Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humor

Dunia Dalam Canda

23 April 2024   19:04 Diperbarui: 23 April 2024   19:18 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada banyak hal dalam hidup saya yang menurut saya merupakan kegagalan, kemunduran atau penghinaan yang memalukan. Namun ketika saya melihatnya dari kejauhan atau menempatkannya dalam apa yang disebut skema besar, saya menganggapnya sebagai hal yang menggelikan. Tindakan si brengsek dan bodoh dengan rasa mementingkan diri sendiri yang berlebihan. Saya telah menempatkan diri saya dalam situasi yang sekarang terlihat konyol dan menggelikan.

HL Mencken, sang satiris, menulis: "Kehidupan manusia pada dasarnya adalah sebuah komedi. Bahkan tragedi-tragedinya sering kali tampak lucu bagi penontonnya... Seseorang yang bisa tertawa, meski hanya pada dirinya sendiri, tidak pernah benar-benar sengsara."

Orang Indonesia memiliki ketahanan bawaan karena kita tahu bagaimana tertawa ketika menghadapi keadaan yang paling tragis. Mungkin, dalam DNA budaya kita, kita memiliki kemampuan refleksif untuk memisahkan diri dari apa yang sedang terjadi, tidak peduli betapa buruknya hal itu. Mekanisme penyelamatan kitalah yang membuat perlombaan kita bertahan untuk waktu yang lama.

Lihatlah para pemimpin terpilih dan pembuat opini kita. Mereka mengatakan hal-hal yang seringkali konyol. Terkadang kita bertanya pada diri sendiri, mengapa orang ini berpura-pura menjadi pemimpin yang hebat? Dia hanya orang bodoh. Bahkan saya bisa melakukan lebih baik.

Inilah sebabnya kita membutuhkan orang-orang yang tidak takut menusuk harga diri kita yang berlebihan dan serius. Para komikus membuat kita semua tertawa dengan mengatakan dengan lantang apa yang kita takuti di lubuk hati kita bahwa kita selama ini bodoh dan kini membayar harga yang sangat mahal atas kebodohan kita. Mari kita gunakan humor untuk kebaikan dan melakukan fungsi sosial yang kuat, mulai dari mematahkan prasangka hingga meminta pertanggungjawaban para pelawak.

Saya memiliki empat buku tentang komedi dan pelajaran utama yang saya dapatkan adalah bahwa kita tidak sempurna, "retak" dan rentan terhadap kesalahan, namun selera humor kita adalah anugerah penyelamat dan kita masih bisa bahagia. Dengan humor, kita memiliki fleksibilitas mental. Kita dapat melihat situasi dari beberapa sudut pandang dan melihat banyak kemungkinan. Karakter komik yang dimainkan oleh Chaplin, Buster Keaton, Marx bersaudara, Peter Sellers dan lainnya tidak memiliki kategori tetap dalam berpikir atau bertindak. Mereka dapat melihat situasi dari beberapa sudut pandang dan melihat banyak kemungkinan lalu beradaptasi secara kreatif.

Saya tidak tahu apakah memiliki selera humor yang tinggi benar-benar meningkatkan kreativitas, namun penelitian eksperimental menunjukkan bahwa ketika orang tahu cara tertawa dan bersenang-senang saat melakukan sesuatu, mereka menjadi lebih kreatif dalam memecahkan masalah dan lebih efisien dalam berpikir, perencanaan dan penilaian.

Jangan menganggap hidup terlalu serius. Belajarlah dari itu semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun