Mohon tunggu...
Andi Hermawan
Andi Hermawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa fakultas ekonomi, penjual buku dan biasa menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Indonesia Belum Bubar

1 September 2022   19:09 Diperbarui: 1 September 2022   19:18 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul di atas mungkin bisa memicu sebagian masyarakat yang mengaku "nasionalis" merah atau marah-marah, tapi tidak sampai murka karena murka itu hanya keputusan Tuhan yang sering digambarkan beberapa pemuka agama.

Tulisan ini juga dibuat dengan judul bertanya, itu pastinya sangat-sangat butuh akan jawaban yang barangkali para pembaca sekalian bisa berikan setelah selesai membaca seluruh tulisan ini hingga titik terakhir. 

Saya akan terus melanjutkan tulisan ini dengan berbagai macam pertanyaan yang mungkin saja telah terjawab sebelumnya dalam bentuk ungkapan utopis, oleh para raja-raja atau tokoh-tokoh "kemerdekaan" yang sebagian gagasannya termaktub dalam Pancasila dan UUD 1945.

Jadi, sebelum bicara Indonesia kita akan kembali dulu ke awal mula dari mana cikal bakal ide penyatuan pulau-pulau ini. 

"Siapa yang begitu cerdas akan ide persatuan ini?" Atau "Siapa yang begitu egois untuk menguasai bermacam pulau ini?". 

Sejarah kita mengenal sumpah Palapa Gajah Mada, seorang patih di kerajaan Majapahit. Ia bersumpah akan menyatukan Nusantara dibawa panji Majapahit. Bagian menariknya ialah, arti Nusantara itu sendiri. 

Dalam bahasa Jawa kuno, Nusantara terdiri dari dua kata Nusa (pulau) dan Antara (luar/lain) dan menurut konsep tatanan kenegaraan Jawa pada abad 13-15, negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah: Negara Agung (ibukota kerajaan), Mancanegara (daerah pulau Jawa dan sekitar perbatasan yang budayanya masih dekat dengan Negara Agung) dan Nusantara (Pulau lain/luar Jawa). 

Di sini kita bisa melihat ke-akuan dari kerajaan Jawa, bahkan cara pandang kalau kejadian ini adalah hal yang baik juga masih terus diajarkan sampai sekarang, padahal mungkin kita tidak tahu hal apa saja yang dilakukan demi penaklukan.

Tidaklah salah setiap orang atau kelompok merasa paling hebat, ia akan jadi salah apabila ada satu kelompok yang merasa hebat hingga "mengharuskan" tafsirannya jadi satu-satunya rujukan di tengah-tengah kelompok besar yang majemuk. Singkatnya, Majapahit berhasil menyatukan Nusantara namun tidak kekal dan berakhir dengan keruntuhannya akibat konflik internal. 

Akhirnya setelah lepas dari Majapahit dan lama kerajaan-kerajaan Nusantara berdiri sendiri melawan para "penjajah", munculah tokoh ikonik negeri ini membawa gagasan yang sama persis, dengan gaya yang hampir sama layaknya seorang patih, membawa ide Neo-Nusantara (Indonesia). 

Berbagai harapan-harapan baik bagi seluruh golongan dilantunkan untuk menarik perhatian pemuda-pemudi Nusantara agar mau seiya dan sekata melawan penjajah demi Indonesia merdeka.

 "Kemerdekaan" tercapai hingga saat ini, tapi apa yang dijanjikan sebelum Indonesia merdeka belum juga tercapai untuk semua golongan, malah para pelanjut dari tokoh kemerdekaan selalu terlibat konflik internal karena perbedaan yang ada sebelumnya. Sederhananya, apakah Indonesia akan berakhir seperti kerajaan Majapahit?

Saat Indonesia terbentuk, para tokoh-tokoh atau raja-raja yang pernah melakukan perlawanan terhadap penjajah akan memiliki status pahlawan. Untuk mereka yang pernah ada keterlibatan kerjasama dengan penjajah akan dilabeli "penghianat". Ini adalah pengakuan tanpa dasar dari satu golongan dan terbukti berhasil menghipnotis hingga sekarang. 

Saya ingat betul satu momen waktu SD ketika mata pelajaran sejarah, saat itu kami dibacakan kisah perseteruan antara Sultan Hasanuddin dan Arung Palakka. Dimana Sultan Hasanuddin menyandang gelar pahlawan dan Arung Palakka dicap sebagai penghianat, karena kerjasama dengan Belanda untuk melawan Sultan Hasanuddin. 

Padahal jika dilihat secara objektif, apakah salah ketika seorang raja ingin menyelamatkan rakyatnya dari perbudakan kerja paksa raja lain? dan apakah Arung Palakka akan tahu kalau nanti kerajaannya akan menjadi salah satu kabupaten di Indonesia, sehingga semua kegiatan yang melibatkan Belanda adalah penghianatan? Bagian ini kita harus betul-betul cermat, duluan ada Indonesia atau dua kerajaan yang berseteru itu? 

Coba bandingkan dengan kejadian pembangunan selokan Mataram, dibawah kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang dianggap menyelamatkan rakyatnya padahal itu bagian dari kerja paksa, hanya beda tempat saja. 

Kongkalikong sultan dan penjajah menyepakati kalau masyarakat Jogja kerja paksa di Jogja saja untuk membangun selokan. Sekali lagi ini salah satu bukti bahwa negara yang menyatukan Nusantara memakai perspektif ganda untuk kejadian yang serupa untuk wilayah masyarakat Jawa dan Nusantara.

"Bhinneka tunggal Ika" berbeda-beda tetap satu (tafsiran). Kalau kita berkaca lagi pada dunia internasional seperti kejadian jazirah Arab, kawasan yang terdiri dari beberapa negara. Kata Arab, sudah jadi penanda bahwa mereka sebangsa, setelah keruntuhan kesultanan Utsmani kawasan jazirah Arab yang awalnya satu memilih untuk berdaulat sendiri-sendiri jadi sebuah negara. Padahal kawasan itu punya sejarah panjang bersama sejak penaklukan di masa Rasulullah. 

Ada banyak kesamaan yang dapat menguatkan mereka untuk satu, tapi mengapa mereka memilih untuk berdiri sendiri-sendiri? Atau negara-negara Nordik, lahir dari kepercayaan yang sama di kawasan Eropa Utara. 

Persis Indonesia, memiliki sejarah panjang politik persatuan namun bedanya, bangsa Nordik berakhir dengan pilihan masing-masing mendirikan negara untuk berdaulat. 

Adanya kesamaan agama, bahasa bahkan budaya masih rentan akan perpisahan, lantas mengapa Indonesia yang majemuk ini masih tetap bertahan? Apakah ini memang benar karena dasar asas dan tujuan yang telah disepakati bersama atau dipaksa bertahan demi kepentingan satu golongan saja?

Sudah begitu banyak dan panjang konflik-konflik serta korban karena "HARGA MATI" penyatuan Nusantara. Untuk kelompok sekuat dan sekaya VOC saja menyerah, korupsi internal yang berakhir pembubaran. Tapi, Indonesia kok masih kuat? Atau barangkali belum waktunya untuk bubar seperti semua yang saya sebutkan di atas, butuh sedikitnya seabad untuk yakin bahwa Indonesia harus bubar? Saya meyakini bahwa tidak ada yang abadi, bahkan untuk Indonesia sekalipun. 

Semua permasalahan, korupsi yang tak kunjung selesai, perbedaan dan konflik yang terjadi pascakemerdekaan hingga saat ini akan jadi akumulasi persoalan yang umpama bom waktu dan sewaktu-waktu akan meledak hebat. Hanya ada dua kemungkinan, kita menunggu hingga waktunya tiba atau memilih membenahi sistem bernegara demi kepentingan semua golongan yang ada di dalamnya.

sumber: https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/31/090000079/selokan-mataram-kanal-irigasi-peninggalan-sultan-hamengkubuwono-ix?page=all

https://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun