Sekotak merah Khong Guan, air kemasan dan segelas Kopi
Jikalau Anda bertanya, mengapa saat kita sakit aneka makanan enak berdatangan? Maka pertanyaan Anda sama dengan apa yang selalu saya tanyakan. Jawabannya pun berbeda-beda, tetapi intinya untuk menyenangkan, mencipta efek psikologis bagi kesembuhan si sakit walau sulit memakan segala macam hadiah itu. Tentu juga mencipta efek mata berbinar bagi penjaganya, seperti saya waktu bocah dulu.
Menemani almarhum kakek yang lagi sakit ketika itu, bisa membuat bocah malas seperti saya tak ke sekolah. Lebih enak menghabiskan buah apel dan biskuit hasil kiriman kerabat, dari pada harus berpusing otak dengan pelajaran matematika. Biskuit Khong Guan, adalah favoritku. Khong Guan telah menjadi biskuit si sakit, biskuit lebaran, bahkan menjadi biskuit penuh prestasi, biskuit PON XVII 2008 di Kaltim.
Bersama biskuit yang dicelup pada secangkir teh manis, saya bisa menghabiskan sekaleng merah khong Guan dalam tiga hari. Wafer berpita merah berwarna coklat adalah kegemaranku, rasanya renyah, menimbulkan bunyi retakan berasa manis di mulut. Wafer andalan itu, selalu disembunyi oleh empunya kemasan yang membuat tangan bocah, berlomba mengubek-ngubek isi kaleng.
[caption id="attachment_96827" align="alignright" width="406" caption="ini dia si kecil, pengklaim aneka biskuit"]
Kemarin sepulang dari kantor, saya ikut menemani Ibu mertua yang keadaannya sudah mulai membaik. Di sudut meja, teronggok kaleng merah bergambar seorang ibu zaman jadul, sementara menyeduh teh atau kopi ke dalam gelas. Dua anaknya sementara mengelilingi sebuah meja sambil menikmati biskuit. Gambaran pada kaleng itu, seolah membuka slide demi slide kisah indah masa kecil. Kisah, sekitar 25 tahun yang lalu.
Eits, saya kenal kotak merah itu. Saya hapal detail warna dan gambar yang melingkupi kaleng biskuit yang telah hadir sejak tahun 1970-an itu. Model, warna dan gambar tetap tak berubah. Biskuit Khong Guan seolah abadi, konsisten dengan kemasannya, namun tetap hadir hingga kini. Beruntunglah, dua putri kecil saya yang kepincut coklat dan strawberry itu, tak ada yang mengklaim si kotak merah konservatif itu. Anak sekarang lebih tertarik dengan kemasan trendy yang mengandung banyak zat pewarna dan pemanis.
Dua anak saya tak mengenal isinya, tidak tahu bahwa biskuit minus melamin ini, terdiri dari berbagai jenis biskuit di dalamnya, mulai dari Crackers, Cookies, Wafers, Shortcake Biskuits, dan Cream-Filled Sandwich. Rasa, aroma dan bentuk biskuit yang bersembunyi dibalik kotak persegi empat itu tidak kalah dengan biskuit lainnya. Dalam hitungan Majalah SWA, produk Khong Guan tetap memimpin pasar biskuit Indonesia, walau brand Mayora mengklaim sebagai pemimpin pasar.
[caption id="attachment_96839" align="aligncenter" width="640" caption="Khong Guan Mengikuti Alur Zaman (Image:www.khongguan.co.id)"]
Bersama secangkir kopi, saya mempertontonkan kepada anak-anak bagaimana atraksi membuka si kotak merah. Sepertinya, mereka tak berhasil membuka kotak yang didesain tidak tembus udara itu, sehingga mereka tidak tertarik dengan isinya. Kotak itu memang membuat berkeringat ketika semasa bocah dulu, saya berjuang membukanya. Satu keunggulan, biskuit itu tidak bisa di colong, karena bunyi kotaknya bisa membangunkan kakek. Satu cungkilan sendok, kotak pun terbuka. Aromanya terasa membuai, dan ternyata anak-anak sangat menyukainya.
Khong Guan Indonesia yang kini perusahaannya sudah dipimpin generasi kedua, telah memiliki tak kurang dari lima pabrik yang berdiri di Jakarta, Cibinong, Semarang dan Surabaya. Produk yang juga telah mengembangkan berbagai jenis produk dan kemasan modern ini telah berhasil merambah pasar dunia dengan mengekspor produknya ke Singapura, Vietnam, Thailad, Korea, Brunai bahkan Amerika. Visi untuk terus berjuang dan berusaha menjadi pemimpin pasar biskuit di Indonesia dan Asia Tenggara kini telah mereka capai. Demikian, tertulis dalam sejarah perusahaan ini, seperti dilangsir oleh website resminya.
Perusahaan biskuit yang telah mempekerjakan sekitar 6 ribu orang ini, sebenarnya memiliki produk dengan berbagai branding, yakni Nissin, Serena, Monde dan Khong Guan sendiri. Nissin adalah biskuit lesensi Jepang dan Khong Guan dari Singapura. Khong Guan Indonesia telah melakukan alih transfer tekhnologi untuk menjadikannya sebagai merek dagang sendiri dari Indonesia, yang kini sudah beromzet lebih dari 150 Milyar, walau konstribusi ekspornya baru mencapai 10%.
[caption id="attachment_96833" align="alignleft" width="360" caption="tak berubah, selalu abadi, konservatif (image:www.khongguan.co.id)"]
Akhirnya, bersama segelas kopi sambil menikmati biskuit Khong Guan, postingan abal-abal ini tercipta. Ternyata, konsistensi produk dengan cita rasa yang sama sejak 40 tahun yang lalu tetap dipertahankan oleh Hartono Darmono, putra sang pendiri.
Saking jadulnya, kalau Anda mencari sejarah Khon Guan di Wikipedia, Anda tak bakal menemukannya. Demikian juga ketika mengetik nama sang pemilik, Hidayat Darmono atau Kwee Boen Thwie, juga tak bakal bertemu. Ini berbeda dengan sejarah Dji Sam Soe atau Gudang Garam.
Satu yang perlu diketahui, perusahaan biskuit ini sangat peduli dengan kebudayaan Indonesia dengan turut terlibat mempromosikan kekhasan Indonesia, semisal batik dan komodo serta ikut memajukan industri kreatif dan pengembangan dunia pendidikan. Dalam websitenya, juga telah dilangsir KG News yang memberitakan aktifitas social dan promosi perusahaan yang tidak terkenal di dunia maya ini. Di Surabaya, bahkan berdiri tugu abadi kotak Khong Guan, kotak yang sementara saya jemput satu persatu isinya saat ini. Kotak Merah dengan gambar yang sama sekali tak berubah hingga kini.
Bantaeng, 22 Maret 2011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H