"Sekarang dimana Dik?" tambah Guru PJOK.
"Ngajar Pak, sambil kuliah S2. Ini barusan kuliah daring. Nah tiba-tiba pingin ke sini."
"Oh, Alhamdulillah. Selamat ya. Semoga cepet lulus."
"Aamiin, Pak. Terima kasih."
"Yasudah, tak ke sana dulu ya." Guru PJOK menunjuk ke seberang jalan kemudian menepuk pundak saya.
Sebenarnya, saya masih ingin berlama-lama dengan beliau berdua. Tapi bingung juga mau bahas apa. Bahas yang berat-berat macam kapitalisasi pendidikan, filsafat dan ideology pendidikan, atau semacamnya kok ya wagu. Mau nggersah soal nasib guru honorer, apalagi. Beliau lebih dulu dan lebih lama merasakan. Mau bicara mengenai kelakuan murid-murid, takut di-paido juga. Tapi sungguh, saya masih ingin berlama-lama dengan beliau berdua. Walaupun tidak berani memandang wajah guru-guru saya.
Ada saat dimana saya kangen dengan anak-anak. Pingin ngobrol ngalor-ngidul, seperti dulu yang sering saya lakukan sepulang sekolah. Tapi, saya sadar anak-anak sudah punya dunia dan kesibukannya sendiri. Mungkin juga beberapa dari mereka seperti saya. Mereka ingin ketemu, tapi malu dan tidak tau mau bahas apa. Jadi perasaan semacam ini, perasaan tengah-tengah, menjadi guru dan murid, sungguh aneh bagi saya.
Bagaimanapun anehnya, walaupun tidak bertemu secara fisik, saya selalu berdoa semoga selalu dipertemukan dalam doa-doa.
Semoga sehat dan bermakna selalu, guru-guru dan anak-anakku.
***
Pekalongan, 12 Januari 2024