Sekarang ini, hampir semua pecinta musik Rock tau apa Muse itu. Saya emang nge-fans banget sama grup asal Inggris satu ini, dulu mereka juga sempet sih tur ke Indonesia tahun 2007, tapi sayangnya saya enggak bisa nonton konser mereka waktu itu. Sebenernya pertama denger lagunya itu 2004-2005an, tapi nge-fans gila-gilaan dimulai sejak 2007-2008, dan masih awet sampe sekarang ini. Saya sebenernya enggak pernah cinta mati sama band/artis, tapi mungkin Muse itu satu-satunya grup band yang punya pengaruh besar di hidup saya. Selama beberapa tahun, saya cuman bisa mengapresiasi konser mereka lewat internet. Penampilan Matt Bellamy, Dominic Howard, Christopher Wolstenholme dan Morgan Nicholls enggak pernah gagal buat bikin saya terkagum-kagum. Selain lagu-lagunya, dari segi sound, setting panggung, live visuals dan live act yang mereka bawakan selalu berbeda dari grup-grup musik lainnya. Padahal cuma nonton di YouTube lho. Grup band padahal ini belum berusia lebih dari 20 tahun, tapi manggungnya udah bisa disetarain sama band selevel U2, Pink Floyd, dan band-band legendaris lainnya. Ketika Muse ngadain The Resistance Tour dengan panggung 3 pilar indoor dan panggung piramid outdoor-nya, saya semakin pengen nonton konsernya. Tapi enggak terwujud. Tapi ketika The 2nd Law Tour dan Unsustainable Tour digelar pada 2012 dan 2013, siapa yang nyangka kalo saya bakal kesampean nonton konser mereka 3 kali. Saya bisa bilang, 2012 dan 2013 bakal jadi tahun yang gak terlupakan.
Panggung Indoor Resistance Tour 2009 (source:fansshare.com)
Panggung Outdoor Resistance Stadium Tour 2010 (source:stageco.com)
Pengalaman pertama saya nonton konser Muse itu di Hamburg pada pertengahan Desember 2012. Karena waktu itu saya pengen menikmati konsernya dengan tenang, tiket saya beli adalah tiket di tribun yang enggak terlalu jauh dari panggung. Tapi, konser yang berdurasi 1 jam 40 menit itu sukses bikin saya mangap akibat kagum luar biasa. Semua elemen dari konsernya perfect banget. Ekspektasi yang saya tumpuk setelah ratusan kali gigit jari nonton video konser mereka, terpenuhi 100%. Ketika itu saya bertekad untuk terus menabung dan berdoa agar bisa nonton konser mereka lagi.
Ternyata, emang bener-bener terkabul. Di pertengahan Juni dan pertengahan Juli 2013, saya dapet kesempatan untuk nonton mereka lagi, di Stade de France (Paris) dan di Waldbühne, (Berlin). Dari ketiga konser Muse ini, yang pengen saya ceritain ke teman-teman pembaca adalah momen-momen yang paling berkesan di konser Stade de France, tepatnya tanggal 21 Juni 2013. Untuk konser ini, saya beli tiket yang berdiri. Selain pengen menikmati gila-nya konser Muse, saya juga diminta oleh rekan-rekan fanbase Muse-Indonesia untuk mendokumentasikan konser ini dan berbagi pengalaman ke fans-fans Muse di Indonesia. Jadi tiket berdiri adalah opsi yang paling bagus. Saya dateng ke lokasi konser sekitar 3 jam sebelum pintu masuk dibuka. Normalnya buat dapetin posisi di dekat panggung, harus dateng sekitar 6-7 jam sebelumnya. Apalagi ini Eropa, malah banyak yang camping di depan pintu masuk sehari sebelumnya. Untungnya, Stade de France punya 16 pintu masuk. Jadi, penontonnya tersebar rata dan saya dateng ketika belum terlalu banyak orang (Tiket konser berjumlah 70.000 tiket dan semuanya terjual). Setelah 3 jam menunggu, saya langsung masuk ke areal stadion dan lari ke depan panggung (sambil kejar-kejaran sama security yang bawel). Saya berhasil berdiri di barisan depan.
Looking good, Hayley! (source: kamera sendiri)
Berbeda dengan panggung LED piramid-roulette ketika di Hamburg, setting panggung disini berupa kilang minyak raksasa dengan cerobong api diatasnya, dan dindingnya dipenuhi layar LED raksasa. Jauh lebih megah, lebih gede dan lebih rumit. 1 jam setelah saya masuk, FUN sebagai band pembuka pertama, langsung unjuk gigi. Saya cuma tahu beberapa lagunya, tapi aksi-panggungnya lumayan bagus dan lagunya cocok banget sebagai pemanasan sebelum Muse. Setelah itu, Paramore sebagai opening band kedua memulai performance-nya. Saya suka lagu-lagu Paramore, tapi saya gak nyangka kalo performance live-nya Hayley Williams dan kawan-kawan bisa keren banget & penuh improvisasi. Setelah Paramore turun panggung dan kru Muse selesai menyiapkan semuanya, tiba-tiba muncul seorang wanita yang membacakan berita tentang krisis energi di layar raksasa panggung: “.. and high grade energy is being destroyed, an economy based on endless growth is UNSUSTAINABLE.” Kemudian bagian ujung panggung tiba-tiba meledak keras (apinya panas banget karena meledaknya 4 meter dari saya), penonton berteriak riuh dan Muse muncul dan memulai konser dengan “Supremacy” sambil diiringi pyrotechnics yang luar biasa. Meskipun udah nonton di Hamburg, kualitas sound di Stade de France jauh berbeda dan bikin kaki saya gemetaran. Lagu yang bernuansa orkestra ala James Bond ini sukses memukau semua penonton.
Ledakan Bomb Intro yang super silau + super panas (source: kamera pribadi)
I swear, it was fucking awesome. (source: kamera pribadi)
Lagu-lagu terbaik mereka pun dimainkan beruntun. Di lagu Supermassive Blackhole dan Panic Station, irama funk sukses bikin semua penonton jingkrak-jingkrak dan nari sambil nyanyi bareng. Yang saya suka dari kedua lagu ini adalah beat-nya yang santai tapi seru banget. Kemudian Bliss dibawakan. Ini lagu yang jarang dibawakan, jadi saya gemetaran lagi saking enggak percaya-nya. Di lagu Animals yang bertema kehancuran para banker yang memanipulasi keuangan dunia, Muse menampilkan seorang aktor yang “mati” dibawah hujan ribuan lembaran uang palsu berlogo Muse ketika lagu itu mencapai titik puncaknya. Secara nggak sadar, puluhan ribu penonton yang berebut ribuan uang palsu itu juga menjadi bagian dari aksi panggung yang mencerminkan kerakusan manusia. Keren banget deh pokoknya.
Banker yang "mati" di atas panggung dihujani uang tak bernilai (source:muse.mu)
Penonton dihujani uang palsu. (source:muse.mu)
Setelah itu, penonton langsung berjingkrakan lagi di lagu Knights Of Cydonia yang iramanya bikin kita serasa sedang naik kuda di era koboi. Setelah itu, Chris langsung ke ujung panggung dengan bass andalannya dan memainkan Dracula Mountain dan Hysteria dengan sound effect yang dahsyat, disusul dengan Bass Dubstep di lagu Follow Me. Setelahnya doi langsung nyanyi lead vocal pada lagu Liquid State. Meski suara vokalnya nggak begitu optimum, tapi riff lagu ini lumayan mantep. Kemudian, sebuah piano muncul di ujung panggung, dan dibawakanlah salah satu lagu lama mereka yang terbaik, yaitu Sunburn. Setelah mendengar irama grand piano ala Rachmaninoff dan bassline yang keras, penonton disajikan lagu yang berirama pelan. Madness yang menjadi single pertama mereka di album The 2nd Law, lalu dinyanyikan kompak bersama. Suara unison Matt, Chris dan 70.000 penonton pada lirik “I need your love” di lagu ini bikin saya merinding sekaligus terharu.
Matt & Piano pada lagu Sunburn (source:kamera pribadi)
I need your looooooooaaaavvveeeeh! ft. 70.000 people. (source: google.com)
Setelah sing along kompak di lagu Time Is Running Out, penonton kembali disuguhin lagu yang beraliran keras, yaitu Stockholm Syndrome dan ditutup dengan outro riff Freedom milik Rage Against The Machine. Kemudian masuk sesi istirahat selama 15 menit. Ketika Muse kembali naik panggung, Matt meminta semua penonton untuk menyalakan layar HP masing-masing dan mengayunkan HP itu ketika lagu Unintended dibawakan. Meski bagian gitar dioper ke Chris, vokal Matt yang luar biasa bagus lagi-lagi bikin saya gemetaran (Udah berapa kali gemetaran coba?). Bahkan disamping saya ada yang sampe nangis lho, serius. Setelah itu, Guiding Light dan Blackout dibawakan. Selain diiringi oleh puluh-ribuan cahaya HP, muncul sebuah balon udara dari balik panggung yang mengitari stadion selama kedua lagu itu dimainkan. Bener-bener suasana yang bikin mangap. Lalu ketika Undisclosed Desires, Matt turun ke pagar pembatas untuk menyalami penonton, saya bener-bener semangat. Matt Bellamy, setengah meter didepan saya. Meski gak dapet salaman sama doi, saya seneng lihat attitude Muse yang tetep down-to-earth, alias gak sombong.
Hampir nangis karena momen yang super keren ini. (sumber:kamera pribadi)
Jarak saya dengan Matt kira kira segini. (source:google.com)
Setelah itu muncul Charles, robot yang dibuat khusus untuk konser Muse, diatas panggung. Robot ini lalu menari bersamaan dengan dibawakannya Unsustainable yang diiringi oleh teknik pergerakan lighting dan pyrotechnics yang luar biasa kerennya. Plug in Baby dan Survival dibawakan setelahnya, lalu kembali istirahat 10 menit. Lalu layar raksasa menampilkan live visuals dan perlahan-lahan muncul Morgan Nicholls sambil memainkan orkestra Isolated System yang diiringi monolog-monolog tentang Numbers Station. Ketika lagu ini pelan-pelan berakhir, Matt, Dom dan Chris kembali ke panggung dan memulai lagu Uprising. Di lagu yang menceritakan tentang perlawanan terhadap kediktatoran ini, seluruh penonton kerap ngelakuin fist-pump dan menyanyi bersama sebagai simbol kekompakan perlawanan. Setelah itu, semua penonton diajak untuk bertepuk tangan bersama dengan lagu Starlight yang menandakan akhir konser. Di momen ini, rasa kagum, takjub, terharu dan puas, semua nyampur aduk kayak cendol. Gila.
Charles & Unsustainable's epic visuals. (source:google.com)
Starlight, a great closing to a perfect concert.
Overall, saya sangat setuju dengan semua pendapat yang menyatakan bahwa Muse adalah salah satu band dengan performance live terbaik di dunia saat ini. Enggak objektif? Well, setelah saya nonton mereka untuk yang ketiga kalinya di Berlin bareng temen-temen dari forum www.muse.mu dan beberapa temen yang nggak pernah ngefans Muse, mereka langsung jadi fans berat lho. Oh iya, di konser Berlin ini juga terjadi hal yang luar biasa. Saya waktu itu ngebawa poster bergambar logo fanbase Muse-Indonesia, dan ketika lagu Undisclosed Desires dibawakan, saya dibantu oleh penonton lain untuk maju ke dekat panggung agar bisa ngasih poster itu ke Matt pas dia turun ke penonton. Yang terjadi adalah, poster itu nggak diambil oleh Matt, tapi dia membaca poster itu dan memberikan isyarat salut ke saya. Bukannya apa-apa, tapi saya seneng banget karena seenggaknya saya berhasil ngasih tau Matt, bahwa fans-fans Muse di Indonesia masih setia menunggu kedatangan Muse ke Indonesia. Dan saya yakin, harapan itu akan terkabul entah dalam waktu dekat atau tidak. Semoga artikel kali ini bisa memuaskan rasa penasaran teman-teman pembaca sekalian. Kritik dan saran sangat diterima. Terimakasih banyak.
Momen ajaib yang terekam di video. (source:youtube.com)
Tiket & Kertas Logo Muse-Indonesia. (source:kamera pribadi)
Video-video yang saya dokumentasikan di Stade de France dan Berlin Waldbühne bisa anda lihat di channel YouTube Muse-Indonesia Foto-foto lengkap dapat anda lihat di halaman Facebook Muse-Indonesia Jangan lupa follow Official Twitter Account Muse Indonesia Fanbase ________________________________________________________________ Penulis: @andiihsandi Referensi & Credits: www.muse.mu, www.setlist.fm, www.youtube.com, www.google.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H