada di luar pulau utama akan tertinggal dalam pembangunan infrastruktur, “tersangka” yang pertama akan disalahkan pasti distribusi. Ada 3 cara ke Kabupaten Kepulauan Mentawai, pertama dengan kapal cepat Mentawai Fast (swasta) dengan biaya Rp250.000, Kapal Penyebrangan Pelni (Gambolo dan Ambu-Ambu) dengan biaya terjangkau namun perjalanan cukup lama 14-16 jam, atau dengan Pesawat Perintis (Susi Air) yang sepertinya disubsidi Pemerintah Daerah dengan biaya sekitar Rp198.000. Dan perlu digaris bawahi, semua itu tidak tersedia setiap hari dan tidak akan beroperasi bila terjadi cuaca buruk, waduh ! Hal tersebut berpengaruh pada harga barang pokok di Kabupaten Kepulauan Mentawai, bayangkan saja, harga bensin (premium) disana Rp15.000/liter. Ketersediaan bahan bakar dan bahan pokok disana sepenuhnya tergantung pada pasokan dari daerah lain dan cuaca. Hal ini pastilah sangat menghambat pembangunan infrastruktur di Kab. Kepulauan Mentawai. Jalan utama di Pulau Sipora hanya sepanjang kurang lebih 5 Km, dan hanya selebar jalan di komples perumahan di Jakarta. Trasnportasi penghubung antar pulau hanya kapal, pelabuhan baik di Pulau Sipora maupun Siberut belum represntatif untuk berlabuhnya kapal-kapal besar untuk memasok logistik maupun bahan bakar dalam jumlah besar.Masalah infrastruktur lain adalah listrik. Suplai listrik dua pulau besar di Kepulauan Mentawai hanya di topang oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan beberapa panel surya di lokasi PLTD tersebut. Itu artinya jika solar habis, maka padamlah listrik di Kep. Mentawai. Pernah suatu ketika Bang Iwan Fals Konser di Tua Pejat (tahun 2011 kalau tidak salah) seluruh listrik di Sipora padam, untuk memfasilitasi konser Bang Iwan tersebut, tapi menurut saya worth it lah, soalnya Iwan Fals yang konser. Semoga program 35,000 MW yang dicanangkan Pemerintahan Bapak Joko Widodo bisa menyentuh pulau terluar seperti Kepulauan Mentawai.
  2. Potensi Pendapatan Daerah bahkan Devisa Negara yang Tidak Dimaksimalkan, saya mendengar langsung dari seorang teman surfer asal Australia yang bertemu di salah satu resort, bahwa ombak di Kepulauan Mentawai ini terbaik nomor 2 di dunia, hanya kalah dengan Hawai. Faktor itulah yang membuat para surfer manca negara berbondong bondong datang ke Mentawai. Namun, sekali lagi namun sebagian pemilik resort di Kepulauan Mentawai merupakan orang luar negeri dan kabarnya beberapa tanah di pulau-pulau kecil telah dijual ke tangan orang asing. Saya tidak ingin mengira-ngira, bagaimana pembayaran pajak dan sharing profit mereka dengan Pemerintah Daerah yang sebenernya cenderung tidak berjalan sebagaimana mestinya. Mari kita lihat dari segi pengelolaan, Pemerintah tertinggal satu langkah dari orang-orang bule ini, mengapa tidak dikembangkan menjadi suatu kawasan pariwisata khas Indonesia ? Selenggarakan dong lomba surfing internasional disana, selenggarakan “Sail Mentawai” yang selama ini saya lihat baru wacana, inspeksi kepemilikan asing di Kepulauan Mentawai, apakah sudah sesuai regulasi yang berlaku.
    Silahkan rekan sekalian kunjungi web beberapa resort di Kepulauan Mentawai milik orang asing, lihat saja harganya untuk trip surf dan menginap disana, harganya fantastis. Yang jelas turis manca negara yang berlibur ke Kepulauan Mentawai bukan low budget tourist, mereka pasti orang berada di negara asalnya. Salah satu contohnya, Almarhum Paul Walker yang hobi datang bolak balik ke Kepulauan Mentawai.

Jika mendapat perhatian serius dari para stake holder, saya rasa Kepulauan Mentawai akan moving forward dan dapat menjadi Bali ke 2, tentunya dengan alam yang lebih bagus dan ombak yang lebih mantap. Bila 2 poin tersebut dapat dimakssimalkan dan diciptakan regulasi yang pas, yang mengatur hal-hal itu, secara tidak langsung, ekonomi, fasilitas kesehatan, fasilitas pindidikan yang juga masih kurang memadahi dan menjadi masalah klasik di daerah pulau terluar dapat dengan mudah ditangani. Sekian rekan sekalian, silahkan beri masukan dan tambahan bila anda punya uneg-uneg tentang Mentawai...
Salam.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun