Mohon tunggu...
andi herawati
andi herawati Mohon Tunggu... tenaga pengajar dan editor jurnal kanz philosophia -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Peran Keindahan dalam Kehidupan Manusia

26 Maret 2016   12:03 Diperbarui: 26 Maret 2016   12:28 1568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Bagi para sufi, keduanya, keindahan dan cinta merupakan sarana dalam perjalanan spiritual. Keindahan dan cinta adalah dua aspek dari kenyataan yang sama jika dilihat dari sudut pandang tertentu, yang satu memiliki sifat aktif dan yang lainnya pasif. Yang satu seperti api yang membakar sedangkan yang lainnya sebuah danau tenang dan tak terganggu, walaupun ada dimensi ketenangan dalam cinta setelah direalisasi dan keindahan juga dapat dilihat dalam petir dan kilat. Ada komplementaritas di dalam komplementaritas yang petama, yaitu sebuah elemen pasif di dalam sifat cinta yang aktif dan elemen aktif di dalam sifat keindahan yang pasif.

Dengan cara yang sama al-Qur’an dan Hadis berbicara tentang cinta, keduanya juga berbicara tentang keindahan. Bahkan, al-Qur’an merujuk kepada nama Tuhan, yang mengungkapkan sifat-Nya kepada kita sebagai nama Yang Indah (Jamīl). Sebuah hadis yang  mengungkapkan, “Tuhan itu indah dan Dia mencintai keindahan” secara praktis merupakan dasar estetika Islam. Selain itu, nama-nama Allah secara keseluruhan disebut nama-nama yang terindah (al-asmā al-ḥusnā). Sehingga sadar atau tidak sadar, kehidupan kita adalah bentuk respon kita terhadap nama-nama Ilahi yang indah itu. Dengan demikian mengalami keindahan adalah mengalami Tuhan.  

Ibn ‘Arabi menguatkan pernyataan serupa mengenai pengalaman keindahan ini ketika dia mengatakan :

Atau lebih tepatnya, pada batas tertentu, yaitu, kemuliaan dan keindahan merupakan dua sifat Allah dan kekaguman dan keintiman dari dua sifat manusia. Ketika jiwa-jiwa orang yang berilmu menyaksikan kemuliaan, mereka merasa kagum dan menciut. Sementara ketika mereka menyaksikan keindahan, mereka merasakan keintiman dan kegembiraan. Oleh karena itu, orang berilmu mensejajarkan kemuliaan dengan kekuatan Allah dan keindahan dengan rahmat-Nya. Mereka sampai kepada keputusan ini karena mereka telah mengalami dalam diri mereka

Sebagaimana cinta, keindahan mempunyai peran signifikan dalam membawa sesuatu ke asalnya (origin). Salah satu upaya dalam jalan spiritual yang  juga krusial bagi sebagian manusia adalah untuk mencari dan menghidupkan ‘ruang sakral’ sebagai bagian dari usaha spiritual mereka.[2] Dalam upaya menghidupkan ruang sakral inilah dibutuhkan keindahan. Jadi, antara keindahan dan cita rasa sakral (sense of the sacred) itu tidak terpisah. Terlebih lagi di masa sekarang, penting untuk mencari dan memelihara tempat sakral bagi usaha spiritual dan ini setidaknya memberi aspirasi pentingnya keindahan. Jadi dari sini, keindahan bukanlah indah untuk dirinya saja, tetapi ia juga adalah kekuatan kreatif yang berpartisipasi dalam mengindahkan segala sesuatu.

Untuk mengatakan bagaimana kekuatan spiritual dari keindahan ini signifikan dalam kaitannya dengan pembahasan prinsip kosmologi tradisional dan metafisik, maka kita harus memahami terlebih dahulu bahwa Realitas mencakup derajat-derajat. Jadi, kenyataan ini memiliki implikasi penting dalam memahami makna keindahan. Dari prinsip hirarki tersebut kita akan memahami bahwa alam ini merupakan manifestasi Ilahi, berdasarkan teori metafisika tentang derajat, maka ada sisi “bahwa keburukan adalah kurang nyata dari yang indah”.

Jika doa adalah kekuatan pendorong di belakang kemajuan manusia menuju tujuan akhirnya, maka keindahan membentuk ruang atau suasana dimana progress menuju tujuan terjadi. Karena manusia terdiri dari jiwa dan raga, konteks ini mencakup dimensi internal dan eksternal. Jika kebajikan berkitan dengan jiwa, maka keindahan berkaitan dengan raga, meskipun keduanya tidak bisa dibagi secara kaku.

Keindahan inderawi dan lahiriah ini bisa dikatakan ‘rendah hati’ karena keindahan ini tunduk kepada hukum universal, dan karena hal kerendahan hati ini, keindahan meniadakan semua perbuatan yang berlebihan.[3] Oleh sebab itu, menekankan keseimbangan dan harmonisasi adalah menegakkan dan merealisasikan keindahan. Pada saat yang sama, keindahan juga adalah ‘murah hati’ dalam arti bahwa keindahan ini memancarkan dan memperkaya tanpa pernah meminta balasan. Keindahan seperti ini bisa disebut ‘saleh’ atau ‘tulus’, yaitu menjadi semakin penting atau menjadi semakin esensial karena keindahan ini menjelmakan arketip surgawi.[4]  Karena itu dengan mencintai keindahan inderawi secara cerdas dan saleh, maka secara kontemplatif jiwa mengingat esensi abadinya.

Jadi, jika kebajikan secara fundamental adalah persoalan menjadi dan melakukan, maka keindahan adalah persoalan melihat, bukan hanya sekedar menyukai dan menginginkan. Keindahan adalah cermin dari pembebasan batin, yakni semacam kemegahan tapi lembut.

Menurut hadis Nabi, Allah telah menuliskan keindahan di atas wajah segala sesuatu. Inilah wajah yang dipalingkan setiap makhluk kepada Allah. Realisasi spiritual melalui jalan spiritual bermakna melihat wajah ini dan keindahan yang tertulis di atasnya serta mendengarkan musik indah dari seruan setiap makhluk, yang membentuk inti eksistensinya. Ini berarti melihat bentuk-bentuk dalam kebeningan metafisikal mereka dan bukan kegelapan lahiriah mereka.

Pandangan di atas mengingatkan bahwa jalan spiritual melibatkan pengetahuan, di satu sisi, serta cinta dan keindahan, di sisi yang lain. Akan tetapi, konsekuensi mengikuti jalan ini juga menyebabkan diraihnya kedamaian yang didambakan oleh jiwa. Selain itu, jalan pengetahuan, cinta, dan keindahan memerlukan tindakan benar dan baik, yang tanpanya seseorang tidak dapat menyadari sepenuhnya pengetahuan Ilahi dan tidak akan mampu untuk mencintai Allah dan melihat keindahan-Nya dengan sepenuh wujud diri-Nya. Dengan demikian, tanpa kebaikan dan kebajikan seseorang tidak bisa mencapai kedamaian yang pada tingkat tertentu yang paling dalam dan tidak dapat dipisahkan dari keindahan. Itulah yang kita semua mencarinya jauh di kedalaman diri kita, bahkan di tengah hiruk-pikuk, kekacauan, dan ketegangan dunia tempat kita hidup. Di sinilah terletak keindahan sebagai peran kontemplatifnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun