Mohon tunggu...
Andika Prasetio
Andika Prasetio Mohon Tunggu... Guru - Pelajar/mahasiswa

Main Bola

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori psikososial erik erikson

20 Januari 2025   03:53 Diperbarui: 20 Januari 2025   03:53 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori psikososial Erik Erikson adalah sebuah teori perkembangan manusia yang memandang kehidupan sebagai serangkaian tahapan yang saling berhubungan, di mana individu menghadapi tantangan psikologis tertentu di setiap tahapannya. Menurut Erikson, perkembangan kepribadian individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis atau faktor internal, tetapi juga oleh interaksi sosial dan budaya yang dialami sepanjang hidup. Teori ini terdiri dari delapan tahap perkembangan yang meliputi masa bayi hingga usia tua, yang masing-masing melibatkan sebuah krisis psikososial yang harus dihadapi dan diselesaikan untuk mencapai perkembangan yang sehat.

1. Tahap Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 Tahun)

Pada tahap pertama ini, bayi sangat bergantung pada orang tua atau pengasuh untuk kebutuhan dasar mereka, seperti makan, kenyamanan, dan keamanan. Jika kebutuhan ini dipenuhi dengan baik, bayi akan mengembangkan rasa kepercayaan pada dunia di sekitarnya. Sebaliknya, jika kebutuhan tersebut tidak dipenuhi, bayi mungkin mengalami ketidakpercayaan dan merasa dunia ini tidak dapat diandalkan.

2. Tahap Otonomi vs. Rasa Malu dan Ragu (1-3 Tahun)

Pada usia ini, anak mulai mengembangkan rasa otonomi atau kemandirian. Mereka belajar untuk melakukan hal-hal secara mandiri, seperti berjalan, berbicara, dan mengontrol fungsi tubuh. Jika anak diberi kesempatan untuk bereksplorasi dan memperoleh pengalaman, mereka akan merasa percaya diri dan otonom. Namun, jika mereka terlalu dikontrol atau dihukum secara berlebihan, mereka dapat merasa malu dan ragu terhadap kemampuan mereka.

3. Tahap Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-6 Tahun)

Anak-anak pada tahap ini mulai mengembangkan inisiatif dan dorongan untuk mengeksplorasi dunia sekitar mereka. Mereka mulai membuat keputusan dan mengambil tindakan tanpa banyak dorongan dari orang tua. Jika anak didorong untuk berinisiatif dan diberi kesempatan untuk mengambil risiko, mereka akan merasa berdaya. Sebaliknya, jika mereka dihukum atau dilarang untuk berinisiatif, mereka mungkin merasa bersalah dan ragu terhadap kemampuan mereka.

4. Tahap Industri vs. Inferioritas (6-12 Tahun)

Pada usia ini, anak mulai berinteraksi dengan teman sebaya dan terlibat dalam kegiatan sosial serta akademik. Mereka mengembangkan rasa percaya diri melalui prestasi dan pengakuan sosial. Jika anak merasa berhasil dalam kegiatan ini, mereka akan mengembangkan rasa industri (kemampuan untuk bekerja keras dan mencapai tujuan). Namun, jika mereka merasa gagal atau dibandingkan secara negatif dengan teman sebaya, mereka dapat merasa inferior.

5. Tahap Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 Tahun)

Remaja menghadapi tantangan untuk menemukan siapa mereka sebenarnya dan apa yang ingin mereka capai dalam hidup. Ini adalah tahap pencarian identitas di mana remaja mencoba berbagai peran dan nilai untuk menemukan kepribadian yang konsisten. Jika remaja berhasil dalam pencarian identitas mereka, mereka akan mengembangkan rasa identitas yang kuat. Namun, jika mereka kesulitan dalam menemukan identitas yang jelas, mereka bisa merasa bingung dan kehilangan arah.

6. Tahap Kedekatan vs. Isolasi (18-40 Tahun)

Pada tahap ini, individu berusaha membangun hubungan yang dekat dan intim dengan orang lain, baik dalam bentuk persahabatan maupun hubungan romantis. Keberhasilan dalam tahap ini akan menghasilkan hubungan yang sehat dan kedekatan emosional. Sebaliknya, kegagalan untuk membentuk hubungan yang dekat dapat menyebabkan perasaan kesepian dan isolasi.

7. Tahap Generativitas vs. Stagnasi (40-65 Tahun)

Pada usia paruh baya, individu berusaha memberi kontribusi yang positif kepada masyarakat dan generasi berikutnya, baik melalui pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial. Mereka berusaha untuk merasa produktif dan memberikan dampak yang bermakna dalam hidup mereka. Jika mereka merasa tidak dapat memberikan kontribusi atau terjebak dalam rutinitas yang monoton, mereka dapat merasakan stagnasi.

8. Tahap Integritas vs. Keputusasaan (65 Tahun ke Atas)

Pada tahap akhir kehidupan, individu merefleksikan hidup mereka dan menilai apakah mereka telah menjalani hidup yang berarti. Jika seseorang merasa puas dengan pencapaian hidup mereka, mereka akan mengembangkan integritas dan menerima kematian dengan damai. Sebaliknya, jika mereka merasa hidup mereka penuh dengan penyesalan, mereka dapat merasa putus asa dan takut menghadapi akhir hidup.

Kesimpulan

Teori psikososial Erikson memberikan gambaran yang sangat berharga mengenai perkembangan manusia, yang tidak berhenti setelah masa kanak-kanak, tetapi terus berlanjut hingga usia tua. Setiap tahap perkembangan dihubungkan dengan tantangan psikososial yang harus dihadapi dan diselesaikan. Keberhasilan dalam menyelesaikan krisis pada setiap tahap akan memungkinkan individu untuk berkembang dengan cara yang sehat dan mencapai potensi penuh mereka. Namun, kegagalan untuk mengatasi tantangan tersebut dapat mengarah pada kesulitan emosional dan psikologis yang menghambat perkembangan lebih lanjut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun