Kalau Anda pernah ke pedalaman Kabupaten Gowa, pasti pernah mendengar dialek lucu. Banyak kalimat bertabur hurup ‘O’ di depan konsonan ‘K’, seperti sapaan, “mau komana ki?”. Maksudnya, Anda mau kemana. “Konapa ko begitu”, ada apa denganmu. Itulah Makassar, seperti juga saudara sebangsanya di tanah Jawa, yang saya kira lebih banyak ‘O’ nya. “Odo opo, opo iki”, kalimat terakhir saya tidak paham maksudnya, mohon diluruskan.
Saya tidak hendak membahas tentang bahasa. Tetapi tentang kuliner khas yang enaknya, masih terasa sampai hari ini. Baru dua hari kemarin saya menikmati makanan luar biasa ini, di Jalan Andalas nomor 8 Makassar. Namanyanya Sop Saodara. Harusnya “Sup Saudara” kan?. Kembali O mengacaukan bahasa Indonesia, membuat marah guru bahasa. Adapula sahabat saya dari Jawa, sempat berguyon, “Ternyata enak yah, jika saudara di bikin sup”. He he he
Tega amat, saudara disup. Kedengarannya kejam, mirip mutilasi. Jangan salah sangka, sup saudara ini aslinya dari Kabupaten Pangkep. Sekitar 60 km dari Kota Makassar. Biasanya, sop saodara ini akrab dengan ikan bandeng yang dibakar. Orang Makasar menyebut bandeng dengan ikan bolu. Kemarin saya tidak memilih ikan bolu sebagai teman supnya, tetapi daging sapi. Saya sering makan Sop Saudara, tetapi baru kali itu saya tertarik dengan Sup yang padanannya daging sapi.
Setahu saya, hanya di Jl. Andalas itu yang menyiapkan sup macam beginian. Maksud saya, yang enaknya melangit dan khas. Rata-tata penjual sop saudara di Makassar, menyungguhkannya bersama ikan bandeng bakar itu. Kenapa sop saudara daging sapi enak, saya kurang tahu. Sepertinya ada bumbu khusus. Air supnya serasa campuran antara coto Makassar dan pallu basa. Bedanya, coto atau palu basa airnya kental. Sup di Jl. Andalas itu cair, mirip tongseng. Pilihan dagingnya juga segar dan bervariasi. Ada paru,hati, jantung, jeroan pilihan dan daging empuk. Pokoknya komplit.
[caption id="attachment_77057" align="aligncenter" width="576" caption="Siap tersaji, siap dilahap, siap-siap berkeringat"]
Sambil makan, saya menyaksikan pelanggan lainnya, yang saya tebak dai orang-orang berkelas karena ada yang berdasi, bermata sedikit sipit, putih halus dan ada juga yang gemuk berewok. Saya menebak harga sup saudara kita ini mahal. Ternyata tidak, hanya Rp. 15.000 semangkuk. Lebih murah dari coto Makassar yang sudah terkenal itu.
Tempat penjual sup itu, serasa kumuh. Dindingnya hitam berjelaga, bekas asap ikan bakar. Kesan Piring , gelas, meja, kursi, tempat bumbu, tusuk gigi, serta ornament warung, sangat jauh dari kesan restoran. Kenapa yah, tempat itu didatangi orang-orang berkelas, bermobil mentereng, rela antri lagi. Tentu karena lezatnya. Mungkin juga karena murahnya. Dasar bos pelit.
[caption id="attachment_77060" align="alignleft" width="300" caption="Menu dan daftar harga. Kumuh, tertempel di dinding warung "]
Ada juga konro kikil di Jl. G. Bawakaraeng. Tempatnya juga berkesan kumuh. Konro adalah masakan tulang yang juga paling digandrungi Bapak-bapak, tetapi dibenci oleh Ibu-Ibu yang suaminya kolesterol. Capek ke rumah sakit katanya.
Kembali ke Sop Saudara. Saudara berminat?, dijamin saudara akan berterimakasih kepadaku,karena telah menunjukkan rahasia alamatnya. Sop Saudara, bukan saudara yang disup. Tetapi nama itu sepertinya tercipta dari maksud ramah penciptanya. Sop Saudara, artinya sup enak untuk saudara semua. Semua saudara bisa kebagian. Siapapun itu. Mungkin karena sup itu makanan saudara, maka terkesan familiar dan harganya murah.
[caption id="attachment_77061" align="alignright" width="300" caption="Ludes.............."]
Bantaeng, 25 November 2010
Akhirnya ada juga laptop pinjaman!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H