Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Akankah Air Memicu Perang Masa Depan?

7 September 2019   11:00 Diperbarui: 11 September 2019   21:21 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi foto: Pixabay/Alexas_Fotos

Perbedaan ideologi, keinginan untuk memperluas wilayah kekuasaan, perbedaan kepentingan, dan perampasan sumber daya alam (SDA) adalah sebab pemicu berbagai perang besar di masa lalu. Perang bahkan masih berlangsung hingga kini di belahan Timur Tengah dan Afrika.

Sejarah mencatat, bahwa selama 5600 tahun terakhir, manusia telah menggelar 14.600 perang. Jean Pictet sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa terdapat kenyataan yang menyedihkan selama 3400 tahun sejarah tertulis kita. Masa itu, umat manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian.

Perang adalah aksi fisik antara dua atau lebih kelompok manusia. Tujuannya, melakukan dominasi di wilayah yang dipertentangkan. Perang secara purba dimaknai sebagai pertikaian bersenjata.

Ilustrasi (sumber gambar : Bombastis.com)
Ilustrasi (sumber gambar : Bombastis.com)
Perang karena perampasan sumber daya alam ini akan menjadi bahasan kita. Selain minyak, hasil pertanian, rempah-rempah, dan SDA lainnya, sumber daya air yang tersedia hanya 1,4 triliun kilometer kubik di Bumi ini menjadi perhatian sebagai ajang perebutan yang dapat menyebabkan perang besar di masa depan.

Kenapa air menjadi penyebab perang? Tidakkah air adalah sumber daya yang melimpah?

Iya, menjadi benar untuk saat ini. Tetapi sudah menjadi berita biasa di setiap kemarau, sebagian wilayah Indonesia kekurangan air untuk dikonsumsi ataupun untuk mengaliri lahan pertanian. Demikian halnya di Meksiko dan Venezuela serta beberapa negara Afrika dan Timur Tengah kini, menjadi permata yang sulit ditemukan.

Masih ingatkan kita, ketika Prabowo Subianto pada bulan Maret 2019 lalu, dikritik karena dianggap pesimis terhadap keberlangsungan Indonesia.  Menurutnya, republik ini sudah tidak ada lagi tahun 2030.

Novel berjudul "Ghost Fleet", sebuah karya fiksi Peter W Singer dan August Cole yang membahas masa depan dunia menjadi referensi Prabowo memprediksi keberlangsungan negeri ini.

Tentu, negara tidak bisa hilang begitu saja. Konflik dalam negeri atau pun perang antarnegara bisa menjadi penyebab.

Sebulan sebelum Prabowo mengeluarkan pernyataan Indonesia bubar 2030, Ia menyatakan di detik.com pada tanggal 16 Februari 2019, bahwa perang masa depan adalah konflik memperebutkan air sebagaimana Ia mengutip pernyataan PBB serta berdasarkan studinya tentang sejarah perang.

Bisa jadi pernyataan Prabowo di atas bisa bernuansa politis karena dikeluarkan saat menjelang Pilpres serta tidak semuanya realistis karena ada yang menganggap berangkat dari kisah fiksi. Kenyataannya, air memang menjadi sangat vital untuk kehidupan manusia dan bisa menjadi sumber konflik.

Berangkat dari prediksi yang sama, Bryan Lufkin juga memberi analisis berdasarkan kisah fiksi dari Film James Bond, Quantum of Solace.

Film ini mengisahkan tentang agen 007 yang berhadapan dengan sindikat kriminal yang ingin menguasai dunia. Organisasi Quantum di film yang keluar tahun 2008 ini memiliki rencana jahat yang cukup unik: menguasai persediaan air Bolivia.

Bryan Lufkin dalam ulasannya yang berjudul "Politik Air" jadi penentu penting di abad 21 menyebut bahwa, pada abad ini, persediaan air bersih mulai berkurang. Perubahan iklim telah menaikkan tinggi muka laut dan mengubah perbatasan negara.

Selain itu, ledakan pertumbuhan penduduk juga semakin membebani sumber daya alam dunia.

Briyan memperkirakan permintaan akan air akan naik sampai 55% dari tahun 2000 sampai 2050. Pada abad yang akan datang, air sebagai sumber daya dunia yang berharga disebut sebagai "minyak bumi baru".

Walau sumber air yang menutupi hampir 71% permukaan Bumi ini bisa didapatkan di tanah, sungai dan awan, patut dikhawatirkan bahwa pertumbuhan penduduk, perkembangan teknologi dan industri telah menyebabkan berkurang dan tercemarnya sumber daya air.

Afra Augesti, journalist liputan 6, dalam analisanya menyebut bahwa air adalah salah satu yang dapat menjadi pemicu perang dunia ke III. Ia memaparkan bahwa, 75% dari planet ini adalah air, namun hanya 3% yang masih segar. Dari 3% ini, hanya 1% yang tersedia untuk populasi seluruh dunia.

Menurut Afra, suhu dunia yang terus meningkat akibat pemanasan global menyebabkan kesulitan mendapat air bersih kian naik. Itulah sebabnya, usaha untuk menguasai sumber daya air tawar bisa menjadi salah satu alasan pecahnya Perang Dunia III.

Pendapat Prabowo, Bryan Lufkin, ataupun Afra Augesti senanda pula dengan mantan Panglima TNI Gatot Nurmatyo.

Kata Gatot, sebagaimana dilansir sindonews, bahwa pertambahan jumlah penduduk memerlukan pasokan pangan, air, dan energi yang melimpah untuk menopang hidup. Hal tersebut yang dinilai menjadi pemicu konflik antarnegara. 

Peperangan perebutan sumber daya itu bakal terjadi tak lama lagi. Gatot memprediksi, pada tahun 2043 nanti energi fosil akan habis. Kondisi tersebut akan memicu perang dalam rangka mengambil alih energi yang dihasilkan oleh bahan nabati.

Terlepas dari banyaknya sumber air tawar yang mulai mengalami pencemaran berat di Indonesia, negeri ini tetap akan menjadi lumbung pangan dan air utama di dunia ketika pemerintah mampu mengelolanya dengan baik.

Di samping itu, tentu diperlukan penguatan diplomasi politik dan militer untuk terus menjaga dan melindungi sumber daya alam penting ini di masa depan.

Peperangan karena perebutan sumber air ini tentulah tidak diharapkan oleh semua manusia di bumi, tetapi sebagaimana teorinya, bahwa perang merupakan turunan sifat dasar manusia yang memelihara dominasi dan persaingan sebagai sarana memperkuat eksistensi diri dengan cara menundukkan kehendak pihak yang dimusuhi. 

Perang telah menjadi perwujudan dari naluri manusia untuk mempertahankan diri. Bertahan dari kelangkaan mendapatkan air.

Menjadi sangat penting bagi Indonesia untuk mencegah kemungkinan terjadinya perang antarnegara atau konflik di dalam negeri akibat kurangnya sumber daya air bersih ini, termasuk kekurangan air dalam mengelola lahan pertanian dan industri.

Pengelolaan sumber daya air yang kurang baik dapat menyebabkan minimnya ketersediaan air, monopoli, serta penguasaan air oleh swasta.

Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur sumber daya air sejak tahun 2004, yakni Undang Undang nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. 

Namun, karena UU tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945 maka MK membatalkan seluruh pasal yang ada dalam UU tersebut. Sehingga, UU Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan kembali berlaku untuk mengisi kekosongan hukum hingga adanya pembentukan uu yang baru.

Nah, regulasi terkait pengelolaan air dalam negeri saja belum kelar 100%, bagaimana mungkin kita dapat menghadapi kemungkinan konflik yang lebih besar ketika perangkat aturan belum sempurna melindungi sumber daya air kita.

Sumber tulisan : Wikipedia 1, Liputan 6, detik.com, Wikipedia 2, BBC.com, sindonews,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun