Ditengah situasi konflik saat ini ternyata diam-diam Korea Selatan telah menjalin kerjasama pertahanan dengan Polandia. Kesepakatan Polandia-Korea Selatan ini senilai $13,7 miliar untuk memasok Warsawa dengan 48 pesawat tempur ringan baru.
Dengan atau tanpa konflik yang membuat Timur Tengah dan Eropa gelisah, diam-diam Seoul menjadi eksportir senjata terbesar keempat di dunia. Sebagai dampak langsung dari konflik Rusia-Ukraina, permintaan peralatan militer dan amunisi meningkat di Eropa.
Ketergesaan untuk membangun persenjataan bukanlah hal baru bagi umat manusia di era modern ini. Data empiris menunjukkan bahwa semakin banyak negara yang merasa rentan terhadap konflik lokal dan regional selain faktor geostrategis dan keinginan untuk menimbun senjata dalam menghadapi masa-masa sulit.
Stabilitas politik memburuk di 59 negara selama setahun terakhir. Hanya 22 negara yang indikatornya membaik. Namun data tidak selalu memberikan gambaran yang benar dan juga tidak mewakili bahasa kebijaksanaan. Studi lain menunjukkan jumlah kematian akibat pertempuran telah meningkat di seluruh dunia bahkan sebelum konflik di Ukraina dengan jumlah total kematian terkait konflik meningkat sebesar 45 persen antara tahun 2020 dan 2021.
Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm memperkirakan bahwa nilai finansial perdagangan senjata global pada tahun 2020 adalah sekitar $112 miliar. Mereka juga mengakui bahwa angka akuratnya mungkin lebih tinggi. Pencarian acak mengenai berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk mengekang kelaparan dan melawan perubahan iklim menunjukkan adanya prioritas yang salah.
Sebuah perkiraan menyebutkan populasi kekurangan gizi di Asia berjumlah 381 juta. Laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB pada tahun 2015 memperkirakan bahwa dibutuhkan $267 miliar per tahun hingga tahun 2030 untuk mengakhiri kelaparan secara global.
Namun, ketidakmampuan umat manusia untuk mengakhiri konflik memicu kebutuhan untuk terus mempersenjatai diri.
Menurut Indeks Perdamaian Global, dampak kekerasan terhadap perekonomian seluruh dunia mencapai $17,5 triliun dalam hal paritas daya beli pada tahun 2022 setara dengan 12,9 persen produk domestik bruto global atau $2,200 per orang.
Asia menjadi tempat yang penting dalam pengembangan persenjataan lebih lanjut di dunia karena tingkat absolut pengeluaran militer di benua ini telah meningkat sejak tahun 2008. Negara-negara dengan peningkatan total pengeluaran paling signifikan adalah Tiongkok ($180 miliar) dan India ($40 miliar).
Korea Utara tetap menjadi faktor penting dalam perlombaan senjata di Asia. Dengan uji coba nuklir dan peluncuran rudal balistiknya, negara ini secara rutin mendapat tanggapan dari Korea Selatan, Jepang dan Amerika Serikat. Rusia tetap menjadi produsen dan eksportir senjata terbesar di dunia. Meskipun wilayah ini terhubung dengan Eropa, namun peran Asia penting bagi kalkulus strategisnya.
Beberapa negara Asia juga merupakan produsen dan eksportir senjata yang signifikan. Tiongkok telah menjadi salah satu eksportir senjata terbesar di dunia dengan banyak klien di Asia dan Afrika meskipun perselisihan seperti konflik Laut Cina Selatan melibatkan banyak negara Asia dan telah menyebabkan penumpukan senjata di wilayah tersebut. Negara-negara yang terlibat antara lain Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia dan Brunei.
Luasnya wilayah Asia dan ketegangan regional yang signifikan membuat banyak negara mempunyai pasukan tetap dalam jumlah besar. Tiongkok dan India misalnya, merupakan dua negara dengan pasukan terbesar di dunia.
Zona konflik di Asia mempunyai kelebihan pasokan senjata ringan akibat pemberontakan atau konflik internal. Uji coba amunisi di Asia dan dunia tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Bahkan jika produksi senjata dihentikan saat ini, persediaan senjata dalam jumlah besar di seluruh dunia akan terus menimbulkan konflik dalam jangka waktu yang lama.
Negara-negara di Asia dan Pasifik sedang meningkatkan anggaran pertahanan mereka. Beberapa di antaranya takut dengan peningkatan kekuatan militer Tiongkok. Sementara yang lain karena invasi Rusia ke Ukraina atau keraguan akan berkurangnya jejak AS di wilayah tersebut. Perlombaan senjata saat ini adalah yang paling signifikan di Asia sejak Perang Dunia Kedua dan hal ini hanya akan membantu jika tombol jeda ditekan dan pemikiran baru dikembangkan untuk mengatur dan mengekangnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H