Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Namun masih banyak lembaga pendidikan yang belum menerapkannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan strategi peningkatan mutu SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor. Metode penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Â Dengan subjek penelitian Kepala Sekolah, guru, siswa, dan komite. Sumber penelitian adalah dokumen laporan sekolah, dan juga hasil wawancara. Data dianalisis menggunakan Diagram Ishikawa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor dapat meningkatkan mutu lulusan dengan pola mengoptimalkan sumber daya internal sebagai titik tolak pemanfaatan dukungan eksternal. Berdasarkan temuan penelitian direkomendasikan agar Kepala Sekolah menyusun dokumen tahunan secara efektif sesuai rencana strategis dan melakukan evaluasi capaian program untuk menetapkan tindak lanjut pencapaian visi misi sekolah.
Kata kunci: total quality management, mutu pendidikan, mutu lulusan, diagram ishikawaÂ
PENDAHULUAN
Sebagai salah satu wahana pembentuk karakter bangsa, sekolah adalah lokasi penting dimana para "Nation Builders" Indonesia diharapkan dapat berjuang membawa negara bersaing di kancah global. Seiring dengan derasnya tantangan global, tantangan dunia pendidikan pun menjadi semakin besar, hal ini yang mendorong para siswa untuk bisa mendapatkan prestasi terbaik. Globalisasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan modern semakin nyata pengaruhnya dalam mewujudkan pasar dan persaingan bebas terbuka. Dalam keadaan seperti ini, semua lembaga khususnya pendidikan dituntut untuk mampu menciptakan efisiensi, mengutamakan mutu, kepuasan konsumen dan memanfaatkan peluang dengan cepat agar dapat bersaing dan bertahan. Adanya persaingan merupakan unsur yang tidak bisa ditawar lagi. Suatu organisasi atau lembaga dapat meningkatkan dan mempertahankan kualitas dengan cara membangun suatu sistem peningkatan kualitas dan menentukan standar (TQM) Total Quality management atau disebut dengan manajemen mutu terpadu.
Salah satu permasalahan krusial bangsa ini memasuki abad ke-21 adalah rendahnya mutu pendidikan yang dihasilkan. Kualitas pendidikan di Indonesia pada masa ini cukup memprihatinkan.Ini dibuktikan dengan hasil dari survei kemampuan pelajar yang dirilis Programme for International Student Assessment (PISA) Desember 2019 di Paris, yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-72 dari 77 negara. Berada di peringkat ke-6 terbawah, masih kalah dari negara tetangga seperti Brunei Darussalam dan Malaysia. Education Index dari Human Development Reports (2017), juga menyebut Indonesia berada di posisi ke-7 di ASEAN dengan skor 0,622. Skor tertinggi diraih Singapura (0,832), Brunei Darussalam (0,704), Malaysia (0,719), Thailand dan Filipina sama-sama memiliki skor 0,661. Ini menegaskan. bahwa indikator pendidikan yang rendah menjadi penyebab daya saing lemah.Data UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report 2016, mengumumkan mutu pendidikan di Indonesia menempati peringkat ke-10 dari 14 negara berkembang. Sedangkan kualitas guru sebagai bagian penting dalam pendidikan, berada di urutan ke-14 dari 14 negara berkembang di dunia. Hal tersebut mungkin tidak perlu dibantah. Karena faktanya, memang 75% sekolah di Indonesia tidak memenuhi standar layanan minimal pendidikan.
Kekerasan di sekolah masih sering terjadi. Sudah berapa banyak siswa yang kehilangan nyawa akibat kekerasan di dunia pendidikan? Hasil dari survei Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PP & PA) mengenai kekerasan terhadap anak yang dilakukan pada tahun 2013 menemukan bahwa anak usia 13 - 17 tahun menunjukkan 1 dari 3 anak laki-laki dan 1 dari 5 anak perempuan mengalami salah satu bentuk kekerasan fisik/emosional/ seksual dalam 12 bulan terakhir. Dan berdasarkan data pantauan yang diperoleh dari Ikhtisar Eksekutif Stranas PKTA 2016 - 2020 menyebutkan bahwa sebanyak 84% siswa pernah mengalami kekerasan di sekolah. Lalu 45% siswa laki-laki mengatakan bahwa guru atau petugas sekolah adalah pelaku kekerasan. Dan 40% siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebayanya. Lalu 75% siswa berkata pernah melakukan kekerasan di sekolah, dan 22% siswa perempuan mengatakan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan.
Â
Hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor pada tanggal 17 September 2021 mengenai mutu lulusan mengatakan bahwa sejak sekolah ini berdiri belum pernah diadakan evaluasi tentang standar kelulusan. Dari data yang diperoleh dari tahun 2018 sampai 2021 menggambarkan bahwa rata-rata mutu lulusan di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor masih rendah. Hal ini ditunjukkan dari rata-rata: a) Bahasa Indonesia 7,49, b) Bahasa Inggris 6,22, c) Matematika 5,73, dan d) Â Kejuruan 7,52.
Dari kajian standar tersebut di atas terdapat kesenjangan antara kondisi sekolah dan kondisi ideal yang diharapkan sekolah. Kesenjangan ini menjadi masalah dan sekolah berupaya untuk mengatasinya secara bertahap dan berkesinambungan yang pada akhirnya dapat memenuhi Standar Kelulusan. Adapun dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi di sekolah dapat diselesaikan dengan membuat rencana strategis dalam rangka meningkatkan mutu kelulusan. Dengan merumuskan rencana strategi peningkatan mutu kelulusan akan memudahkan sekolah dalam menentukan strategisnya, sehingga dapat dipakai oleh sekolah sebagai pegangan dana arahan dalam mencapai kinerja sekolah yang berkualitas.
Berdasarkan latar  belakang seperti tersebut diatas, permasalahan penelitian ini adalah faktor apa saja yang menjadi akar masalah dalam meningkatkan mutu lulusan dan bagaimana rencana strategi dalam peningkatan mutu lulusan. Suatu organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Untuk mencapai tujuan diperlukan suatu strategi.  Menurut Sanjaya (2006:126) strategi merupakan metode yang digunakan untuk memperoleh kesuksesan datau keberhasilan dalam mencapai tujuan.  Sedangkan Menurut Chandler dikutip oleh Rangkuti (2006 : 3) Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut, serta prioritas alokasi sumber daya. Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan metode yang digunakan dalam sebuah organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam menentukan strategi terlebih dahulu harus menentukan rumusan tujuan yang jelas dan menentukan faktor - faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian tujuan. setiap organisasi pasti berharap bahwa setiap tujuan yang telah ditetapkan dapat meninkatkan mutu organisasi. Hal tersebut akan dapat di lihat dari kinerjanya.
Kinerja menurut Moeheriono (2009:60) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui strategi suatu organisasi. Strategi yang dimaksud adalah kebijakan-kebijakan penting sekolah yang dijadikan dalam pembuatan program sekolah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Muhaimin (2011). dari pendapat Moeheriono (2009) dan Muhaimin (2011) dapat ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan strategi yang diterapkan sekolah dapat dilihat dari kinerja sekolah tersebut.
Strategi sekolah merupakan kebijakan-kebijakan yang penting dari sekolah untuk mencapai tujuan  yaitu meningkatkan dan mengembangkan mutu sekolah. Strategi yang tepat dapat berdapak pada keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuannya.  Untuk mendapatkan strategi yang tepat, sekolah memerlukan mengetahui informasi tentang faktor-faktor di sekolah yang dapat mendukung keberhasilan dalam mencapai tujuan. Oleh karenanya, sekolah perlu menganalisis faktor-faktor tersebut. Dengan melakukan analisa diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan acuan dalam menyusun strategi sehingga mendapatkan mutu pendidikan yang baik.
Mutu merupakan suatu hal untuk membedakan antara yang baik dan buruk terhadap suatu produk. Produk dianggap bermutu apabila produk tersebut dapat memberikan kepuasan terhadap konsumen sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Didalam pendidikan mutu mencakup tiga hal yaitu input, proses, output, dan outcome. Hal ini sesuai dengan pendapat Hanik Umi (2011: 78) Â yang mengatakan bahwa mutu sebuah pendidikan yaitu input, proses, output, dan outcome. Input pendidikan artinya siap berproses, Proses pendidikan artinya mampu menciptakan suasana pembelajaran aktif, kreatif, menyenangkan, dan bermakna. Menurut Crosby (dalam Engkoswara & Komariyah, 2010:305) "quality is conformance to customer requirement". Dengan kata lain, Mutu adalah kesesuaian individual terhadap persyaratan atau ketentuan. Sedangkan menurut Ishikawa dikutip oleh Engkoswara & Komariyah, (2010:305) mengatakan bahwa "quality is customer satisfaction". Dengan demikian definisi mutu tidak dapat dilepaskan dari kepuasan pelanggan.
Dari uraian mengenai definisi mutu, dapat disimpulkan bahwa mutu merupakan keadaan yang sesuai dan melebihi harapan pelanggan sehingga pelanggan memperoleh kepuasan dari produk  yang dihasilkan. Jika diterapkan dalam ilmu pendidikan, suatu pendidikan dianggap bermutu jika seluruh komponen memiliki persyaratan dan ketentuan yang diinginkan pelanggan dan pelanggan tersebut merasakan kepuasan. Mutu pendidikan bersifat relatif, karena setiap orang memiliki ukuran yang tidak sama persis. Mutu pendidikan akan dikatakan baik jika pendidikan tersebut dapat menyajikan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dari pelanggannnya (Engkoswara & Komariyah, 2010:305).
Dalam praktek penyelenggaraan pendidikan konsep mutu diatas digunakan secara integrasi. Pengertian mutu mengacu pada standar yang telah digunakan untuk melakukan pengecekan standar yang berkaitan dengan kinerja satuan pendidikan dan kelayakan pengelolaan satuan pendidikan. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup : input, proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input pendidikan merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Output pendidikan merupakan kinerja sekolah yang dapat diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensi, inovasi dan moral kerjanya. Output sekolah bermutu tinggi apabila prestasi siswanya tinggi dalam prestasi akademik yang berupa nilai ulangan umum, Ujian Naional, lomba akademik; dan prestasi non-akademik.
Sedangkan Leba (2013), berpendapat terdapat empat pandangan yang berkembang untuk memaknai tentang mutu pendidikan empat, yaitu: (1) Mutu Pendidikan dipandang berdasarkan kemampuan peserta didik setelah mempelajari suatu materi pelajaran. (2) Mutu pendidikan dipandang dari produktivitas keluarannya, yakni pekerjaan yang diperoleh, (3) Mutu Pendidikan dipandang berdasarkan kriteris sosial yang lebih luas. (4) Mutu pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan ditinjau dari komponen pendidikan yang bermutu.
Berdasarkan paparan diatas mengenai mutu pendidika maka dapat disimpulkan bahwa mutu pendidikan adalah kemampuan sekolah dalam mengelola komponen-komponen yang ada di sekolah sehingga menghasilkan lulusan yang memliki pencapaian prestasi belajar yang tinggi.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan mengemukakan bahwa mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan sistem pendidikan nasional. Standar mutu pendidikan di Indonesia ditetapkan dalam standarisasi nasional yang dikenal dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
SNP merupakan kriteria minimum tentang berbagai aspek yang relevan dalam pelaksanaan pendidikan nasional yang harus dipenuhi oleh penyelenggara dan atau satuan pendidikan, yang berlaku diseluruh wilayah hukum NKRI. Hal ini sesuai peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013. SNP tersebut mencakup: 1) standar kompetensi lulusan 2) standar isi, 3) standar proses, 4) standar pendidik dan tenaga kependidikan, 5) standar sarana dan prasarana, 6) standar pengelolaan, 7) standar pembiayaan, 8) standar penilaian pendidikan. Kedelapan SNP yang telah dipaparkan diatas, standar kelulusan akan dipakai sebagai pedoman mengevaluasi mutu lulusan.
Mutu lulusan (hasil pendidikan) adalah lulusan yang mempunyai prestasi akademis ataupun non-akademis. Prestasi (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis (hasil US), prestasi non akademis (prestasi di bidang olahraga, seni, dll), bahkan prestasi dalam sikap (suasana disiplin , keakraban, saling menghormati, dll). Dalam sistem pendidikan, lulusan adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu lulusan tidak akan tercapai apabila tidak ada mutu didalam proses dan isi. Mutu didalam proses tidak mungkin ada apabila tidak ada tanpa ada tenaga pendidik dan kependidikan serta segala sumber baik sarana dan prasarana maupun pembiayaan. Pengelola organisasi yang tepat memerlukan penilaian untuk terus melakukan koreksi dan perbaikan serta penyempurnaan organisasi dan kompetensi kelulusan (Engkoswara & Komariyah, 2010:313-314)
Berkaitan dengan strategi, mutu dan mutu pendidikan seperti telah diuraikan diatas maka TQM (Total Quality Management) merupakan upaya perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang (Salis Edward, 2008:73) .TQM digunakan untuk melakukan perbaikan secara terus-menerus menggunakan alat-alat, dan teknik-teknik, seperti brainstorming dan analisa lapangan dengan tujuan untuk peningkatan mutu. Dengan demikian tujuan TQM adalah untuk memperbaiki mutu pendidikan yang dilakukan secara terus menerus melalui analisa lapangan.
Snelbecker  dikutip oleh Syahid (2012:199) menyatakan bahwa sedikitnya ada empat macam definisi yang dapat dibedakan mulai dari yang sangat umum sampai pada yang sangat terbatas. Secara umum dikatakan bahwa teori adalah segala aspek ilmu yang tidak semata-mata bersifat empirik, dan yang sangat khusus adalah ringkasan pernyataan yang melukiskan dan menata sejumlah pengamatan empirik. Banyak sekali teori yang mendasari kajian TQM. Teori-teori yang umum dijadikan referensi dalam menganalisis manajemen kualitas terpadu adalah teori Deming, teori Crosby, dan teori Juran. Namun, dalam makalah ini hanya menjelaskan teori Deming dengan pertimbangan bahwa teori ini sangat sesuai untuk menjadi landasan atau pijakan dasar dalam mengkaji manajemen kualitas lembaga pendidikan.      Â
Manajemen mutu pendidikan sangatlah diperlukan dalam setiap institusi pendidikan untuk mengetahui apakah institusi tersebut bermutu atau tidak. Manajemen mutu pendidikan lebih difokuskan pada output dan proses pendidikan yang mengarahkan input pendidikan. Engkoswara & Komariyah (2010:313) menjelaskan beberapa komponen yaitu mutu lulusan, mutu isi dan proses, mutu pendidik dan tenaga kependidikan, mutu sarana prasarana, mutu pengelolaan, mutu pembiayaan, mutu penilaian. Dalam penelitian ini komponen yang dilihat adalah segi mutu lulusan.
Dalam rangka pencapaian perbaikan mutu pendidikan dalam hal ini mutu lulusan diperlukan suatu strategi atau teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memcahkan persoalan secara kreatif. Teknik analisa untuk mengidentifikasi sebab akibat dari permasalahan melalui diagram Ishikawa.
Diagram Ishikawa atau Fishbone diagram (diagram tulang ikan) sering juga disebut Cause-and-Effect Diagram merupakan teknik untuk memetakkan seluruh faktor yang menyebabkan terjadinya masalah pada hasil yang diinginkan. Adapun tujuan dari diagram Ishikawa adalah untuk mendata seluruh faktor yang mempengaruhi mutu dari sebuah proses dan untuk memetakan inter-relasi antar faktor-faktor Sallis Edward, (2008:202).
Eris Kusnadi (2011:1) mengemukakan bahwa diagram Ishikawa mengidentifikasi berbagai sebab potensial dari satu efek atau masalah, dan menganalisis masalah tersebut melalui sesi brainstorming. Masalah akan dipecah menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup manusia, material, mesin, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai sebab-sebab yang perlu diuraikan melalui sesi brainstorming. Berikut visual mengenai prosedur atau lamgkah-langkah pembuatan diagram ishikawa
Diagram Ishikawa diatas mendeskripsikan bahwa diagram Ishikawa digunakan untuk mengidentifikasi penyebab suatu masalah (Tague, 2005:247). Apabila masalah dan akar penyebab masalah sudah diketahui maka tindakan akan lebih mudah dilakukan. Dalam penyusunan diagram Ishikawa, sesi brainstorming digunakan untuk mengetahui sebab, akibat dan menganalisis masalah tersebut. Masalah akan dibagi menjadi sejumlah kategori yang berkaitan, mencakup sumber daya manusia, material, mesin/tools/sarana prasarana, prosedur, kebijakan, dan sebagainya. Setiap kategori mempunyai penyebab yang akan dijelaskan melalui sesi brainstorming.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor. Fokus dari penelitian ini adalah mencari faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan yang ada di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor  yang mengakibatkan menurunnya mutu lulusan dan mencari strategi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Metode pengumpulan data kualitatif dapat dilakukan dengan wawancara secara mendalam, observasi partisipasi, bahan dokumenter, serta metode-metode baru seperti metode penelusuran bahan internet. Prinsipnya jenis data dikategorikan atas dua hal yaitu data primer dan data sekunder. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang diperoleh langsung dari sumber data. Data primer berupa faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan menurunnya mutu sekolah SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor. Sedangkan data sekunder berupa profil sekolah dan hasil kelulusan 4 tahun terakhir diperoleh melalui studi dokumentasi.
Teknik analisis yang digunakan adalah diagram Ishikawa yang digunakan pada proses mengiden-tifikasi suatu permasalahan dan menentukan penyebabnya. Adapun prosedur dalam penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: tahap persiapan (, tahap pelaksanaan, tahap penyelesaian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa terhadap data mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya mutu lulusan di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor menggunakan diagram Ishikawa, secara visual gambar 2 menunjukkan hasil identifikasi penyebab suatu masalah
Berdasarkan gambar 2 Diagram Ishikawa menurunnya mutu lulusan di atas dapat dijelaskan bahwa menurunnya  mutu Sekolah disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi penyebab masalah yaitu sumber daya manusia,  tool / sarana prasarana, metode pembelajaran dan material /sumber belajar.
Penyebab masalah pada faktor sumber daya manusaia adalah adanya sebagian besar guru kurang memanfaatkan TIK. Kurangnya pemanfaatan TIK disebabkan karena keengganan guru untuk belajar TIK, rendahnya minat belajar siswa serta siswa kurang dalam menghargai guru. Sedangkan penyebab dari faktor sarana prasarana kurang maskimalnya pemanfaatan fasilitas perpustakaan sekolah ditunjukkan dengan banyak siswa yang tidak mau berkunjung ke perpustakaan baik untuk belajar, membaca buku, ataupun meminjam buku, banyaknya alat peraga rusak, lemahnya jaringan internet wifi.Â
Penyebab dari faktor metode adalah metode pembelajaran kurang menarik masih monoton artinya guru belum menggunakan model pembelajaran yang aktif dan menyenangkan. Selanjutnya penyebab faktor materials atau bahan ajar hanya bersumber dari Modul Siswa hal ini menyebabkan materi pelajaran yang akan diajarkan belum tuntas.
Berdasarkan rangkuman diskusi pada sesi brainstorming dalam menyusun diagram Ishikawa strategi untuk meningkatkan mutu lulusan di SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor. Secara visual akan dipaparkan pada tabel berikut.
Pada faktor sumber daya manusia, terdapat masalah guru kurang bisa memanfaatkan TIK. Hal ini disebabkan oleh faktor usia, beberapa guru sudah terlalu tua untuk mempelajari tentang teknologi. Sehingga mereka enggan untuk membuat materi ajar yang berhubungan dengan TIK. Sekolah mengadakan pelatihan tentang strategi pembelajaran TIK. Minat belajar siswa rendah, kurangnya perhatian dari orang tua. Siswa kurang menghargai guru, hal ini dikarenakan faktor pengaruh lingkungan. Guru BK diharapkan aktif dalam memantau karakter dan kepribadian siswa, sehingga guru mengetahui mengapa siswa itu minat belajarnya rendah.
Sedangkan pada faktor sarana dan prasarana, masalah yang dihadapi adalah kurangnya pemanfaatan perpustakaan. Banyak buku-buku yang sudah usang atau ketinggalan jaman (tidak up to date). Guru belum menjadikan perpustakaan sebagai sarana pembelajaran dan siswa minat baca siswa rendah. Memanfaatkan ruangan perpustakaan untuk pembelajaran, memperbaiki atau membeli alat peraga yang sudah rusak, memfasilitasi sekolah dengan WIFI.
Penyebab masalah pada faktor metode adalah metode pembelajaran yang digunakan kurang bervariatif (monoton), sehingga berdampak pada hasil pembelajaran. Strategi yang digunakan adalah diadakan pelatihan guru utnuk mengembangkan metode yang bervariatif dalam mengajar. Sehingga guru harus bisa berkreatifitas untuk melakukan pembelajaran yang menarik.
Bahan ajar yang digunakan hanya mengandalkan Modul dan materi pelajaran belum tuntas diajarkan. Berdasarkan data tersebut maka perlu adanya diadakan pelatihan tentang pembuatan bahan ajar dan evaluasi yang sesuai dengan karakteristik siswa. Selain itu, perlu adanya pengaturan waktu pembelajaran sehingga harus tepat sesuai dengan program semester.
KESIMPULAN
Menurunnya  mutu lulusan dari tahun 2018 sampai 2021 berasal dari dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari dalam guru dan siswa itu sendiri. Hal itu nampak pada rendahnya pemanfaatan sumber TIK oleh guru sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar siswa dan kurangnya penghargaan untuk guru karena perilaku guru dalam mengajar kurang baik atau seenaknya sendiri. Ini terlihat dari metode pembelajaran guru yang kurang menarik dan monoton.
Selanjutnya faktor eksternal berasal dari sarana prasarana dan material yang digunakan oleh guru. Hal ini  terlihat dari kurangnya pemanfaatan perpustakaan sebagai sumber belajar, serta banyaknya alat  peraga banyak yang rusak, serta fasilitas internet yang kurang memadai. Dari faktor bahan ajar guru belum mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik siswa karena dalam mengajar hanya menggunakan Modul. Sehingga menyebabkan materi pembelajaran tidak tuntas.
Strategi untuk meningkatkan mutu lulusan SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor adalah (1) mengadakan pelatihan tentang strategi pembelajaran TIK bagi guru, sehingga guru bisa lebih berkualitas dan bervariasi lagi dalam proses pembelajaran; (2) Guru BK diharapkan aktif dalam memantau karakter dan kepribadian siswa, sehingga guru mengetahui mengapa siswa itu minat belajarnya rendah; (3) guru perlu memanfaatkan ruangan perpustakaan untuk pembelajaran; (4) Bagian sarana prasarana sekolah perlu memperbaiki atau membeli alat peraga yang sudah rusak; (5) dan juga tidak kalah pentingnya  sekolah harus difasilitasi dengan wifi yang bisa membantu siswa untuk mencari bahan pelajaran sendiri  selain dari guru; (6) perlu diadakan pelatihan guru utnuk mengembangkan metode mengajar yang bervariatif, sehingga guru harus bisa berkreatifitas untuk melakukan pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan; (7) perlu adanya diadakan pelatihan tentang pembuatan bahan ajar dan evaluasi yang sesuai dengan karakteristik siswa; (8) Selain itu, perlu adanya pengaturan waktu pembelajaran bagi masing masing guru sehingga harus mengajar tepat sesuai dengan program semester.
Berdasarkan analisis yang sudah dilakukan, saran bagi SMK PGRI 2 Cibinong Kabupaten Bogor adalah dalam menjalankan strategi peningkatan mutu pendidikan, Kepala Sekolah agar menyusun dokumen tahunan secara efektif sesuai rencana strategi dan melakukan evaluasi capaian program untuk menetapkan tindak lanjut pencapaian visi misi sekolah. Dalam menjalankan strategi peningkatan mutu pendidikan, diharapkan dapat menambahkan program dalam bentuk kegiatan seminar dan pelatihan tentang TIK baik untuk guru maupun siswa sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Hal ini perlu dilakukan mengingat hasil penelitian menunjukkan bahwa guru dan siswa kurang dalam penguasaan TIK.
REFERENSI
Elqorni, Ahmad Kurnia. 2012. Mengenal Analysis Fishbone. https://elqorni.wordpress.com/2012/11/09/mengenal-analisis-fishbone/. Diakses  pada tanggal 2 Oktober 2015.
Engkoswara, dan Aan Komariah. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Hadis, Abdul dan Nurhayati. 2010. Manajemen Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Hanik, Umi, Hajjah. 2011. Implementasi Total Quality Management dalam Peningkatan Kualitas Pendidikan. Semarang: RaSAIL media Group.
Kusnadi, Eris. 2011. Fishbone Diagram dan Langkah-langkah Pembuatannya. http://eriskusnadi.wordspress.com/2011/12/24/fishbone-diagram-dan-langkah-langkah-pembuatannya/. Diakses  pada tanggal 2 Oktober 2015.
Mulyasa. 2011. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA
Peraturan Pemerintah. 2013. Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sagala, Syaiful. 2013. Manajemen Strategik dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Pembuka Ruang Kreativitas, Inovasi dan Pemberdayaan Potensi Sekolah Dalam Sistem Otonomi Sekolah. Bandung: Alfabeta.
Sallis, Edward. 2018. Total Quality Management in Education. Yogyakarta: IRCiSoD.
Syahid. 2012. Penerapan Total Quality Management pada program study MPI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin. Lentera Pendidikan, Vol 15 No 2 Desember 2012, 192-210.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H