Lepas bercakap-cakap soal pendidikan, Nyonyah lilis membayar tagihan, dan ini bagian paling menyenangkan. Itu karena saya pikir teori yang bilang "There is no free lunch" tidak benar sebab selalu ada makan siang gratis, hanya persoalannya siapa yang mau bayar tagihannya saja.
Di luar gerimis yang turun dari jam tiga sore semakin membesar saja. Membuat jalan di depan penuh dengan kendaraan merayap sangat pelan. Ini benar-benar menutup harapan orang-orang untuk tiba sampai rumah dengan cepat. Mobil dan motor merapat hampir tidak bergerak dan hujan mengguyur orang-orang bermotor yang lebih baik pulang basah daripada tidak bertemu keluarga.
"Tiap hari begitu saja sampai 2-3 jam atau lepas magrib atau isya baru sampai rumah. Ga tahu sampai kapan begini aja" Nyonyah Lilis menerangkan jalan TB Simatupang yang padat mengerikan.
Saya jadi ingat poster besar yang dipasang dinas transportasi darat kota Singapura di seng-seng pembatas proyek MRT new line Orchard ke Woodland gambar sepasang pria wanita memohon maaf atas ketidaknyamanan jalan akibat proyek.
"Mohon maaf atas keterlambatan dan ketidaknyamanan ini. Insya Allah dalam 2015 kita punya MRT baru dan membawa anda 10 menit lebih cepat kepada keluarga".
Ya, negara-negara seperti Singapura memang pandai menjaga modal sosial rakyatnya. Mereka memastikan bahwa segala keterlambatan dan macet ini ada alasan juga manfaatnya. Dan lebih penting lagi ada kejelasan kapan berakhirnya. [ ]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H