Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sinergi antara Kedokteran dan Humaniora

8 April 2024   23:03 Diperbarui: 14 April 2024   14:15 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dokter dan pasien. (Sumber: Unsplash via kompas.com) 

Semakin banyak dokter muda yang berbasis data. Tanpa mengetahui situasi keuangan pasien, dokter menulis perintah untuk tes diagnostik demi tes diagnostik lainnya. 

Rontgen, MRI, CT scan, tes kimia darah. Sementara pasien tidak punya pilihan. Seluruh prognosis didasarkan pada hasil tersebut. 

Bagaimana dengan alternatif organik? Hilangkan pikiran itu. Kebanyakan dokter yang terlatih dalam pengobatan Barat akan mencemooh gagasan tersebut.

Tapi kenapa tidak mendengarkan dulu sebelum meresepkan? Ini adalah pertanyaan yang saya ajukan setelah bertahun-tahun pergi ke klinik dokter. Ini hanya logika sederhana yang masuk akal.

Dalam novel dan film, ada yang namanya cerita latar. Ini adalah serangkaian peristiwa yang mendahului dan mengarah ke adegan saat ini. 

Hal yang memberikan beberapa detail yang hilang yang membantu melengkapi pemahaman kita tentang karakter dalam film atau novel dan menjelaskan, misalnya, mengapa dia berperilaku seperti itu.

Banyak dokter yang tidak tertarik untuk mencari tahu latar belakangnya. Mereka sepertinya lupa bahwa manusia, tidak seperti binatang, bisa berbicara. 

Pasien dapat menceritakan banyak hal kepada dokter tentang dirinya (keunikan, keistimewaan, keterbatasannya) yang dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara yang lebih tercerahkan dan disesuaikan dengan situasi dan kebiasaan masing-masing pasien.

Inilah sebabnya saya yakin kita harus menambahkan studi humaniora di sekolah kedokteran. Dokter masa depan perlu membaca literatur dan mahir menggunakan seni narasi sebagai alat dalam proses penyembuhan. 

Singkatnya, dokter harus belajar mengembangkan wawasan tentang sifat manusia, belajar membaca manusia dengan lebih baik. Hal ini membutuhkan intuisi dan empati, yang menurut saya merupakan anugerah yang dimiliki setiap manusia. Seorang bijak menyebutnya "mengetahui dari hati."

Inilah sebabnya saya mendukung meningkatnya minat terhadap pengobatan berbasis naratif (NBM), yang pertama kali digunakan oleh Rita Charon pada tahun 2000 untuk menggambarkan "kapasitas untuk mengenali, menyerap, memetabolisme, menafsirkan, dan tergerak oleh cerita-cerita penyakit." 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun