Persis seperti judulnya, hampir keseluruhan film ini diiringi senandung syair dan tabuhan gimba (gendang) yang dipercaya serta diwariskan secara turun-temurun sebagai pengingat sekaligus medium untuk menjaga hubungan antara manusia dan para leluhur. Melalui prosesi adat, atau disebut juga upacara Balia/Nobalia. Mungkin, hampir di seluruh kawasan Nusantara atau bahkan dunia memiliki tradisi persis seperti ini. Tradisi leluhur yang dipercayai telah ada sebelum agama-agama samawi masuk di kawasan tersebut. Film ini merekam dua tokoh adat di Desa Kadia, Nenek Bungacina dan Om Hajaidin. Dua sosok ini merupakan tokoh sentral yang sepanjang jalannya film akan jadi narasumber dan pengarah tentang bagaimana, mengapa dan apa itu Balia.
Awal film memperlihatkan lanskap bulu dalam bahasa Kaili berarti gunung/pegunungan di sekitar Desa Kadia yang beriringan dengan lantunan syair-syair berbahasa Kaili dan tabuhan gimba. Syair tersebut memiliki arti mengenai awal mula terciptanya Desa Kadia, menceritakan tentang leluhur masyarakat Desa Kadia yang memiliki karomah dan membangun peradaban atas izin maha kuasa, serta puja-puji pada sang pencipta. Syair-syair dilantunkan dan diwariskan secara turun-temurun, tidak lain adalah untuk generasi selanjutnya agar selalu mengingat keesaan Tuhan.
"Ku sambut gembira dengan dendang kerinduan yang akan menuturkan cerita-cerita masa lalu. Kepada para remaja yang datang bertanya tentang asal mula adat peradaban di sini (kadia).Â
Tuhan yang maha kuasa yang melahirkan para leluhur,Â
telah lahir sosok yang memiliki karomah yang diibaratkan sebagai pohon beringin yang rindang dan tinggi menjulang,
semua orang akan mendapatkan perlindungan dariNya, Semua yang ada di dunia pun dilindungiNya,Â
tidak ada tempat lain untuk mengadu kecuali hanya padaNya."
Film dokumenter ini juga menampilkan beberapa prosesi upacara berlangsung, seperti proses baca doa dan dilanjutkan dengan proses melarung. Beberapa daerah yang ada di Nusantara juga nyatanya punya kesamaan tradisi, yang dijadikan medium bentuk syukur atau tolak bala. Lewat film dokumenter ini juga bisa sedikit mengartikan bahwa Balia atau Nobalia punya beberapa tahap dalam pelaksanaannya, bukan hanya sekadar perayaan tari-tarian dan lantunan syair-syair semata. Dan Balia juga memiliki banyak jenis tergantung kondisi yang dialami masyarakat serta proses atau tahapan yang berbeda pula.
Satu adegan pamungkas dalam film dokumenter ini yang umpama oase kecil di tengah gurun perdebatan, yaitu ketika usai sudah seluruh proses Balia dan penjelasannya, di akhir sosok Nenek Bungacina salat yang beriringan dengan lantunan syair penutup yang memiliki arti
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!