Mohon tunggu...
Andika Syahputra
Andika Syahputra Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Konseling

Menyukai topik-topik tulisan yang membahas tentang konseling, psikologi dan pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Filsafat Pendidikan Pancasila? Apaan tuh!

10 Desember 2024   12:50 Diperbarui: 10 Desember 2024   12:50 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parade Prestasi (Sumber: Dok. SMAN TT)

Filsafat Pendidikan Pancasila merupakan landasan fundamental bagi sistem pendidikan di Indonesia. Sejak negara ini merdeka, Pancasila tidak hanya dijadikan ideologi negara, tetapi juga menjadi pedoman utama dalam mendidik generasi penerus bangsa. Setiap nilai yang terkandung dalam Pancasila, mulai dari Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, hingga Keadilan Sosial, diharapkan dapat tertanam dalam jiwa siswa Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak tantangan yang muncul dalam mengembangkan filsafat pendidikan ini agar tetap relevan dengan kondisi zaman. Terlebih, dalam dunia yang semakin terhubung dan global ini, pengaruh luar yang begitu kuat sering kali mengaburkan pemahaman tentang pentingnya Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah perubahan sosial yang begitu pesat. Pengaruh globalisasi telah membawa nilai-nilai baru yang sering kali bertentangan dengan prinsip dasar Pancasila. Misalnya, di dunia yang semakin didorong oleh individualisme dan materialisme, nilai-nilai gotong-royong dan solidaritas yang diajarkan Pancasila menjadi semakin terpinggirkan. Dalam konteks pendidikan, hal ini terasa begitu nyata. Banyak generasi muda yang lebih mengutamakan kesuksesan pribadi dan material daripada kepentingan bersama. Dampaknya, semangat kebersamaan yang menjadi inti dari Pancasila seolah semakin memudar. Di banyak kota besar, misalnya, semangat gotong-royong yang dulu sangat kuat dalam masyarakat semakin jarang ditemukan.

Selain itu, tantangan lainnya adalah bagaimana Pancasila diterjemahkan dalam kurikulum pendidikan yang ada. Walaupun Pancasila seharusnya menjadi bagian inti dari pendidikan di Indonesia, implementasi nilai-nilai tersebut sering kali terasa kurang maksimal. Banyak sekolah yang lebih fokus pada pencapaian akademik dan ujian daripada mengajarkan karakter dan moral berdasarkan Pancasila. Pendidikan moral seringkali ditempatkan pada posisi kedua, setelah pelajaran yang lebih terukur seperti matematika, sains, atau bahasa. Padahal, jika nilai-nilai Pancasila tidak benar-benar diajarkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka tujuan pendidikan untuk membentuk karakter bangsa yang berlandaskan Pancasila akan sulit tercapai.

Persoalan lainnya muncul dari adanya dua pandangan berbeda tentang Pancasila. Ada yang memandang Pancasila sebagai ideologi yang harus diterima begitu saja, tanpa ada perubahan atau penyesuaian dengan perkembangan zaman. Sebaliknya, ada juga yang berpandangan bahwa Pancasila perlu disesuaikan agar lebih relevan dengan dinamika zaman yang terus berkembang. Pandangan pertama menganggap bahwa Pancasila adalah ideologi final yang tidak perlu diragukan lagi, sementara pandangan kedua beranggapan bahwa Pancasila harus mampu menyatu dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan esensinya. Perdebatan ini memunculkan ketegangan, karena tidak semua pihak sepakat tentang bagaimana Pancasila seharusnya dipahami dan diterapkan dalam konteks pendidikan modern.

Contoh nyata dari ketegangan ini terlihat pada isu pendidikan agama di Indonesia. Ada kelompok-kelompok yang merasa bahwa pendidikan agama seharusnya lebih diutamakan daripada pendidikan Pancasila, yang dianggap kurang relevan dengan ajaran agama tertentu. Mereka berpendapat bahwa agama adalah sumber moral yang lebih mendasar daripada nilai-nilai Pancasila dalam membentuk karakter bangsa. Sebaliknya, ada juga pendapat yang menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar yang lebih inklusif, yang bisa mengakomodasi beragam agama dan budaya yang ada di Indonesia. Isu ini memunculkan perdebatan yang cukup panas, karena di satu sisi kita ingin menjaga keragaman, tetapi di sisi lain kita juga perlu mempertahankan satu dasar moral yang dapat diterima oleh seluruh elemen bangsa.

Namun, meskipun banyak tantangan, terdapat pula contoh-contoh positif yang memberikan harapan bagi pengembangan filsafat Pendidikan Pancasila. Di beberapa daerah, terutama di sekolah-sekolah yang lebih mengedepankan pendekatan berbasis nilai, Pendidikan Pancasila diterapkan melalui proyek-proyek sosial yang melibatkan langsung siswa. Banyak sekolah yang menerapkan kegiatan sosial seperti kerja bakti dan gotong-royong sebagai bagian dari kurikulum. Hal ini tidak hanya memberikan pengalaman langsung bagi siswa untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila, tetapi juga mempererat rasa kebersamaan dan tanggung jawab sosial mereka. Dalam bentuk kegiatan seperti ini, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial bisa lebih terasa nyata dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, tantangan besar lainnya adalah bagaimana cara pandang generasi muda terhadap Pancasila. Banyak di antara mereka yang menganggap Pancasila sudah tidak relevan lagi dengan kehidupan mereka. Generasi yang tumbuh dengan akses internet dan berbagai media sosial sering kali lebih terpengaruh oleh ideologi-ideologi luar yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila. Survei yang dilakukan oleh sejumlah lembaga riset menunjukkan bahwa sebagian besar generasi muda tidak memahami dengan baik apa itu Pancasila, apalagi bagaimana cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Mereka lebih tertarik dengan ideologi yang lebih modern dan global, seperti kapitalisme atau demokrasi liberal, yang mereka anggap lebih sesuai dengan zaman sekarang.

Fenomena ini semakin memperlihatkan bahwa perlu ada pendekatan baru dalam mengajarkan Pancasila kepada generasi muda. Salah satu pendekatan yang bisa diterapkan adalah dengan menghubungkan nilai-nilai Pancasila dengan isu-isu yang lebih dekat dengan kehidupan mereka. Misalnya, dengan mengaitkan nilai gotong royong dengan program-program sosial yang melibatkan remaja, atau mengaitkan nilai keadilan sosial dengan gerakan-gerakan lingkungan yang sedang digemari di kalangan anak muda. Pendekatan semacam ini bisa membuat generasi muda merasa lebih terhubung dengan Pancasila, bukan hanya sebagai ideologi negara, tetapi juga sebagai panduan hidup yang relevan dan aplikatif dalam kehidupan mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai lembaga pendidikan juga mulai berupaya untuk mengembangkan kurikulum yang lebih berbasis pada nilai-nilai Pancasila, dengan melibatkan berbagai pihak dalam perancangannya. Di beberapa sekolah, misalnya, kegiatan ekstrakurikuler seperti diskusi dan debat tentang nilai-nilai Pancasila telah diperkenalkan. Selain itu, banyak juga yang mulai menambahkan materi tentang sejarah dan filosofi Pancasila dalam pelajaran kewarganegaraan. Pendekatan seperti ini memungkinkan siswa untuk tidak hanya memahami konsep dasar Pancasila, tetapi juga menyadari bagaimana nilai-nilai tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, meskipun ada berbagai inisiatif yang positif, masih banyak tantangan dalam implementasi praktis di lapangan. Salah satunya adalah kekurangan pelatihan dan sumber daya yang memadai bagi para pendidik. Banyak guru yang tidak mendapatkan pelatihan yang cukup dalam mengajarkan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang menarik dan efektif. Akibatnya, Pancasila masih sering dianggap sebagai mata pelajaran yang membosankan dan tidak relevan dengan kehidupan siswa. Padahal, dengan pendekatan yang tepat, pendidikan Pancasila seharusnya bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk membentuk karakter bangsa yang kuat dan berintegritas.

Secara keseluruhan, pengembangan filsafat Pendidikan Pancasila di Indonesia menghadapi banyak tantangan yang kompleks. Mulai dari pengaruh globalisasi yang memperkenalkan nilai-nilai baru yang bertentangan dengan Pancasila, hingga ketidakrelevanan Pancasila di mata generasi muda, semua itu menjadi hambatan besar dalam penerapannya. Namun, dengan adanya berbagai upaya untuk mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari dan pendidikan yang lebih kreatif, masih ada harapan bahwa Pancasila akan tetap menjadi landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, pengembangan filsafat Pendidikan Pancasila bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tugas bersama bagi masyarakat Indonesia untuk menjaganya tetap hidup dalam setiap aspek kehidupan.

(Andika Syahputra - Mahasiswa UNDIKSHA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun