Mohon tunggu...
Andi Hidayatullah
Andi Hidayatullah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Jadilah dirimu sendiri!

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Berawal dari Hobi Memakan Cilok hingga Menjadi Pengusaha Cilok! By (Andi Hidayatullah)

15 Juni 2024   20:35 Diperbarui: 15 Juni 2024   20:49 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Owner dan Rumah Tempat Produksi Cilok/dokpri

Marisa (34), seorang ibu rumah tangga yang kini menjadi pengusaha bakso cilok di Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Ibu dari tiga anak ini sukses mengembangkan usahanya yang kini dalam kategori usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dengan nama Cilok Merecon Ngangaak. Kini Marisa memiliki lebih dari 80 reseller yang berasal dari semua daerah di Pulau Lombok."Ada yang datang dari Lombok Utara, Lombok Tengah, Mataram dan Lombok Timur. Ada yang sampai dititip di mobil engkel (sejenis angkot), karena lokasinya jauh di Sembalun sana," kata Marisa, Senin (15/6/2024). Sore itu, Marisa sudah mulai membersihkan alat-alat yang digunakan membuat cilok. Meski demikian, terlihat beberapa orang masih mengantre untuk membeli cilok buatannya. Rumah produksinya tak pernah sepi oleh pembeli.

Pada pagi hari, Marisa ke pasar membeli bahan-bahan untuk membuat cilok. Marisa juga langsung membuat adonan ciloknya sendiri. Di rumah produksinya itu, dia dibantu oleh beberapa pekerja yang sudah siap sejak pagi. Begitu adonan siap, mereka kemudian menempatkan cilok pada adonan sesuai varian rasa. Setelah itu, mereka memanaskan air dan memasukkan adonan cilok yang sudah dibulat-bulatkan ke dalam air panas tersebut.Setiap hari, Marisa membuat 400 kilogram hingga 600 kilogram cilok dengan berbagai varian isi. Ada yang isi jamur, keju, telur puyuh, cabai, daging, urat, siomay dan cilok tahu. Dia juga mempekerjakan 11 orang yang merupakan warga sekitar. Marisa merasa senang karena usaha ciloknya laris di pasaran, sehingga bisa membuat lapangan pekerjaan bagi orang lain."Saat ini ada 11 orang yang bekerja dan membantu saya. Saya bayar mereka harian, bayaran atau upah mereka tergantung tugas yang mereka kerjakan," ujar Marisa.

1. Dipasarkan Melalui Media Sosialal

Cilok kuah ngangaak/dokpri
Cilok kuah ngangaak/dokpri

Marisa mulai berjualan sejak enam tahun yang lalu. Saat itu, dia tidak menjual cilok. Marisa menjual soto dan berjualan di kantin sekolah terdekat. Dia juga menjual produknya ke sekolah-sekolah yang ada di sekitar rumahnya. Dalam mengembangkan bisnisnya ini, dia juga mengandalkan modal dari Kredit Usaha Rakyat (KUR)."Kalau dulu itu untungnya tidak banyak, karena yang dibayar hanya yang laku saja. Lebih sering tidak laku, jadi lebih banyak ruginya," ujarnya.Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjual cilok. Dari modal yang ada, kemudian dia mencoba untuk membuat cilok dan memasarkannya secara daring melalui media sosial. Awalnya hanya membuat 2 kilogram cilok untuk dijual kepada pembeli yang memesan melalui media sosial. Kini, dalam sehari bisa memproduksi hingga 600 kilogram."Jualan online (daring), dulu produksi tidak banyak. Tapi lama kelamaan semakin banyak yang pesan, jadi saya bisa produksi lebih banyak perlahan-lahan," kata Marisa.Marisa merasa bahwa keberadaan media sosial sangat berkesan bagi perjalanan bisnisnya. Dia bisa menjual cilok hingga pelosok desa dari pesanan reseller yang mengetahui informasi tentang Cilok Merecon Ngangaak dari media sosial.Usahanya dalam merintis bisnis cilok tidaklah mudah. Beberapa kali jatuh, namun Marisa bangkit lagi. Marisa sempat kesulitan memasarkan produknya secara daring karena tidak memiliki uang untuk membeli paket data atau kuota internet."Dulu itu promosi kadang-kadang ya, karena kadang gak punya paket data internet, gak punya uang," akunya.Dia juga terus berinovasi untuk memberikan kualitas rasa terbaik dari ciloknya. Pada akhirnya, dia menemukan racikan dengan cita yang disukai oleh banyak pembeli."Dulu itu rasa ciloknya gak langsung enak seperti saat ini. Saya mencoba terus menerus, sampai menemukan resep terbaik seperti sekarang," akunya.

2. Modal dan Omzet dalam Sehari

Alat dan bahan pembuatan cilok ngangaak/dokpri
Alat dan bahan pembuatan cilok ngangaak/dokpri

Marisa mengatakan bahwa saat ini dia sudah tidak memiliki pinjaman atau cicilan di bank. Dia sudah mandiri dengan modal yang dikembangkannya melalui bisnis ciloknya itu. Selama ini, dia tidak pernah menggunakan keuntungan dari usahanya itu untuk membeli barang atau pergi liburan. Semua laba penjualan yang didapatkan digunakan untuk menambah modal usaha. Itulah mengapa saat ini Marisa sudah tidak meminjam melalui dana KUR lagi."Dulu kan pernah pinjam uang KUR, tapi sekarang sudah tidak pernah lagi. Semua modal dalam bisnis cilok ini berasal dari keuntungan yang saya putar, sehingga modal saya bisa lebih banyak dari sebelumnya," kata Marisa.Modal atau biaya produksi untuk membuat 600 kilogram cilok adalah Rp25 juta. Sementara pendapatan atau omzet dari penjualan semua cilok itu sekitar Rp30 juta. Jika dikurangi ongkos produksi atau modal, Marisa bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp5 juta dalam sehari."Itu yang terbanyak ya, kan gak setiap hari segitu. Kadang kita bikin 400 kilogram saja. Tapi semuanya pasti habis. Karena selain dijual melalui media sosial, kita juga jual ke pasar. Sudah ada langganan di pasar," kata Marisa.

3. Reseller Kecipratan Untung

Salah satu reseller yang merasakan keuntungan dari UMKM cilok ngangaak/dokpri
Salah satu reseller yang merasakan keuntungan dari UMKM cilok ngangaak/dokpri

Marisa mengatakan bahwa semua reseller Cilok Merecon Ngangaak mengaku mendapatkan keuntungan dari penjualan cilok tersebut. Harga satu cilok adalah Rp1.000, namun untuk reseller diberikan harga khusus. Sebanyak 65 pcs cilok dijual dengan harga Rp50 ribu. Dengan demikian, reseller bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp15 ribu. Jika membeli dengan harga Rp500 ribu, reseller bisa mendapatkan keuntungan sebanyak Rp150 ribu."Mereka (reseller) itu biasanya ngambil (beli, red) banyak. Ada yang beli Rp200 ribu, Rp500 ribu, ada juga Rp700 ribu, beragam. Rata-rata mereka bilang kalau ciloknya laku dan habis, jadi besoknya pesan lagi," akunya.Marisa merasa senang karena banyak yang mendapatkan keuntungan dari bisnisnya itu. Dia berharap kedepannya mampu memproduksi lebih banyak lagi, sehingga lebih banyak lagi reseller yang bisa menjual ciloknya itu."Dalam waktu dekat ini saya akan pindah, di sini tetap produksi juga, tapi nanti ada tempat baru juga. Jadi bisa bikin lebih banyak karena tempatnya lebih luas," ujarnya.Saat ini, rumah produksi Cilok Merecon Ngangaak ada di bangunan dengan luas kurang lebih 3 x 6 meter. Di bangunan inilah dibuat 600 kilogram cilok yang dipasarkan ke seluruh penjuru Lombok setiap harinya. Dia berharap bisnis ciloknya ini bisa lebih besar, sehingga bisa dipasarkan lebih luas. Selain itu, dia juga berharap bisa membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

4. Alasan Menjual Cilok

Para karyawan yang melakukan proses produksi cilok ngangaak/dokpri
Para karyawan yang melakukan proses produksi cilok ngangaak/dokpri

Marisa tertawa saat ditanya alasannya memilih cilok sebagai bisnis atau usahanya. Sambil terkekeh dia mengaku bahwa ide menjual cilok itu muncul karena dirinya sendiri memang suka makan cilok."Kenapa saya jual cilok, karena saya memang suka makan cilok," ujarnya sambil tersenyum.Karena kesukaannya itulah, dia bisa terus berinovasi dan mencari rasa terbaik versi dirinya. Dia merasa bahwa sebagai pencinta cilok, dia akan tahu bahwa cita rasa itu akan disukai atau tidak oleh pelanggannya.Marisa juga berpesan kepada pengusaha pemula agar melakukan apa yang disukai. Misalnya, jika suka makan cilok, maka tak ada salahnya untuk mencoba menjual cilok. Dengan demikian, rasa ingin tahu dan keinginan untuk memberikan cita rasa terbaik akan muncul. Sehingga bisa memuaskan pembeli atau pelanggan."Pesan saya juga, jangan mudah putus asa. Jatuh bangun dalam dunia usaha itu sudah biasa, yang penting kita tetap semangat, jangan menyerah. Kalau ada yang kurang, kita perbaiki dengan inovasi-inovasi," ujarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun