Tidak lupa setelah makan, ada rokok dan kopi yang di suguhkan lagi, semakin segar dengan cuaca yang cerah. Saat duduk bersamaan, tiba-tiba ada mobil Fortune yang lewat di depan mata, turun sosok tua yang lebih berumur dari kita, beliau berkumis, bertopi, dan berstyleis, tinggi badanya di atas rata-rata. Namanya Bruto Seno, tetapi akrap di sapa dengan sebutan ‘Eang Seno’. Beliau dari Jogja. Alumni UGM. Namanya tidak asing lagi di dengar dari beberapa buku gerakan yang telah saya baca.
Saat di bawahkan materi Hegemoni Demokrasi Dan Masyarakat Anarkis. Konsep pengetahuannya luas, paham segala arah masalah kekinian yang menimpah banyak persoalan di Indonesia, banyak yang lapar, sakit, dan tidak bisa sekolah. Arahanya jelas, terukur dan bisa di pahami. Logatnya jelas jawa, bahasa juga lebih keren dari pada tuan guru.
Pengarahan pun di lakukan menonjol kepada perubahan pola pikir, kita di ajarkan berbagai hal yang positif tata cara melawan musuh dengan bijak. ‘Sekali-kali Demo LSM’ kan gilaa..?? Waktu itu cepat berlalu, menujukan pukul 14.00 PM, korlap pun mengistruksi agar teman-teman sholat Dzuhur dulu. Setelah itu makan siang seperti nasi tadi pagi yang kita cicipin.
Namun dari beberapa karakter teman-teman yang aku kenal, ada satu yang tidak bikin suasana cemas. Anak ini membawah suasanake asikan, ada kesan yang mendalam untuk di maknai. Dia unik, keren dan menghebohkan. Namanya aja sangat aneh, muka agak sedikit kebingungan dan bicarapun seperti bukan orang Indonesia. Yaitu ‘Sunset’ nama beker dari seorang Imam.
Dia salah satu anggota NTSM, dari Dompu sama seperti saya. Kuliah di Ikip Mataram menempuh jurusan di luar sekolah. Setiap apa yang menjadi pertanyaan yang belum ia ketahui, ia ungkapkan. Mentalnya berani, belum banyak orang seperti dia.
Ada pengalaman dan pelajaran, hikmah arti dari sebuah perbedaan itu. kita semua sama-sama belajar, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Sebab dewasa ini dinamika persoalan pendidikan di NTB belum menunjukan prestasi yang gemilang. Apalagi melihat kekinian mahasiswa, masih banyak yang Hedonis, Pragmatis dan Apatis. Persoalan pendidikan hanya menuntut ‘Equise Social’. Melihat teman kuliah, kenapa saya tidak bisa.
Orang tuapun banyak yang memaksakan anaknya, di suruh kuliah di perguruan tinggi luar kota, dengan biaya yang drastis mahal. hanya persoalan takut anaknya akan di ejek, injak, dan caci maki dari warga tetangga. Akhirnya tidak heran output dari pendidikan tidak memaksimalkan belajar etika dan estetika. Dalam pendidikan tentu kita ada TRI DARMA perguruan tinggi. Ada Pendidikan, Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat.
Tetapi bedah cerita dengan pendidikan kita, hingga saat inipun saya masih bertanya-bertanya apakah salah pendidikan atau salah kita. seperti yang di katakana oleh bang Manjas Pribadi “Indonesia ini sebenarnya salah Sistem atau salah pembuat sistem” ?? begitulah diri kita gaya Metropolitan Otak Minimalis. Hampir semua mahasiswa walaupun tidak merata.
Malam kedua, seperti biasanya. Sekotong terguyur hujan lebar. Pedidikan karakter terus diajarkan. Kita dipertemukan oleh Tokoh Masyarakat, pemilik kebun dan rumah yang kita singahi dalam 3 hari. Lelaki tua, dengan pakaian putih bersarung namanya Mami saumi dari Ketua DPRD Lombok Barat. Walaupun beliau tidak bicara, lewat bang Manjas ia pesankan kalimat untuk kita. kalimat yang mengetarkan pemilik jiwa untuk bangkit dari tidur panjangnya. Indonesia tidak butuh seseorang yang hanya bicara besar, tetapi Indonesia butuh tindakan cepat atas ide yang di sepakati bisa membawah perubahan “Lil Alamin” di rasakan oleh orang banyak. Saatnya bukan beretorika palsu, kita hidup adalah kenyataan dari takdir siksaan yang pedih.
Pagi, seperti juga biasanya. Kita senam, mandi dan sarapan pagi. Ada materi lagi sebelum pulang. Isi dan tujuan dari dirinya Nusa Tenggara Student Movement. Ada apa kenapa dan bagaimana ?
Setelahnya kita selfi bersama, berkumpul rameh mengisi memori Smarphone untuk potret muka-muka peduli persoalan jiwa. Sebab kuliah adalah tutuntan untuk jenjang karir agar tidak menjadi tuli, kerja paksaan dengan upah murah.