Mohon tunggu...
andi hadisaputra
andi hadisaputra Mohon Tunggu... -

Let's Go Open Source

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik, Siapa yang Diuntungkan?

28 Maret 2014   18:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:21 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menjelang Pemilu 9 April untuk memilih anggota DPR, DPD, & DPRD, hampir setiap pembicaraan berbau dengan politik, apakah itu di pasar, terminal, mall, komplek perumahan, baik laki-laki maupun perempuan bahkan anak-anak yang belum cukup umur untuk memilih sudah terlibat dalam aktifitas politik. Pelaksanaan Pemilu legislatif yang tinggal menghitung hari memiliki suasana tersendiri, masyarakat lebih sering dikumpulkan untuk mendengarkan orasi politik para peserta pemilu.

Satu hal yang terbesit dalam pikiran saya melihat aktifitas politik di negeri ini, para politisi selalu berteriak perubahan tapi kenyataan sama saja dengan sebelum-sebelumnya. Apakah ucapan mereka hanya sebatas di mulut saja tidak sampai ke hati mereka? Apakah yang mereka janjikan akan direalisasikan ketika mereka terpilih nantinya? Jawabannya ada pada mereka.

Kondisi sosial di masyarakat khususnya mereka yang tinggal di daerah yang jauh dari akses perkotaan tumbuh issu negatif tentang politik, sebagian masyarakat berpendapat bahwa politik itu kotor, para politisi hanya datang ke daerah mereka jika menjelang pemilihan, tiada lain tujuan mereka untuk meraup suara pada pemilihan. Dulu, Jika rakyat dijanji sesuatu oleh salah satu calon, maka calon itulah yang akan dipilih. Namun kondisi terbalik yang terjadi saat ini, harus memperlihatkan bukti dulu baru ucapan, kalau tidak ada bukti masyarakat akan bermasa bodoh jika memilihnya. Di sisi lain, sebagian kelompok masyarakat memanfaatkan momen politik untuk meraup keuntungan, sasaran dari kelompok ini adalah para calon legislatif yang akan bertarung pada pemilihan nanti, modusnya mereka mendekati calon dan menjanjikan sejumlah suara jika caleg tersebut bisa memberi sejumlah uang.

Jika hal demikian terus terjadi, demokrasi di negeri ini akan hancur. Mereka yang akan menang adalah mereka yang memiliki finansial yang banyak. Tak heran jika diantara calon banyak yang berlatar belakang dari kalangan pengusaha. Demokrasi akan menjadi pasar, yang mana setiap aktifitas ada transaksi jual beli. Apa jadinya jika yang dijual itu bahan mentah, dibeli murah kemudian dijual mahal. Jika jelang pemilihan, rakyat yang menjadi penjual (suara) sedangkan para calon legislatif adalah pembelinya. Kelak jika sudah terpilih nanti, bisa saja berbanding terbalik dengan kondisi sebelum pemilihan, Anggota Legislatif yang menjadi penjual dan rakyat menjadi pembeli.

Maka dari itu, sebelum nasi jadi bubur, pada pemilu nanti kita gunakan hak suara kita sesuai dengan hati nurani kita, kita gunakan hak pilih kita dengan cerdas dan cermat. Karena pilihan kita akan menentukan masa depan bangsa. Jika kita memilih karena dikasi sesuatu oleh calon, misalnya caleg si A memberi kita uang Rp. 500.000 dengan perjanjian kita akan memilihnya nanti. Jika terjadi demikian, sama saja kita menjual diri kita seharga Rp. 500.000, Apakah pantas harga diri kita senilai Rp. 500.000?

Jawaban ada pada anda

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun