Mohon tunggu...
ANDI FIRMANSYAH
ANDI FIRMANSYAH Mohon Tunggu... Guru - Guru yang Belum Tentu Digugu dan Ditiru

Hanya Seorang Marhaen yang menyenangi bidang Geopolitik, Sejarah dan Ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berkaca Pada Ukraina dan Georgia Dalam Menentukan Nasib Bangsa

25 Desember 2023   22:01 Diperbarui: 25 Desember 2023   22:06 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Peringatan 10 tahun dimulainya Euromaidan Ukraina, ribuan demonstran mendirikan kamp dan melakukan protes di alun-alun pusat kota Kyiv.

Perekonomian Ukraina saat itu sedang mengalami kesulitan dan Presiden Viktor Yanukovych yang didukung Kremlin tahu bahwa sesuatu harus dilakukan untuk menciptakan peluang baru.

Sementara itu, Kemitraan Timur Uni Eropa, platform yang digunakan Brussel untuk menjalin hubungan dengan Eropa Timur, sangat ingin memperdalam hubungan dengan negara-negara Eropa timur khususnya Ukraina. Hal ini mengarah pada usulan asosiasi politik dan perjanjian perdagangan bebas antara Uni Eropa dan Kyiv.

Tentu saja Kremlin tidak menyukai gagasan Ukraina yang semakin dekat dengan Brussel dan mulai menekan Yanukovych agar tidak menandatangani perjanjian tersebut. Ketika beliau tunduk pada keinginan Rusia, warga Ukraina berkumpul di Maidan Nazalezhnosti (Lapangan Kemerdekaan) di Kyiv pada 21 November 2013 dan lahirlah Euromaidan.

Patut diingat bahwa apa yang terjadi beberapa bulan dan tahun setelah Euromaidan telah menyebabkan situasi buruk saat ini di Ukraina.

Akhirnya, demonstrasi jalanan selama berbulan-bulan dari akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 menyebabkan Yanukovych dicopot dari jabatannya. Dia melarikan diri ke Rusia. Rusia menanggapinya dengan mengirimkan pasukan yang mengenakan seragam tanpa lambang ke Semenanjung Krimea di Ukraina dengan dalih "melindungi rakyat Rusia." Hal ini akhirnya menyebabkan aneksasi Krimea oleh Rusia. Aneksasi ini memotong setengah garis pantai Ukraina dan menyebabkan kerugian sekitar 7 persen wilayah kedaulatannya.

Selain eksploitasi di Krimea, Moskow memicu perpecahan sektarian di Ukraina timur. Didukung, dipersenjatai dan dilatih oleh Rusia, para pemimpin separatis de facto di Ukraina timur mendeklarasikan apa yang disebut Republik Rakyat Lugansk dan Republik Rakyat Donetsk. Tak lama kemudian, para pejabat, pasukan dan perangkat keras militer Rusia membanjiri wilayah tersebut.

Pada saat itu, Presiden AS Barack Obama dan para pemimpin Eropa lainnya mendesak Ukraina untuk tidak berperang sembari menunggu diplomasi untuk menyelesaikan krisis tersebut dan hal ini tidak pernah terjadi sekaligus sebuah pelajaran penting bagi Ukraina karena pada Februari 2022 Rusia kembali melakukan invasi.

Pertempuran yang dimulai pada tahun 2014 menyebabkan 13.000 orang tewas, 30.000 orang terluka dan 1,4 juta orang mengungsi. Meskipun angka-angka ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan pertempuran yang terjadi saat ini di Ukraina, namun pada saat itu angka tersebut tergolong sangat mengejutkan.

Dua perjanjian gencatan senjata besar yaitu satu pada bulan September 2014 dan satu lagi pada bulan Februari 2015 yang dikenal sebagai Minsk I dan Minsk II gagal. Pada bulan Februari 2022, setelah berbulan-bulan membangun kekuatan militer di sepanjang perbatasan Ukraina, Rusia kembali melakukan invasi. Sisanya kini tinggal sejarah. Saat ini, perang darat terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua terjadi antara Ukraina dan Rusia.

Secara kebetulan, ada lagi peringatan peristiwa penting lainnya di negara-negara bekas Soviet berbarengan dengan Euromaidennya Ukraina.

Peringatan Revolusi Mawar di Georgia pada tahun 2003. Setelah pemilihan parlemen yang curang, demonstrasi jalanan melawan Presiden Eduard Shevardnadze semakin membesar sepanjang bulan November tahun itu.

Shevardnadze adalah pemimpin de facto Republik Sosialis Soviet Georgia pada tahun 1970an dan awal 1980an. Ia kemudian menjadi menteri luar negeri Soviet di bawah kepemimpinan Mikhail Gorbachev. Pada tahun 1995, setelah Uni Soviet runtuh, ia menjadi presiden Georgia yang baru merdeka hingga ia mengundurkan diri pada 23 November 2003 yaitu selama Revolusi Mawar.

Kepergiannya merupakan tonggak penting dalam sejarah Georgia yaitu menandai berakhirnya peran para pemimpin era Soviet dalam kehidupan nasional dan awal dari jalan Georgia menuju hubungan yang lebih erat dengan Uni Eropa dan NATO yang berlanjut hingga saat ini.

Inilah sebabnya mengapa masyarakat sipil Georgia sangat mendukung Ukraina dalam perang di Rusia. Hingga ribuan sukarelawan Georgia melakukan perjalanan ke Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

Tujuan strategis jangka panjang Rusia adalah memastikan bahwa negara-negara seperti Ukraina dan Georgia tetap berada di luar komunitas trans atlantik dan menjauhkan mereka dari organisasi seperti NATO dan Uni Eropa.

Moskow kemudian menyempurnakan formula untuk mewujudkan hal ini dengan menggunakan kekuatan militernya. Invasi Rusia ke Georgia pada tahun 2008 dan aneksasi Krimea pada tahun 2014 memperlambat prospek Uni Eropa dan NATO karena tidak ada organisasi yang mau menerima anggota baru yang terlibat dalam perang dengan Rusia.

Dalam jangka panjang, Rusia juga ingin melihat integrasi Ukraina dan Georgia ke dalam kelompok-kelompok yang didukung Moskow seperti Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif atau Uni Ekonomi Eurasia meskipun untuk saat ini hal tersebut tampaknya sangat tidak mungkin atau bahkan mustahil karena simpati warga Ukraina terhadap Rusia telah hilang sebab invasi tersebut.

Peristiwa yang dimulai di Georgia pada bulan November 2003 dan di Ukraina pada bulan November 2013 merupakan pengingat bahwa penentuan nasib sendiri adalah sebuah kekuatan yang sangat kuat.

Setelah beberapa dekade didominasi oleh Rusia dan Soviet, negara-negara seperti Ukraina dan Georgia ingin menentukan nasib mereka sendiri. Mengingat Georgia dan Ukraina memiliki sejarah, bahasa dan budaya yang berbeda dengan Rusia.

Turun ke jalan secara damai menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai kemampuan berdaulat untuk menentukan jalannya sendiri

Bagi warga Ukraina dan Georgia, turun ke jalan secara damai menunjukkan bahwa masing-masing negara mempunyai kemampuan berdaulat untuk menentukan jalannya sendiri dan memutuskan dengan siapa mereka menjalin hubungan internasional serta bagaimana dan oleh siapa mereka diperintah. Tidak ada pihak luar, bahkan Rusia sekalipun, yang boleh memveto keanggotaan atau hubungan yang lebih dekat dengan organisasi seperti Uni Eropa atau NATO.

Protes jalanan terhadap pengaruh Rusia di Ukraina pada tahun 2013 telah berubah menjadi perang parit melawan penjajah Rusia. Masyarakat Ukraina telah banyak berkorban untuk membela negaranya dan tidak ada indikasi bahwa semangat nasional untuk melakukan hal tersebut berubah.

Ketika memperingati 10 tahun peristiwa November 2013, Presiden Volodymyr Zelensky menggambarkannya sebagai "serangan balasan pertama" rakyat Ukraina terhadap pernyataan Rusia. "Terserah pada generasi kita untuk menentukan arah sejarah Ukraina," katanya.

Seperti apa Ukraina saat memperingati 20 tahun Euromaidan yang akan datang masih belum bisa ditebak. Demi rakyat Ukraina yang telah banyak berkorban, mari kita berharap Ukraina menjadi negara yang bebas, mandiri dan aman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun