Mohon tunggu...
Andi Harianto
Andi Harianto Mohon Tunggu... Freelancer - Kesederhanaan adalah kekuatan

Tinggal di Kota Kecil Bantaeng, 120 Kilometer, arah Selatan Kota Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Masihkah Engkau Angin dan Kami Dedaunan Kayu [?]

20 November 2010   05:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:27 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12902315041614449516

Anginlah engkau paduka dan kami dedaunan kayu // Dimana angin berhembus, di situlah kami akan mengikut // Engkau air paduka dan aku batang kayu yang hanyut//Dimana air mengalir disitulah kami akan mengikut//Paduka adalah jarum //Dan kami benang kelindang//Jarum merajut dan benang akan ikut. Ia sani lambusuppi nakontu tojeng

[caption id="attachment_75957" align="aligncenter" width="576" caption="Dedaunan dan Bulan yang redup (By. Daeng Andi)"][/caption] Kutipan di atas, adalah terjemahan bebas sumpah  (Annggaru) rakyat terhadap raja Gowa. Bahasa aslinya, berbahasa Makassar yang telah terdokumentasi apik dalam lontara. Lontara, adalah naskah kerajaan di daerah Bugis-Makassar, Sulawesi Selatan. Tertulis dalam hurup yang mengikut jalin daun lontar.

Setiap ada pelantikan raja, maka rakyat mengucapkan sumpah setianya pada paduka karaeng (raja). Rakyat yang bersumpah, bukan karaeng. Tentu sangat berbeda dengan sumpah jabatan seperti saat ini, yang diucapkan langsung oleh sang pejabat dengan menjunjung kitab suci di atas kepalanya. Semisal presiden. Sumpah rakyat terhadap raja Bugis-Makassar begitu  sakral. Mengikarinya berarti khianat. Dan bagi Bugis Makassar, balasannya adalah kematian.

Beberapa kisah telah melatarinya. Membuktikan sumpah itu tak boleh hanya diucapkan, tetapi dibuktikan. La Inca, Raja Bone ke 8, harus di bunuh oleh pamannya sendiri karena bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat. Membakar hutan dan rumah-rumah penduduk, tempat hidup rakyat bergantung. Paman La Inca yang bernama Arung Majang pun berkata Mari kita menghadapi La Inca, dia bukan lagi sebagai Arumpone (raja Bone) karena telah melakukan pengrusakan”.

Coba perhatikan sumpah rakyat terhadap raja di atas, saya akhiri dengan bahasa Makassar. Ia sani lambusuppi nakontu tojeng. Apa artinya ?

Angin boleh berhembus dan daun akan bergoyang, air boleh mengalir dan batang akan ikut, jarum boleh merajut dan benang akan berjalin. Hal ini akan terwujud bila Raja/ Pemimpin berada dalam kejujuran, arif dan bijaksana. Jikalau pemimpin mengingkari, maka angin berubah jadi badai. Menjadi air bah. Jarum tak lagi merajut, tapi menikam. Membunuh.

Rakyat tidak main-main terhadap sumpahnya. Kesetiaan rakyat harus berbalas dengan perlindungan dari raja. Mengayomi, memakmurkan, arif dan bijaksana.

Kini, pemimpin bersumpah dan rakyat akan mendengar. Pemimpin ingkar, rakyat protes. Pemimpin berkilah, rakyat tak mampu berbuat. Bilangnya, itu politik.Tempat dimana berbohong adalah kewajaran. Hukum membingunkan, karena politisi pintar berkilah. Berkilah karena merekapun terkait. Sudah jelas bersalah, maka hukum pun dibuat untuk melindungi. Bersembunyi. Penjara adalah tempat senyap. Tak terlihat. Keluar pun dari sana, begitu senyap. Mereka bekerjasama.

Mau dibawah kemana negeri ini. Negeri telah dihuni para bedebah, bandit-bandit berdasi, tikus jelek namun berbau harum. Parfumnya dibeli Singapura atau Italia. Tempat mereka membuang percuma uang rakyat hasil menjarah. Lontara Makassar kembali mengingatkan kita tentang, tiga perbuatan yang dapat membawa kerusakan :

Pertama, PUNNA ADDANGGANGMO TUMAPPARENTAYA. Jika pemimpin sudah mulai berdagang, maka setiap aktifitas yang dilakukan sudah ada perhitungan untung rugi, yang tentu bakal meninggalkan rasa pengabdian. Anda tahu, tentang kasus mafia pajak Gayus? Itu karena pedagang telah berkolaborasi dengan birokrat pajak. Pengusaha mau untung, tetapi tak mau berbagi. Berbagi hasil dengan rakyat dengan pajak.

Parahnya lagi, pajak yang tidak sesuai itupun di korup. Dicuri para maling ‘kecil’ Gayus. Bosnya hanya senyum-senyum lega. Katanya : “yang melakukan yang bertanggung jawab”. Lho, jadi siapa yang mempertanggung jawabkan Gayus. Apakah Gayus tak punya pemimpin. Betul-betul bedebah kalian.

Pemimpin yang juga tidak layak menurut lontara adalah, PUNNA ANNARIMAMO PASSOSO’ TUMAPPARENTAYA, Artinya, jika pemimpin menerima sogok setiap melakukan kebijakan. Dimana-mana demikian. Mulai dari sogok tingkat atas sampai ketingkat pelicin KTP di kelurahan. Mau membela ? mau mengatakan bahwa itu manusiawi ? mau berkilah bahwa itu ikhlas ? Betapa bebal hati kalian ! kami terpaksa melakukannya. Karena hanya dengan pelicin maka urusan engkau lancarkan.

Nah, yang terakhir PUNNA TEYAMO ANNARIMA PAPPASAILE TUMAPPARENTAYA. Artinya, jika pemimpin tidak mau lagi menerima nasehat. Pesan dalam lontara ini adalah nasehat. Maukah pemimpin kita menerimanya ? Jikalau tidak mau biar alam yang menghukumnya. Jangan tanya pada rumput yang bergoyang. Tanyakan pada nurani sendiri, untuk tak lagi ikut melakukan hal yang sama. Lebih penting lagi, jangan pernah memilih mereka lagi. Saya dan mungkin Anda, stres akut dengan segalah ulahnya.

-------------

Bantaeng, 20 Nopember 2010

Oleh: Daeng Andi

Sumpah (Aru’) Rakyat Gowa (Makassar) terhadap Karaeng (raja), juga diucapkan Rakyat Bone terhadap rajanya dalam bahasa Bugis­ yang jikalau diterjemahkan dengan bebas berarti :

“ Engkau angin dan kami daun kayu, kemana berhembus kesitu kami menurut kemauan. Kata-katamu yang jadi dan berlaku atas kami, apabila engkau mengundang, kami menyambut. Dan apabila engkau meminta kami memberi, walaupun anak Istri kami jika tuanku tidak senangi kamipun tidak menyenanginya. Tetapi engkau harus menjaga kami agar tentram, Engkau berlaku adil melindungi agar kami makmur dan sejahtera. Engkau selimuti kami agar tidak kedinginan

“ Angikko kuraukkaju riyaaomi’ri riyakkeng//Kutappalireng elomu elo rikkeng adammukkuwa mattampako//Kilao.. Maliko kisawe. Millauko ki abbere.//Mudongirikeng temmatippang. Muamppirikkeng//Temmakare. Musalimurikeng temmadinging

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun